•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•
Lena berlari masuk ke dalam rumah Alan begitu motor pemuda itu memasuki halaman. Gadis itu berteriak ketika melihat adik Alan sedang menangis di gendongan ibunya Alan. Begitu melihat Lena, Avin langsung merentangkan tangannya seolah meminta gadis seumuran kakaknya itu untuk menggendongnya. Paham, Lena pun meraih Avin dan menggendong anak itu.Hawa panas langsung mengenai kulit Lena begitu ia menggendong Avin. Pantas saja anak itu rewel, rupanya sedang demam. Lia yang melihat itu langsung menatap Lena dengan tatapan menyesal. “Maaf, ya. Avin lagi sakit. Enggak biasanya pengen sama kamu. Biasanya nempel sama bapaknya atau sama Tante, eh malah sekarang jerit-jerit nyari kamu. Tante bingung jadinya,” ucap Lia.
Lena menggeleng pelan. “Gapapa, Tan. Avin pasti kangen sama Lena, makanya rewel nyariin Lena. Hehe.” Gadis it mengusap punggung Avin agar bocah itu berhenti menangis. Terbukti, nyatanya Avin malah menggenggam erat kerah seragam sekolah Lena dan menyandarkan kepalanya di pundak Lena sambil sesenggukan kecil.
Alan masuk dengan penampilan lelah hanya untuk mendapati Lena menggendong adiknya dan Lia yang tersenyum menatap keduanya. Alan melangkah mendekat dan mencium pipi ibunya. “Avin kenapa, Ma?” tanya Alan.
Lia menoleh dan menggeleng kecil. “Enggak tau. Dari pagi badannya panas trus tiba-tiba aja rewel pengen sama Lena. Padahal biasanya kalo sakit tuh nempel sama Mama atau Papa. Enggak biasanya adek kamu nih rewel begini,” jawabnya.
Alan mengangguk dan kemudian mengusap puncak kepala Avin. Bocah itu menatap Alan dengan mata memerah sayu sambil sesenggukan kecil. Alan yang melihat itu justru tersenyum geli. “Sama Abang, mau?” tawar Alan.
Avin menggeleng kecil dan semakin mengeratkan pelukannya kepada Lena. Lia terkekeh kecil. “Kalian ke kamar Avin aja, ya. Biar Mama siapin kalian makan, kebetulan Mama udah selesai masak. Lena, makan di sini aja. Nanti Tante kabarin Mama kamu,” ucapnya. Lena mengangguk karena pastinya Avin tak ingin melepaskan Lena sekarang apalagi tadi ia menolak Alan.
“Alan ke kamar dulu, Ma. Mau man—” Ucapan Alan tiba-tiba terhenti karena Avin malah menangis keras. Lena mengusap punggung Avin agar anak itu tenang, tapi bukannya tenang justru malah semakin menangis.
Alan mendekati Avin yang berada di gendongan Lena. “Adek Abang kenapa? Hm?” tanya Alan dengan lembut. Tanpa sadar Lena menahan napasnya karena jarak keduanya sangat dekat dan Lena bisa merasakan deru napas Alan di pipinya.
Avin mengulurkan tangannya seolah ingin menggapai Alan. Lena mencoba menyerahkan Avin kepada Alan, tapi bocah itu semakin erat memeluknya. Lena dan Alan bingung, mau Avin ini apa? Melepaskan Lena tidak mau, ditinggal Alan juga tak mau.
“Kayaknya Avin enggak mau ditinggal kalian deh. Alan nanti aja mandinya, Nak. Temenin Lena jagain Avin dulu. Nanti kalo dia udah tidur, baru kamu mandi. Lena juga mending Avinnya dibawa ke kamar. Kamu duduk sambil gendong dia, daripada kamu capek berdiri terus,” ucap Lia.
Lena menatap Alan ragu. Ia enggan berduaan dengan Alan walau hanya menjaga Avin. Namun, ia juga tak mungkin menolak apalagi Avin adalah anak kecil kesayangannya karena bocah itu sering bermain dengannya dan Lena sudah seperti menganggap Avin layaknya adik. Walau ragu, Lena mengangguk dan berjalan menuju kamar Avin. Ia sudah hapal seluk-beluk rumah Alan.
Alan mengembuskan napas berat dan kemudian mengikuti Lena. Ia bisa melihat bagaimana Avin menatapnya seolah mengharapkan bahwa kakaknya itu mengikuti mereka. Alan tuh sayang sekali dengan Avin, walau kelakuan adiknya kadang bikin Alan kesal. Makanya saat bocah itu menatapnya dengan tatapan seperti anak anjing yang minta dipungut, ia pun luluh. Biarlah, kekesalannya kepada Lena ia pendam dulu.
•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•
Alan menutup pintu kamar Avin ketika ia masuk. Ia mengalihkan netranya dan mendapati Lena duduk di single bed milik Avin yang dibalut dengan sprei Spider-Man. Gadis itu duduk sambil menepuk-nepuk punggung Avin bahkan tak lupa membisikkan kata-kata penenang. Avin tanpa sadar juga mulai mengantuk, walau masih memeluk erat Lena.
Alan berjalan mendekati keduanya dan memperhatikan bagaimana Lena menidurkan Avin. Butuh sekitar sepuluh menit sampai Avin terlelap. Lena mencoba merebahkan tubuh Avin di ranjang sampai kemudian ketika Lena akan menyelimuti Avin, bocah itu malah merengek dengan mata tertutup. Alan mendekat dan kemudian membisikkan lagu tidur sambil menepuk-nepuk pantat Avin. Lena terdiam melihat begitu lembut dan perhatiannya Alan kepada adiknya. Rasanya seperti tak sedang berhadapan dengan pemuda yang selalu membuatnya emosi, melainkan sedang berhadapan dengan pemuda baik hati dan juga lemah-lembut dalam bertutur.
“Hiks ... mimi ... mimi Avin mana? Hiks ...”
Oh, rupanya Avin merengek dalam tidurnya mencari susu. Alan terkekeh geli dan mencubit lembut pipi Avin. Bocah itu malah merengek dan kemudian mulutnya terbuka seolah mencari-cari dot susu.
“Gemes banget buntelan daging emak gue. Biasanya kalo sakit suka galak sama gue,” bisik Alan yang masih didengar oleh Lena.
“Lo kalo gini keliatan kayak orang bener, Lan.” Alan menoleh dan menatap Lena dengan tatapan geli. “Jadi, selama ini gue enggak bener gitu?” tanyanya dengan nada geli tanpa rasa tersinggung.
Lena mengangkat bahunya acuh. “Mana gue tau. Toh, biasanya gue selalu dihadapkan sama sosok lo yang bawaannya pengen bikin gue emosi. Makanya pas ngeliat lo begini, gue kayak kaget. Soalnya muka lo kayak orang waras.”
Alan membalas dengan nada geli, “iya deh. Iya. Lagian ngapain gue harus lembut sama lo? Lo duluan tuh yang bikin gue emosi.”
Lena menatapnya kesal. “Lo duluan, ya. Enak aja nuduh gue!”
Alan menatap Lena dan kemudian meletakkan telapak tangannya di mulut Lena. Pemuda itu melirik ke arah Avin yang terganggu dalam tidurnya. Lena pun melepaskan tangan Alan dari wajahnya. Ia ikutan duduk di lantai seperti Alan hanya untuk menatap wajah tertidur Avin.
“Imutnya,” gemas Lena. Ia ingin sekali mencubit pipi memerah Avin, hanya saja ia tak ingin bocah itu terbangun dan menangis seperti tadi. Suhu tubuh Avin masih panas dan bagi bocah seumuran Avin kalau sedang demam pastinya rewel.
Tak lama pintu kamar Avin terbuka. Lia masuk dengan membawa dot milik Avin. Wanita itu tersenyum ketika melihat Avin sudah tertidur walau mulutnya terbuka seakan mencari sesuatu. Lia menyerahkan dot itu kepada Alan dan diterima oleh anak sulungnya. Alan memberikan dot itu kepada Avin yang langsung digenggam oleh Avin dengan erat dalam tidurnya. Bahkan bibir bocah itu sudah asyik menghisap dotnya dengan rakus seakan takut direbut.
Lena terkekeh kecil melihatnya. “Tante, anaknya lucu banget. Pengen Lena karungin!” ucapnya gemas.
Lia terkekeh kecil. “Kalian ke bawah makan gih. Udah disajikan. Alan, ajak Lena makan dulu baru dianter pulang. Biar Avin Mama yang jaga,” ucapnya.
Alan ingin menolak, tapi ia bisa apa saat wanita yang melahirkan dirinya itu sudah tersenyum ke arahnya dengan mata melotot. Alan tahu itu kode untuknya jangan membantah. Ia pun menyeret Lena keluar kamar Avin dan pergi ke ruang makan.
•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•
•.¸♡ Bab 20
•.¸♡ ditulis oleh girlRin
![](https://img.wattpad.com/cover/358669942-288-k219187.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[01] Hello, My Dear Enemy ✔
Teen FictionStory 01. [ Hello, My Dear Enemy ] By : @girlRin @TiaraAtika4 ▪︎▪︎▪︎▪︎ Alan dan Lena itu seperti air dan minyak, takkan bisa bersatu. Berharap mereka akur sama saja seperti berharap matahari terbit dari barat. Bertemu setiap hari sejak masih kecil...