•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•
Alan menuruni tangga dan mendapati sosok Lena sedang berada di sofa ruang tengah rumah Jeje. Orang tua Jeje sedang tak ada di rumah, kata Jeje sih sedang pergi ke luar kota buat bulan madu. Memang sepertinya orang tua Jeje itu sangat makmur memanjakan kehidupan rumah tangga mereka. Alan duduk di samping Lena dan membuat Lena menoleh ke arahnya dengan lirikan kecil.
“Kenapa lo? Kusut amat mukanya,” tanya Alan sambil mengambil satu toples kue kering yang memang selalu disediakan oleh Ibunya Jeje di setiap meja, katanya sih sebab Jeje anaknya tidak bisa hidup tanpa camilan.
“Gapapa. Lo ngapain nyamperin gue? Enggak main lagi sama mereka?” tanya Lena balik bertanya.
“Kesian aja gue sama lo. Ntar kerasukan setan soalnya abis nonton setan. Siapa tau ditempelin setan, ’kan?”
Lena menatapnya tajam. “Mulut lo tuh, ya! Hobi banget ngomong begitu. Kalo setannya denger trus enggak terima gimana?” balasnya dengan kesal.
“Ya kalo setannya enggak terima ya gapapa. Ngapain gue urusin setannya terima apa enggak?”
Lena memutar bola matanya jengah dan kemudian merebut toples kue dari tangan Alan. Ia memakannya dengan kesal. Alan yang melihat itu terkekeh kecil dan mencomot satu kue untuk dia makan. Jadilah keduanya makan kue itu bersama sama.
“Lo jangan makan kebanyakan. Kuenya manis. Nanti batuk,” ucap Lena padahal sih alasannya saja. Lagipula kue buatan Ibunya Jeje ini sangat enak.
“Iya deh, iya. Bilang aja mau lo abisin sendiri.” Alan membalas sambil menatap Lena dengan tatapan malas. Lena yang mendengar itu hanya bisa menyeringai kecil dan melanjutkan acaranya makan kue. Alan tak ikut lagi makan kuenya karena Lena memeluk toples itu begitu erat.
“Eh, Lan.”
“Hm?”
Lena memutar posisinya untuk menghadap ke arah Alan yang kini menatapnya seolah menunggu apa yang ingin dikatakan oleh gadis itu. “Tipe cewek yang lo suka tuh gimana?” tanya Lena.
Alan menautkan alisnya heran. “Tiba-tiba banget. Ada apa?” tanyanya bukannya malah menjawab pertanyaan Lena.
“Ih, jawab dulu sih. Tipe cewek lo tuh yang gimana?” tanya Lena mendesak.
“Apa, ya? Mungkin yang bikin gue nyaman?” jawab Alan ragu. Lena tak puas dengan jawaban Alan. “Masa gitu doang sih? Oh, atau di sekolah deh. Ada enggak cewek yang menurut lo cantik?” tanya Lena lagi.
“Lo tuh kenapa sih? Aneh bener dah,” sahut Alan.
“Jawab aja, Lan! Jangan banyak bacot.” Lena merespon dengan nada kesal.
“Cantik, ya? Banyak sih. Amel cantik, tr—”
“Oh, jadi Amel cantik?” tanya Lena tanpa sadar dengan nada ketus. Alan menatapnya bingung. Ia heran apa yang merasuki Lena saat ini. Bukankah ia menanyakan kepada Alan, lalu ketika Alan menjawab kenapa Lena malah terkesan kesal?
“Gue belum kelar ngomong, Len. Lo kenapa sih?” tanya Alan mencoba sabar.
Lena meletakkan toples kue yang tadi ia pegang ke atas meja dengan kasar sampai Alan melotot mencoba menegur. “Len, kalo mejanya pecah gimana? Tuh meja kaca lho!” tegur Alan.
“Biarin! Emaknya Jeje banyak duit kok!” balas Lena dengan nada kesal.
Alan mengusap wajahnya dengan frustrasi. “Lo tuh kenapa sih?” tanyanya. “Gapapa. Mending lo datengin si Amel aja gih, sono! Dia 'kan cantik! Lebih cantik dari gue!” balas Lena dengan nada ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
[01] Hello, My Dear Enemy ✔
Подростковая литератураStory 01. [ Hello, My Dear Enemy ] By : @girlRin @TiaraAtika4 ▪︎▪︎▪︎▪︎ Alan dan Lena itu seperti air dan minyak, takkan bisa bersatu. Berharap mereka akur sama saja seperti berharap matahari terbit dari barat. Bertemu setiap hari sejak masih kecil...