Bab 03

615 48 0
                                    

•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•

Setelah meminta izin pada Hani dan mengobrol sebentar dengan Satya, saat ini Alan tengah berada di kamar Lena-mengerjai gadis itu yang saat ini tengah tertidur pulas. Membalas apa yang sudah Lena lakukan padanya siang tadi.

Pulang sekolah tadi Alan harus mendorong motornya menuju bengkel di bawah terik matahari yang begitu panas. Ban motornya kempes dan Alan tau jika Lena adalah pelakunya karna tidak ada yang berani untuk menjaili dirinya atau mencari gara-gara padanya selain gadis itu.

Dengan tersenyum penuh arti Alan mendekat pada Lena dengan hati-hati, mengeluarkan spidol dari saku celananya yang memang sengaja Alan bawa dan mulai membuat mahakarya pada wajah Lena. s
Sesekali Alan tertawa tanpa suara saat melihat wajah Lena yang penuh dengan coretan.

"Kayanya ada yang kurang," gumam Alan sambil berpikir. Tersenyum puas saat Alan tau apa yang harus ia lakukan-memotret Lena dan mengirimkannya pada grup kelas.

Tepat!

Dengan cepat Alan mengeluarkan ponselnya. Memotret Lena sambil cengegesan setelah puas Alan langsung mengirimkannya pada grup kelas.

"Gua tunggu amukan lo besok pagi, jelmaan kuyang." Setelah mengatakan itu Alan langsung berlalu keluar dari kamar Lena. Raut wajahnya terlihat begitu bahagia karna telah mengerjai gadis kuyang itu.

"Lena-nya gak bangun, Lan?" tanya Satya yang membuat Alan menghentikan langkahnya. Membalikan tubuhnya menatap pada Satya yang berada di pintu dapur.

"Bocahnya kebo, Om. Susah dibangunin. Alan pamit pulang aja yah." Alan mendekat pada Satya untuk menyalimi tangan Satya dan berlalu pergi.

•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•

Setelah sampai di rumah, Alan bisa mendengar jelas tawa toa dari kedua temannya dari lantai atas, Alan tau apa yang membuat mereka tertawa sampai sekeras itu-poto Lena yang ia kirimkan pada mereka. Poto yang berbeda dari yang ia kirimkan ke grup kelas.

"Bocah sialan! Lo serius ngelakuin ini ke Lena?" Alan yang baru masuk ke kamarnya itu malah ikut tertawa menanggapi pertanyaan Jeje. Apalagi saat Jeje menyodorkan ponsel pemuda itu padanya. Tawanya semakin pecah dengan perasaan bahagia.

"Kalo buat nakut-nakutin tikus kayanya tuh tikus bakal langsung kejang-kejang deh," kata Alan di sela tawanya. "Liat noh lobang idungnya, gila gede bener!" tambahnya sambil memukul keras punggung Ajun yang duduk di hadapannya.

"Bocahnya bakal ngamuk besok pagi. Lo harus siap-siap pasang telinga," kata Ajun setelah berpindah tempat menjauh dari Alan yang pasti akan memukulnya lagi. Sialan memang, harus banget dirinya yang dijadikan pelampiasan kepuasan pemuda itu.

"Gua udah sangat siap buat dengerin teriakan toa dia dengan wajah marahnya," sahut Alan. Ia hentikan tawanya saat wajahnya terasa keram karena lelah juga lama-lama tertawa dengan keras. "Minum dong, aus."

"Ini rumah lo, anjing. Napa minta ke kita?" Jeje menatap malas pada Alan.

Dengan dengkusan kesal Alan melempar guling pada temannya itu, "botol minum di depan lo. Lempar ke gua, pea."

"Oh, bilang dong dari tadi!" Jeje melempar botol minum pada Alan yang sempat mengacungkan jari tegah padanya.

"PS, gak?" tanya Alan setelah melempar kembali botol yang telah kosong itu pada Jeje.

[01] Hello, My Dear Enemy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang