•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•
Tak lama setelah menelepon Sasa, akhirnya gadis itu datang bersama Amel, Jeje dan Ajun. Tepat setelah pintu gudang terbuka, mereka semua dibuat terkejut oleh Lena yang memeluk erat tangan Alan, sedangkan pemuda itu terlihat acuh sambil memainkan gagang sapu yang sempat Lena bawa tadi.
"Kasih tau ke kita semua, apa yang udah terjadi!" paksa Sasa dengan mata membulat sempurna.
"Apa?" Dengan santainya Lena menghempas kasar tangan Alan yang semula ia peluk itu, lalu setelahnya berlalu pergi menerobos Ajun dan Jeje yang masih menatap penuh tanya pada Alan.
"Gua gak salah liat?" tanya Jeje sambil menatap sesaat pada Lena yang sudah pergi bersama Sasa dan Amel, lalu kembali menatap pada Alan, "Lena ngerangkul tangan lo—ah! Itu lebih tepat disebut meluk tangan lo," lanjut Jeje.
"Oh jadi dia yang di tangan gua? Gua kira tadi gua lagi ketempelan penghuni gudang," sahut Alan sambil berlalu keluar dari gudang, sumpek juga lama-lama berada di gudang.
"Gua serius, sialan! Apa yang udah terjadi selama lo berdua kekunci di gudang?" tanya Jeje yang sempat menahan tangan Alan agar tidak pergi, tapi sialnya pemuda itu malah menepis kasar tangannya dan kembali berjalan pergi.
"Tidur," jawab Alan.
"Lan—"
"Lo berharap apa, Je?" Alan menyela cepat ucapan Jeje, membalikan tubuhnya dengan menatap malas pada pemuda itu dan beralih pada Ajun yang sedari tadi diam tak cerewet seperti Jeje. "Udah jam balik, kan?" tanya Alan yang hanya diberi anggukan oleh Ajun.
"Gua masih penasaran! Gua yakin lo berdua gak cuman numpang tidur doang 'kan di gudang?" tuduh Jeje, matanya menyipit—menatap Alan dengan penuh kecurigaan.
"Gelud dulu, baru tidur," jawab Alan dengan acuh. Lagian apa yang harus Alan jelaskan pada temannya itu? Haruskah Alan menjelaskan dari awal hingga akhir? Malas sekali.
"Males bangetlah!" Jeje mengubah raut wajahnya menjadi kecewa, berlalu pergi meninggalkan Alan dan Ajun yang kini menatap aneh padanya.
"Tuh bocah kenapa dah?" tanya Alan sambil terkekeh pelan.
"Lan!" Alan menoleh saat pemuda di sampingnya itu memanggilnya dengan nada yang tak biasa. "Apa?" balas Alan sambil menatap pada Ajun.
"Ponsel lo ada di saku, kan?" tanya Ajun dan diiyakan oleh Alan. "Sengaja atau emang lo mendadak pikun?" Pertanyaan Ajun itu malah membuat Alan binggung, tidak paham pada apa yang dimaksud dari pertanyaan temannya itu.
"Kenapa gak lo kabarin kita dari setelah lo tau kalo kalian kekunci di gudang? Kenapa malah setelah satu jam baru ngabarin—yang itu pun Lena ngabarin Sasa? Atau jangan-jangan kalian emang sengaja biar bisa berduaan?" jelas Ajun dengan menatap Alan dengan penuh menyelidik, raut wajahnya berubah dingin dengan mata yang menyipit.
Alan menghela napas kasar, ternyata bukan Lena saja yang bodoh tapi dirinya pun bodoh. Mengapa Alan tidak sadar jika ponselnya pun ia bawa? Mengapa dia malah memilih untuk berdua bersama Lena di gudang sana selama satu jam? Sebenarnya ada apa dengan dirinya?
"Apa yang harus gua jelasin? Sedangkan gua aja gak tau kenapa gua bodoh dengan milih nunggu di sana sama Lena selama sejam," kata Alan yang kembali menghela napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
[01] Hello, My Dear Enemy ✔
Novela JuvenilStory 01. [ Hello, My Dear Enemy ] By : @girlRin @TiaraAtika4 ▪︎▪︎▪︎▪︎ Alan dan Lena itu seperti air dan minyak, takkan bisa bersatu. Berharap mereka akur sama saja seperti berharap matahari terbit dari barat. Bertemu setiap hari sejak masih kecil...