Bab 02

873 57 0
                                    

•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•

Lena mengerang kesal hingga membuat kedua sahabatnya hanya bisa menatapnya malas. Tadi ketika ia dan Alan dibawa ke ruang BK, keduanya diceramahi seperti biasanya dan bahkan diancam kalau membuat rusuh lagi maka akan diberikan surat panggilan untuk orang tua mereka. Lena sebenarnya takkan merasa masalah kalau ibunya yang datang nanti kalau ia kena panggil. Lena lebih takut kalau ayahnya yang datang karena kalau sampai ayahnya yang datang maka sudah dipastikan uang jajan Lena akan dipotong oleh pria itu.

"Lagian nyari masalah mulu lo sama si Alan. Sesekali akur napa sih? Kalian akur juga dunia kayaknya enggak bakal kiamat, Len." Salah satu sahabatnya menasehati.

Lena langsung menatapnya dengan tajam. "Akur sama anak onta itu? Ogah banget!" ucapnya.

Sahabatnya-Amel dan Sasa-hanya bisa mengangguk pasrah. Mereka sudah angkat tangan mencoba mendamaikan keduanya. Padahal kalau dipikir-pikir, orang tua mereka tuh bersahabat dari zaman SMA terus bahkan rumah mereka juga masih satu kompleks perumahan. Cuma terhalang satu rumah doang. Dari TK sampai SMA mereka juga disatukan di satu sekolah terus oleh orang tuanya.

"Oke, trus lo mau apa? Ngebales Alan?" tanya Sasa.

Lena langsung tersenyum cerah. "Bener banget! Gue kudu balas Alan. Enak aja dia yang nyolong sepatu gue trus bikin gue kena ceramah Bu Rosa udah mah tadi didoain yang jelek juga sama Pak Budi. Kudu dibalas tuh anaknya Om Bani," ucap Lena dengan semangat menggebu-gebu.

"Dibales gimana?" tanya Sasa lagi. Lena langsung menyeringai dan beranjak pergi. Amel dan Sasa hanya bisa saling tatap dan kemudian memutuskan untuk mengikuti Lena.

Rupa-rupanya, Lena berjalan menuju parkiran dan mendekati sepeda motor milik Alan. Lena tahu dengan jelas betapa cintanya Alan dengan sepeda motornya bahkan ia sering memergoki Alan hampir setiap dua hari sekali membersihkan motornya dan bahkan mengusapnya sambil memanggilnya dengan sebutan 'sayang' yang mana itu membuat Lena meringis mengasihani kejombloan Alan.

Lena menepuk pelan motornya Alan dan tersenyum manis. "Nah, karna pacar lo yang ngeselin gue pagi ini, jadi gue bakal ngempesin ban lo. Maaf nih, ya." Lena langsung berjongkok dan mengempeskan ban belakang motor Alan.

Sasa menatap Amel dan kemudian berkata, "kira-kira menurut lo Alan bakal ngebales gimana nanti? Pasti aja nih bakal ketauan sama Alan soalnya mereka tuh udah kayak gitu sejak kecil."

Amel terkekeh geli dan kemudian menjawab, "taruhan? Mungkin aja besok Lena bakal dateng ke sekolah dengan muka kesel atau mungkin nanti malem dia bakal ngedumel di grup kita cuma buat ngata-ngatain si Alan doang."

Sasa menatapnya malas. "Itu mah gosah dijadiin taruhan udah jelas pasti. Sehari sekali doang mereka ribut tuh kayak udah masuk keajaiban dunia tau," ucapnya.

Amel mengangguk kecil. "Nah, itu lo tau. Jadi, pantengin aja udah."

Sasa menarik napas panjang dan berkata, "kapan sih mereka bakal akur? Capek deh ngeliatin kelakuan mereka begini mulu."

Amel mengangkat bahunya acuh. "Jodohin aja mereka. Kelar."

Sasa menatapnya sinis. "Yang ada malam pertama bukannya unboxing, mereka bisa saling bunuh, Mel."

Amel tertawa begitu mendengar ucapan Sasa. Ia juga jadi membayangkan ucapan Sasa barusan. Sampai ia baru berhenti ketika Lena mendekati mereka.

"Ngetawain apa nih? Kasih tau gue dong," ucap Lena penasaran.

Sasa dan Amel langsung saling tatap dan tersenyum geli. "Rahasia!" ucap keduanya sambil berjalan pergi menuju kelas. Lena yang mendengar itu tentu saja kesal, tapi ia tak protes. Ia mengejar keduanya dan kemudian mulai berceloteh mengatakan bayangannya bagaimana Alan nanti akan kesal karena ban motor kesayangannya telah kempes.

•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•

Alan yang tadinya sedang bermain game bersama sahabatnya langsung memutar bola matanya jengah ketika melihat Lena dan kedua sahabatnya masuk ke dalam kelas. Alan langsung berseru dengan suara lantang. "Duh, kok hawa di kelas tiba-tiba panas, ya? Kayak simulasi di neraka aja deh. Padahal tadi adem-ayem kok."

Lena yang baru duduk di kursinya langsung menatap Alan dengan tatapan sinis. Ia melemparkan bukunya ke arah Alan hingga pemuda itu meringis pelan. "Anak onta sialan! Lo ngatain gue bawa hawa neraka, ha?" bentaknya.

Alan tersenyum meremehkan. "Lho, situ ngerasa? Gue enggak ngomong begitu lho."

"Alan anjing! Sini lo!" Lena berdiri dan mendekati Alan yang sudah melangkah mundur menjauhi jangkauan Lena.

"Eh, pantat monyet! Jauh-jauh deh. Najis lo kalo megang gue. Bisa-bisa badan suci gue jadi ternoda!" ucap Alan.

"ALAN!" bentak Lena.

Alan menjulurkan lidahnya dan kemudian berlari meninggalkan kelas diikuti oleh Lena yang membawa sapu untuk mengejarnya. Sasa hanya menggeleng kecil dan menatap kedua sahabatnya Alan.

"Enggak lo berdua bantu tuh temen lo?" tanya Sasa.

Salah satunya-Jeje namanya-hanya menggeleng dan menjawab, "biarin aja. Nanti juga capek sendiri. Makin diladeni mereka makin bikin pusing. Udah diemin aja. Siapa tau ntar ada keajaiban dunia mereka bisa akur."

Ajun-sahabatnya Alan yang lain-langsung menyahut, "kalo mereka akur kayaknya bakal kiamat deh. Dari kecil bawaannya kayak pengen ribut mulu. Merinding gue kalo ngeliat mereka tiba-tiba akur, cuy!"

Jeje mengangguk mengiyakan. "Iya juga, ya. Serem."

Amel menyahut, "harusnya dibantuin biar akur mereka tuh. Kalo ribut mulu mau sampe kapan? Kagak pengang kuping lo berdua gara-gara mereka? Ribut tiap hari."

Ajun membalas, "capek sih. Cuma mau dinasehati gimana juga kagak bakal ngaruh. Lo nasehatin malah masuk kuping kiri keluar kuping kanan. Badung mereka tuh. Orang tua mereka aja udah angkat tangan kayaknya."

Amel mengangguk paham. "Astaga, hari-hari SMA gue yang indah dan tenang kayaknya cuma khayalan doang deh," ucap Sasa dengan perasaan galau. Amel hanya bisa terkekeh geli dan mengusap lembut punggung Sasa seolah menenangkannya.

"Bikin mereka akur? Kayaknya enggak mustahil kok," ucap Jeje tiba-tiba sampai membuat ketiganya menoleh dengan tatapan bertanya. Jeje langsung melanjutkan, "mungkin kalo mereka saling suka?"

Ajun menatapnya malas. "Hal mustahil lainnya, Je. Mana bakal mereka saling suka? Cinta 'kan datang karna terbiasa. Ini mereka tiap hari ketemu bukannya cinta malah ribut tiap hari."

Jeje membalas, "gue 'kan cuma nebak. Lagian sudah sering dicandain begitu sama emak bapak mereka, tapi apa? Buktinya masih gelut mulu tuh berdua."

Amel mengangguk kecil. "Mau gimana lagi? Mereka tuh memang udah kayak air sama minyak. Kagak bisa nyatu," ucapnya.

Sasa mengangguk setuju dengan ucapan Amel. "Udah paten dari sananya. Pasrah aja deh kita. Siapa tau Tuhan kasih keajaiban."

Ya, mari berdoa semoga Alan dan Lena bisa akur suatu saat. Semoga, ya?

•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•

•.¸♡ Bab 2
•.¸♡ ditulis oleh girlRin

[01] Hello, My Dear Enemy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang