•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•
Lena menatap Alan dengan tatapan bingung. Tumben sekali pemuda ini bersikap tenang. Ya, memang beberapa hari ini keduanya tak bertengkar hebat seperti biasanya, hanya bertengkar ringan dan kemudian berbaikan. Namun, hari ini Alan aneh sekali. Lena yang datang ke sekolah dan berniat menggoda Alan malah hanya disahuti dengan respon singkat karena pemuda itu asyik dengan bukunya. Lena melirik sampul buku yang dibaca oleh Alan.
Novel romantis? Tumben. Batin Lena.
"Lan! Ngantin kuy?" ajak Jeje sambil merangkul Ajun. Alan mendongak dan mengibaskan tangannya tanda tak tertarik. Ia kembali fokus dengan bukunya.
Jeje menatap Lena seolah bertanya apakah gadis itu mau ikut ke kantin bersama mereka dan Lena mengangguk. Ia juga kebetulan lapar dan kalau niat awal ingin mengajak Alan makan ke kantin sekalian memalak duit Alan pun sirna saat pemuda itu malah asyik dengan bukunya. Sasa dan Amel juga tadi sudah mengajaknya ke kantin, tapi Lena menolak karena memang niat awal ingin membuat Alan membayar makanan miliknya.
"Lan, bini lo ikut makan sama kita dulu, ya!" ejek Ajun. Jeje hanya tertawa mendengarnya. Lena yang mendengar itu langsung menempeleng kepada Ajun dan berjalan mendahului Ajun serta Jeje.
Ajun mengusap kepalanya sambil tertawa sedangkan Jeje malah menyeret Ajun mengikuti Lena. Alan sebenarnya mendengar candaan Ajun, tapi ia memilih tak merespon. Sampai ia hanyut dalam bacaannya ia merasa seseorang duduk di depannya.
Alan mendongak dan langsung memasang wajah masam saat mendapati sosok Jehan sedang duduk di sana dengan permen batang di mulutnya. Pemuda blasteran itu menatapnya dengan tatapan mengejek.
"Mau lo apa sih? Ganggu tau," ucap Alan.
"Kapan mau lo tembak si Lena? Masa udah nyadar sama perasaan sendiri, tapi masih ragu buat bertindak. Laki bukan? Kalo bukan ganti aja tuh celana pake rok," balas Jehan.
Alan mendelik tajam. Terlalu lama di Indonesia membuat pemuda blasteran ini semakin menyebalkan. Rasanya Alan ingin menendang pemuda itu kembali ke habitatnya yang di manapun itu berada.
"Lan ...."
"Bacot. Minggat sono. Ganggu oksigen!" ucap Alan.
Jehan tertawa kecil. "Mau denger cerita enggak?" tawarnya tiba-tiba.
"Enggak minat."
"Dahulu kala ada cowok yang naksir berat sama temen sekelasnya, cuma dia enggak berani ngungkapin perasaannya karna takut dijauhin sama cewek itu. Jadi, dia tiap hari bikin cewek itu kesel supaya dapat perhatiannya walau itu dalam bentuk negatif ..."
Alan menatap Jehan dengan tatapan tajam. "Enggak usah ngejek gue, Han. Gue tonjok, mampus lo." Alan memperingati.
"... sampai akhirnya datang cowok baru dan berhasil narik perhatian si cewek dengan sikap baik dan lembutnya. Pokoknya si cowok tuh cemburu soalnya si cewek malah deket sama cowok baru itu. Lo tau kelanjutannya?" lanjut Jehan.
"Han, jangan bikin gue nonjok lo di sini deh. Nanti kita kena panggil ke ruang BK," ucap Alan malas.
Namun, seakan abai. Jehan kembali melanjutkan ucapannya, "cowok itu tetep enggak berani ungkapin perasaannya sampai akhirnya si cewek dan cowok baru itu lulus dan nikah. Mereka hidup bahagia bahkan punya anak tiga. Si cowok cuma bisa meratapi nasib sambil membayangkan coba aja dulu dia berani buat ngomong, pasti sekarang yang jadi suami si cewek adalah dia, bukan cowok lain."
Alan terdiam. Ia masih menatap Jehan dengan tatapan tajam yang tentu saja membuat Jehan tertawa terbahak-bahak. "Hahaha! Muka lo suram amat, Lan. Padahal cerita gue itu ngarang doang. Hahahaha!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[01] Hello, My Dear Enemy ✔
Ficção AdolescenteStory 01. [ Hello, My Dear Enemy ] By : @girlRin @TiaraAtika4 ▪︎▪︎▪︎▪︎ Alan dan Lena itu seperti air dan minyak, takkan bisa bersatu. Berharap mereka akur sama saja seperti berharap matahari terbit dari barat. Bertemu setiap hari sejak masih kecil...