Tiga hari sudah berlalu sejak Alina mengetahui fakta mengejutkan dari Yoyok. Bagaimana mungkin pasangan sapu tangan miliknya yang hilang ternyata ada di tangan seseorang tak pernah ia duga?
Yoyok sendiri pun juga mengaku hanya melihat Aqsa menggunakannya sebentar saat mereka berbelanja, lalu memasukkanya lagi ke dalam kotak kayu. Ia mengaku tak enak hati bertanya lebih jauh soal sapu tangan itu, takut melanggar batasan-nya lebih jauh.
Alina kembali meragukan ingatannya. Ia tidak banyak mengingat kejadian masa kecilnya, apalagi sejak operasi besar yang pernah ia jalani di masa lalu. Semua terasa kabur, seolah terkubur di balik lapisan waktu.
Namun, ada satu ingatan yang masih membekas: seorang anak laki-laki yang selalu mengawasinya di rumah sakit, persis seperti apa yang diceritakan Kak Tiana padanya waktu itu. Anak itu bahkan menangis di hadapannya saat mereka terakhir kali bertemu. Tapi setelah itu, semuanya menghilang- Alina tidak tahu wajahnya, mereka bahkan tidak sempat berkenalan satu sama lain. Hingga kini, Alina terus bertanya-tanya siapa sebenarnya anak yang pernah ia tolong itu.
Jika ia ingin menemukan jawaban, satu-satunya cara adalah menangkap basah Aqsa memegang sapu tangan itu. Namun, ia harus berhati-hati. Tidak boleh gegabah, apalagi langsung menodongnya dengan pertanyaan. Bisa saja Aqsa mendapatkan sapu tangan itu dari orang lain.
Gadis itu menyandarkan bahunya di tiang balkon kelasnya, menatap kearah gedung kelas XI IPS di seberang lapangan, sudah tiga hari sejak Ia mengawasi kelas Aqsa, tetapi tidak ada tanda-tanda kemunculannya disana. Alina memutar otak, mencari cara untuk bisa menemukan keberadaan Aqsa.
"Ahaa..." Ia tersenyum puas sambil menjentikkan jarinya. Buru-buru Alina berlalu ke dalam kelasnya, mencari keberadaan Doni, si Ketua kelas yang ternyata sedang tertidur disudut ruangan.
"Don. Permisi Doni, bisa bangun sebentar, ga?,"
"Ada hal penting yang mau aku tanyain." Ucap Gadis itu, sambil mengetuk meja perlahan.
Doni menggeliat pelan sebelum bangun, menggosok matanya untuk menghilangkan rasa kantuk yang tersisa.
"Alina? Ada apa?" Doni mengerutkan dahinya, ini adalah pertama kalinya Alina terlihat begitu antusias mengajaknya bicara.
"Kamu kan gabung Club taekwondo nah, sesi latihan kemarin kamu hadir ga?"
"Hadir. Aku selalu mengusahakan untuk hadir. Memang ada apa??" Ia balik bertanya.
"Aku cuma mau bertanya soal Kak Aqsa, dia datang ga di sesi latihan kemarin?"
Doni menatap Alina dengan perasaan curiga. "Jika rumor itu benar maka? Kamu dan Bang Aqsa....-"
"Tunggu! Tolong jangan berpikir negatif. Aku tegaskan sekali lagi, rumor itu ga bener. Dan aku bertanya soal Kak Aqsa karena aku mau membicarakan soal wawancara buat majalah sekolah." Alina merutuki dirinya sendiri di dalam hati, Ya Allah maafkan Alina harus berbohong.
"Ooo begitu-" Ucap Doni sambil melemparkan senyuman penuh kecurigaan.
"Soal Bang Aqsa, yang aku dengar dia memang ga masuk sekolah dari kemarin. Aku pun gak tau alasannya apa, saat latihan kemarin Dia juga tidak hadir."
Alina tertunduk lesu, bertanya pada Doni ternyata tidak cukup membantu, tapi Ia jadi tahu jika ternyata Aqsa memang tidak masuk sekolah, pantas saja dia tidak terlihat sejak kemarin.
*****
Perjuangan mencari keberadaan Aqsa dan sapu tangan itu masih berlanjut, saat pulang sekolah Alina hanya berpapasan dengan Yagiz dan Andra mereka berjalan beriringan tanpa Aqsa disekitarnya. disisi lain Hera juga muncul dan sempat menyapa Alina ramah.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Oddlove
Teen FictionSejak pertemuan di bandara hari itu, hidup Aqsa seolah selalu terhubung dengan Alina-gadis kecil tunanetra yang selama hampir enam tahun ia cari. Seperti takdir yang sudah digariskan, mereka kembali bertemu sebagai senior dan junior di sekolah. Namu...