•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•
Lena berlalu pergi setelah menerima uang dari mamahnya, dirinya diminta untuk membeli garam di warung yang tidak terlalu jauh tapi tidak dekat juga dengan rumahnya. Sebenarnya Lena tidak masalah akan hal itu, apa lagi dengan mamahnya yang memberi uang lima puluh ribu sedangkan harga garam pasti hanya lima ribu saja dan itu membuat Lena senang, dirinya akan mengambil uang kembaliannya untuk ia jajankan.
Lena menghirup dalam-dalam udara sore dan menghembuskannya perlahan, setelah sedari pulang sekolah mengurung diri di kamar membuat Lena merasa bosan juga.
Netra Lena tak sengaja melihat seorang bocah yang tengah terduduk di teras rumah dengan beberapa robot dan mobilan yang berada di hadapan bocah itu.
Sambil tersenyum kecil Lena mendorong pelan pagar rumah tersebut, masuk dan mendekat pada bocah yang tengah asik bermain sediri itu. Netra Lena kini mulai memperhatikan ke sekitar, mencari seseorang dan ternyata tidak ada.
"Avin, beli es krim yok," ajak Lena sambil mencolek gemas pipi gembil bocah lelaki di hadapannya itu, sedangkan bocah itu kini menatap bingung pada Lena.
"Kakak mau beli es krim, mau gak?" tanya Lena yang kini sudah membawa Avin ke dalam gendongannya.
Lena berdiri dengan Avin yang dirinya gendong, berjalan masuk untuk meminta izin terlebih dulu pada ibu dari bocah yang dirinya gendong.
"Tante, Lena izin bawa Avin ke warung yah," kata Lena saat melihat Lia yang tengah membuat susu di dapur.
Lia yang semula sibuk membuat susu untuk anak bungsunya itu menoleh pada Lena.
"Eh, Lena. Mau bawa Avin jalan-jalan sore yah? Boleh bawa aja, sekalian sama Alan di bawa biar nemenin kalian." Lia berucap dengan tawa mengoda di akhir ucapannya.
"Lena bawa Avin aja, Tante. Gak mau bawa kakaknya," balas Lena yang membuat Lia kembali tertawa, sepertinya wanita itu menyadari nada tak suka dari Lena.
"Lena, tolong suruh Alan masuk yah," pinta Lia setelah tawanya berenti.
"Orangnya gak ada di depan, Tante." Jawaban Lena itu membuat Lia mengerutkan keningnya, sebenarnya ke mana anak sulungnya itu? Seharusnya ada di depan sana bersama adiknya.
"Alan gak ada?" tanya Lia. Lena menggeleng pelan. "Tadi Lena cuman liat Avin lagi main sendiri di depan rumah, Lena gak liat Alan," jelasnya.
Lia menghela napas pelan, merasa tak percaya pada anak sulungnya itu yang entah pergi ke mana dan malah meninggalkan bocah umur lima tahun di depan rumah seorang diri. Astaga.
"Lena pergi yah Tante," pamit Lena yang diiyakan oleh Lia.
Lena menelusuri jalanan dengan sesekali menjaili Avin hingga bocah tersebut tertawa setelahnya.
Kadang Lena merasa heran pada Avin yang terlihat berbeda dari Alan, bocah dalam gendongannya ini terlihat begitu mengemaskan, sedangkan kakak dari bocah tersebut terlihat begitu menyebalkan dan tidak beda jauh seperti setan. Lena tidak tau bagimana nantinya jika ada perempuan yang menyukai pemuda itu, apa tidak akan malu mempunyai pacar jelmaan babi ngepet itu? Astaga Lena merasa kasihan sekali jika ada perempuan yang jatuh dalam pesona pemuda itu. Tampang dan kelakuan Alan tuh sebelas-dua belas, muka biasa aja dan kelakuan yang jauh dari kata waras.
KAMU SEDANG MEMBACA
[01] Hello, My Dear Enemy ✔
Teen FictionStory 01. [ Hello, My Dear Enemy ] By : @girlRin @TiaraAtika4 ▪︎▪︎▪︎▪︎ Alan dan Lena itu seperti air dan minyak, takkan bisa bersatu. Berharap mereka akur sama saja seperti berharap matahari terbit dari barat. Bertemu setiap hari sejak masih kecil...