Author's POV
"Miss Haarin akan tinggal bersama kita dirumah ini, bersama dua putranya. Ini bagus karena kau akan punya teman"
"Aku tak butuh teman, aku sibuk dan aku sudah besar" jawab Jin sambil membolak-balik buku tebal ditangannya.
"Jinnie please....tolong bersikaplah dewasa. Tidak mungkin papa sendirian terus seumur hidup" ujar tuan Beom.
"Oh ya ?? Kenapa ?? papa kesepian ?? Yang benar saja" jawab Jin dengan sarkas.
"Ya, papa kesepian"
"Lalu dua putra ?? Bukannya pada pernikahan kalian hanya terlihat ada satu anak ??" tanya Jin sambil sedikit mengangkat wajahnya.
"Si sulung Namjoon sedang wajib militer, yang hadir di pernikahan itu Kookie. Tapi di keluarga ini dia tak akan jadi si sulung lagi, dia akan jadi adikmu. Nak, kau jauh lebih beruntung dari mereka berdua, mereka sudah tanpa ayah selama 6 tahun" ujar sang papa sambil menerawang lantai granit di kamar Jin.
"Aku anak tunggal, dan akan tetap seperti itu. Aku juga sepuluh tahun tak punya mama tapi papa tak pernah terlihat prihatin seperti ini" ucap Jin tajam.
"Jinnie....papa mereka meninggal setelah puluhan tahun derita kanker, mama kamu pergi karena menghianati papa, itu berbeda. Lagipula kau tak pernah kekurangan kasih sayang dan tak kekurangan apapun. Sedangkan Haarin dan kedua putranya harus berjuang untuk terus bisa hidup"
"Dan bersedia menikah dengan papa adalah salah satu perjuangan dan pilihan cerdas wanita itu agar bisa hidup layak untuknya dan kedua anaknya bukan ??" ujar Jin lagi dengan lebih tajam.
"Joonie !! Jangan pernah berpikiran demikian tentang mereka, papa sudah mengenal Joonie, papa pernah mendatangi kamp militernya. Dia pemuda yang....ya hampir sama keras kepalanya denganmu, tapi papa yakin dia anak yang baik. Untuk Jungkookie....dia masih...hampir 17 tahun, matanya yang bundar dan tatapannya yang polos membuat papa...jatuh cinta padanya. Anak itu saaangat menerima kehadiran papa"
"Lalu ??" tanya Jin datar.
"Lusa, mamamu... maksudku Miss Haarin, oh ya papa terbiasa memanggilnya demikian karena disekolah dia dipanggil demikian, dia seorang guru bahasa Inggris di sekolah Jungkookie. Mereka akan mulai tinggal dirumah kita. Jungkookie akan menempati sebelah kanan kamar kamu"
Jin terdiam menatap buku ditangannya, pikirannya bingung dengan perubahan yang akan segera terjadi dalam hidupnya.
"Lebih baik aku tinggal di apartemen saja, agar aku tak mengganggu kalian ber... empat" ujar Jin sambil menaruh kembali buku tebalnya.
"Jangan berani-beraninya kau lakukan itu. Sementara hanya Jungkookie yang akan tinggal disini, Joonie masih di kamp militer, baru dua bulan lagi dia selesai" jawab tuan Beom sambil berlalu dengan cepat dari kamar Jin.
***
Sampai keesokan harinya...
Jin hendak berangkat ke kampus ketika langkahnya terhenti ditangga ketika melihat sosok remaja yang dilihatnya satu kali ketika di gereja.
Jungkookie
Remaja itu berjalan mengendap-endap, ragu-ragu sambil celingukan mencari seseorang yang bisa ditemuinya.
Saat melihat Jin, ia langsung berhenti melangkah. Tas daypack nya yang berwarna merah terayun dipundaknya ketika berlahan ia membetulkan posisi tasnya.
"Per-permisi, saya Kookie...ah maksud saya Jungkookie. Tadi papa...maksudku tuan Beom menyuruh saya langsung ke kamar...ku di lantai 3"
Jin berhenti sejenak untuk memperhatikan pemuda tanggung ini. Dan langsung mengingat kata-kata papanya bagaimana ia langsung jatuh cinta padanya. Pada matanya yang bundar dan...lugu. Lugu ?? Jin sekali pandang bisa menilai bahwa anak ini tak selugu kelihatannya.
"Oh ya, Hyung...ah maksudku Seokjin ssi...atau boleh aku memanggilmu Hyung ?? Kita...kita saudara sekarang...."
"Kamarmu di lantai 3, dan papa sudah memasang namamu di pintunya. Tak usah basa basi denganku, nikmati saja apa yang kau dapatkan dirumah ini selagi bisa"
Lalu tanpa katakan apapun lagi, Jin berlalu dari hadapan anak yang melihat sosok Jin dengan takjub. Jungkookie kecil melihat dengan takjub sosok pemuda tinggi, putih dan amat tampan yang berjalan cepat menuruni tangga.
Dan anak itu masih bisa mendengar dengan baik, mobil sport hitam mengkilat itu menderu keluar dari pelataran rumah, ah tidak bukan rumah tapi hunian mansion yang sangat mewah menakjubkan di mata seorang remaja sepertinya.
Lalu setelahnya, pemuda itu naik ke lantai tiga sambil berlari untuk menemukan kamar yang katanya sudah ada namanya.
Dan benar saja, di lantai 3 yang berlorong-lorong seperti hotel itu ia menemukan satu kamar dimana di pintunya ada ukiran namanya.
Wajah Jungkookie langsung terlihat ceria, berlari lalu melompat keatas ranjang besarnya.
"Kookie !!"
Anak yang sedang memental-mentalkan tubuhnya diatas ranjang itu terkejut ketika tiba-tiba seseorang memanggil namanya.
Tuan Beom tertawa lalu mendekat pada anak remaja yang langsung berdiri dari tempat tidurnya.
"Tuan..."
"Papa !!" koreksi tuan Beom.
"Iya" jawabnya patuh.
"Sudah bertemu Hyung ??"
"Sudah tapi hanya sebentar" jawabnya malu-malu.
"Hyung sibuk kuliah, kau juga sebentarnya lagi seperti itu. Dan tolong diingat, jika Hyung kadang tidak ramah, abaikan. Percayalah Hyung juga anak yang baik sepertimu, cuma Hyung orangnya tak gampang percaya orang. Teruslah bersikap baik, maka Hyung akan berlahan luluh dan akan sayang padamu" ujar tuan Beom sambil mengelus rambut Jungkookie yang tebal.
"Iya, baik....papa"
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brothers
FanfictionSeokjin : Mama kamu menikah dengan papaku karena harta. Namjoon : Mama ku menikah dengan papamu karena dia terjerat rayuan playboy tua seperti papamu. Jungkook : Asik aku punya dua Hyung sekarang. Seokjin+Namjoon : Diam kau !!