Bab 30

395 28 0
                                    

•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•

Alan berbaring menatap langit-langit kamarnya. Tepat jam lima tadi, Lia pulang dan Lena pamit. Alan juga Lia sempat menatap Lena dengan tatapan bingung karena Lena terlihat buru-buru pergi bahkan ia tak menatap Alan seolah-olah memang sengaja menjauhi Alan.

"Dia kenapa, ya?" tanya Alan pada dirinya sendiri. Mau bertanya kepada Lena langsung? Takkan dijawab.

Alan tiba-tiba saja teringat bagaimana manisnya interaksi Lena dengan Avin tadi sore. Alan tersenyum. Rasanya ia seperti membayangkan bagaimana kehidupan rumah tangganya dengan Lena.

"Astaga! Gue ngebayangin apa sih?" seru Alan langsung menggelengkan kepalanya. Ia mencoba mengusir bayangan dimana ia dan Lena berumahtangga dan kemudian memiliki seorang anak laki-laki seperti Avin.

Tiba-tiba saja ucapan Jehan tadi di sekolah terngiang di kepala Alan. Perasaan takut tanpa sadar menyusup ke dalam hatinya. Ia jadi berpikir bagaimana kalau nanti Lena malah bersama dengan laki-laki lain dan kemudian menikah dan memiliki anak? Apakah senyuman Lena tadi akan ia lihat dengan laki-laki lain di sisi Lena, bukannya dirinya? Alan tiba-tiba saja merasa tak menyukainya. Ia tak menyukai gagasan dimana Lena akan berakhir dengan orang lain.

Tok.

Tok.

Alan bangun dan berjalan menuju pintu. Di sana, ia melihat ada Bani—sang Ayah yang sedang tersenyum kepadanya. "Belum tidur, 'kan? Temenin Papa ke Indomaret sebentar yuk? Beli pembalut buat Mama kamu," ucap Bani dengan tatapan geli.

Alan menatap Bani dengan tatapan malas. "Masa beli pembalut Mama aja kudu berdua sih, Pa? Enggak malu apa? Nanti dikira orang aneh sama kasirnya," ucapnya.

"Ya, biar dikira anehnya enggak sendirian. Kamu temenin Papa. Ayo, buruan!" ucap Bani sambil menyeret Alan. Pemuda itu hanya bisa pasrah dan mengikuti sang Ayah saja.

•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•

Sesampainya di Indomaret, Bani malah menyuruh Alan masuk untuk membeli pembalut sedangkan dia malah membeli martabak manis yang kebetulan ada di depan parkiran Indomaret. Alan sudah protes dan menawarkan dirinya saja yang membeli martabak, tapi Bani menolak dan langsung menyuruh Alan pergi daripada nanti makin ramai pembeli di Indomaret.

Alan berjalan menyusuri rak produk pembalut berbagai jenis itu yang mana Alan tak paham. Ia melirik sekitar seolah takut ada yang mengenalinya. Biasanya Lia memang membeli sendiri atau meminta Bani, mana pernah Lia meminta Alan membelikannya pembalut.

Bani juga sebenarnya tak tega menyuruh anaknya untuk masuk membeli benda itu, tapi sesekali ia harus mengajarkan Alan siapa tau nanti istrinya meminta Alan untuk membelikannya di masa depan. Jadi, Bani berharap dengan ini Alan akan memupuk keberaniannya. Bani itu tipe Ayah yang sangat menyayangi anak-anaknya, bahkan setelah memiliki anak kedua dengan Lia pun ia kadang terlalu memanjakan anak-anaknya sampai Lia kerap kali menegurnya untuk jangan memanjakan anak-anak mereka apalagi mereka adalah laki-laki.

"Ngapain lo?" Alan yang tadinya ragu-ragu mengambil pembalut pun menoleh dan tersentak kaget saat mendapati Lena berdiri di sana.

"Lena!" ucap Alan kaget.

Lena yang dipanggil pun menautkan alisnya heran. "Iya, ini gue Lena. Kenapa sih? Mau maling lo? Eh, enggak mungkin. Bokap sama nyokap lo 'kan kaya. Enggak mungkin lo malah mau maling di Indomaret. Banyak CCTV tau," ucap Lena.

"Sembarangan. Enggak, ya. Gue disuruh beliin Mama itu ... eum, itu ..."

Lena menautkan alisnya seolah menunggu Alan untuk melanjutkan ucapannya. Alan menunjuk ke arah pembalut yang mana Lena langsung paham. Gadis itu tersenyum geli melihat tingkah malu-malu Alan yang memang jarang ia temui ini.

"Astaga. Disuruh Tante Lia beli pembalut, ya?" ucap Lena. Alan menatapnya horor. "Jangan kencang-kencang, Len. Bikin malu!" ucapnya panik.

Lena menggeleng kecil dan kemudian menanyakan biasanya Lia memakai yang pakai sayap atau tidak. Alan yang mendengar itu hanya bisa menatapnya bingung.

"Emang bisa terbang sampe ada yang pake sayap?" tanya Alan.

Lena menatapnya lelah. "Bukan gitu, cuma ya ... udahlah." Lena mengambil dua produk pembalut yang satunya pakai sayap sedangkan yang lainnya tidak. Ia menarik Alan menuju kasir dan meletakkan dua pembalut itu di sana untuk minta dihitung bersama dengan sabun cuci muka miliknya.

"Totalnya 66.500, Kak. Ada tambahan lain? Mau sekalian kantong belanjanya?" tanya si Kasir.

Lena menggeleng. Ketika ia akan membayar, Alan mencegahnya. Ia mengeluarkan dompetnya dan membayar dengan uang seratus ribu.

"Uangnya 100.000 kembalinya 33.500, ya Kak. Terima kasih!" ucap si Kasir sambil menyerahkan struk belanja dan kembaliannya kepada Alan.

"Yang langgeng pacarannya, Kak." Salah satu pegawai Indomaret menyapa mereka. Baik Alan maupun Lena langsung pergi dengan wajah memerah.

"Gue kira mereka pasutri muda," ucap si Kasir sambil menatap kepergian keduanya.

"Enggak mungkin. Paling masih pacaran makanya belinya pembalut. Kalo beli kondom, baru pasutri." Pegawai yang tadi menyapa Alan dan Lena menjawab.

Di luar, Alan dan Lena menghampiri Bani yang masih menunggu pesanan martabaknya. Bani yang melihat ada Lena pun tersenyum dan menawarkan apakah gadis itu ingin martabak.

"Enggak usah, Om. Lena masih kenyang," tolak Lena.

Bani mengangguk paham. "Baliknya bareng Om sama Alan aja, Len. Kita 'kan tetangga. Om juga bawa mobil. Daripada kamu jalan kaki baliknya atau mesen gojek," ucap Bani.

Lena mengangguk, toh gratis. Mana tadi belanjaannya dibayarkan oleh Alan juga. Duitnya masih utuh. Bani menatap Alan dan bertanya, "udah kamu beli, Lan?"

Alan mendelik malas dan mengangguk. "Udah. Papa enggak bilang yang mana yang biasa dibeli Mama. Alan kayak orang bego milih sendiri kebingungan. Untung ada Lena. Kalo enggak, mungkin dikira orang mesum sama Ibu-ibu yang juga belanja tadi," jawabnya.

Bani tertawa kecil. "Simulasi, Lan. Siapa tau nanti di masa depan kamu diminta istri kamu beliin itu. Jadi, udah tau. Hahaha."

Lena yang mendengar itu hanya bisa terkikik kecil. Ia selalu suka kalau Alan dinistakan begini apalagi oleh Bani yang biasanya memang memanjakan anak-anaknya.

"Eh, Len. Gimana di sekolah? Masih suka ribut sama Alan?" tanya Bani. Lena menjawab, "masih sih, Om. Cuma enggak kayak biasa lagi. Lagian kita udah gede, Om. Bukan bocah lagi."

Bani mengangguk setuju. "Syukur deh. Om kira kalian masih suka ribut kayak dulu. Om jadi jaga-jaga kalo dipanggil guru ke sekolah buat kalian ribut. Sekarang udah enggak pernah lagi."

"Yaudah, besok Alan sama Lena ribut biar dipanggil ke BK trus Papa sama Om Satya dipanggil ke sekolah. Gimana?" ucap Alan tiba-tiba.

Lena menatapnya tajam. "Heh! Kalo bokap gue yang dateng, ntar uang jajan gue kena potong!" ucapnya protes.

"Yaudah, emak lo aja. Tante Hani." Alan menyahut.

"Ih, enggak mau! Alan ngeselin nih, Om!" seru Lena protes kepada Bani.

Alan tertawa dan menjulurkan lidahnya kepada Lena, gadis itu mencak-mencak kesal sedangkan Bani malah terkekeh geli melihat tingkah keduanya.

•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•

•.¸♡ Bab 30
•.¸♡ ditulis oleh girlRin

[01] Hello, My Dear Enemy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang