•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•
Lia masuk ke dalam kamar Avin hanya untuk mendapati anaknya masih berdebat dengan Lena. Lia mengembuskan napas panjang dan berkata, "kalian mau sampe kapan ribut terus?"Lena yang mendengar itu pun berjalan mendekati Lia dan menjawab, "abisnya Alan ngeselin, Tan."
Lia yang mendengar itu langsung menatap Alan dengan tatapan tajam. Alan yang ditatap begitu oleh sang Ibu hanya bisa menundukkan kepalanya, malas berdebat. Lia pun tersenyum kecil dan menatap Avin yang ada digendongnya. Bocah itu masih sedikit hangat suhu tubuhnya. Sudah tak sepanas sebelumnya. Bahkan Avin juga tadi makan dengan habis karena biasanya ketika sakit, Avin hanya akan lima sampe enam suap saja. Usai makan, Avin malah merengek mencari Lena. Makanya Lia menyuruh Alan untuk lebih dulu ke kamar Avin sedangkan dirinya membuatkan susu untuk Avin di dapur tadi.
"Len, nginep aja sini. Tante udah telpon orang tua kamu. Besok dianter Alan pulangnya." Lia menjelaskan. Lena mengangguk paham. Alan yang melihat itu berdecih kesal. Tadi pas gue ngomong gitu enggak mau, eh pas Mama yang ngomong malah iya-iya aja tuh cewek. Batin Alan dongkol.
Avin yang dalam gendongan Lia pun merentangkan tangannya ke arah Lena seolah meminta digendong oleh gadis itu. Lena pun menerimanya dan kemudian menepuk-nepuk punggung Avin. "Kamu mau makan dulu, Len? Tante tadi masak banyak dan masih ada kok di meja makan, Tante tutup pake tudung saji. Alan Tante suruh bawa makanan lain eh malah bawa mie. Avinnya biar digendong Alan dulu, kamunya makan."
Lena menggeleng pelan. "Gapapa, Tan. Lena tidurin Avin dulu. Siapa tau dia mau tidur. Lagian ini juga baru jam setengah delapan. Belum malem-malem banget," ucapnya. Lia mengangguk paham dan kemudian menatap Alan tajam. "Kamu ngapain megang selimut sama bantal gitu? Mau cosplay kayak Papa tiap Mama suruh tidur di luar?" ucapnya dengan nada ketus.
Alan menjawab, "mana ada ih, Ma. Alan tuh mau gelar kasur busa di bawah nih. Masa Alan duduk di lantai mulu tiap mau nidurin Avin? Pegel lama-lama punggung Alan."
Lia menatap kasur Avin. Ia baru ingat kalau kasur Avin itu single bed. Avin biasanya kalau sakit pasti tidur di kamarnya bersama sang suami. Kasur mereka kasur ukuran king size, pastinya lebar. Kalau Avin tak juga mau lepas dari Lena dan Alan, maka tak mungkin keduanya tidur di ranjang kecil itu.
"Bawa ke kamar kamu aja deh, Lan. Kasur kamu 'kan gede. Cukup buat Lena sama Avin." Alan menatap Ibunya dengan tatapan kaget. Ia menunjuk dirinya sendiri dan bertanya, "trus Alan gimana? Masa Lena sama Avin doang?"
Lia memutar bola matanya jengah. "Kamu gelar kasur busa di lantai kayak kata kamu tadi. Lagian kamu laki lho, Lan. Masa nyuruh cewek yang tidur di bawah? Enggak ada sikap gentleman banget sih," sindirnya kepada sang anak.
"Mama! Masa Alan beneran tidur di lantai sih?" rengek Alan. Lena tersenyum geli sambil terus menepuk-nepuk punggung Avin. Ia menikmati bagaimana Alan dimarahi oleh Lia. Rasanya puas sekali.
"Apa sih, Lan? Kasur kamu 'kan tingkat dua. Biasanya sama Jeje sama Ajun juga kamu tarik kasur yang keduanya jadi kasur kamu kayak dua tingkat gitu. Kamu tarik aja tuh kasur di bawahnya. Enak. Tidur sendirian di sana, mau kamu guling-guling juga gapapa," jawab Lia yang malas dengan keluhan Alan.
Alan yang mendengar itu kemudian teringat kalau kasurnya memang tingkat dua. Waktu ia awal masuk SMA, ia meminta kepada Bani untuk dibelikan kasur tingkat dua karena ia melihat Jeje memakai kasur tingkat dua saat ia menginap di rumah Jeje. Maklum saja, jiwa-jiwa anak SMP baru lulus waktu itu masih suka iri sama kepemilikan temannya.
"Ayo, Len. Biarin aja tuh anak melamun. Biar kesambet setan," ucap Lia kepada Lena. Wanita itu pun mengajak Lena untuk pergi ke kamar Alan.
Alan yang ditinggalkan pun meletakkan kembali selimut dan bantal yang ia bawa tadi lalu berlalu sambil membawa nampan yang ia bawa tadi. Niatnya ingin ia berikan kepada Lena, tapi ia makan sendiri sajalah. Toh Lia juga memasak banyak. Jadi, pastinya kalau Lena lapar bisa langsung makan.
•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•
Saat Alan akan mencuci bekas makannya, ia melihat Lena masuk ke ruang makan dengan wajah lesu. Alan pun bertanya, "Avin udah tidur?" Lena mengangguk. Gadis itu duduk di meja makan dan kemudian Alan meletakkan piring bersih di depan gadis itu. Alan juga membukakan tudung saji yang ada di atas meja hingga memperlihatkan banyak makanan yang memang dimasak oleh Lia malam tadi. Alan juga menuangkan jus buah naga yang memang ada di kulkas.
Lena yang mengantuk juga tak menyadari bahwa Alan melakukan banyak hal untuknya. Bahkan Alan juga menuangkan nasi ke piring Lena dan kemudian menyajikan piring-piring lauk serta sayur ke depan Lena.
"Makan dulu tuh. Laper kayaknya lo," ucap Alan mencoba membangunkan Lena yang hampir tertidur.
Lena pun mengusap kedua matanya dan menatap sepiring nasi dan beberapa piring lauk serta sayur di depannya. Gadis itu mulai makan dengan lahap karena memang ia lapar. Alan duduk di kursi sebelah Lena dan meminum segelas air dingin yang ia ambil dari kulkas tadi. Pemuda itu memperhatikan bagaimana Lena makan walau matanya sesekali tertutup. Sepertinya masih mengantuk.
Lucu banget sih. Batin Alan tanpa sadar.
Alan menopang wajahnya dengan tangannya dan kemudian tanpa sadar tersenyum tipis begitu melihat Lena tak sengaja menyuap hidungnya. Ia ingin tertawa karena demi apapun, Lena terlihat sangat lucu sekarang.
"E–eh!" Tiba-tiba saja saat Lena menutup matanya dan kepalanya hampir menimpa piring, Alan berseru panik. Ia dengan cepat menahan kepala gadis itu dan bernapas lega saat berhasil mencegah Lena menghantam piring. Ia menatap Lena dan terkekeh geli saat menyadari bahwa gadis itu telah tertidur.
"Ngapain, Lan?" Alan menoleh dan mendapati sosok Bani berjalan menuju ruang makan. Ia membalas, "nih anak hampir aja nimpa piring gara-gara tidur, Pa."
Bani menatap Lena yang tertidur itu pun terkekeh kecil. "Bawa ke kamar gih. Kesian, ngantuk gitu. Biar di sini Papa yang beresin. Sekalian Papa mau bikin kopi juga. Masih ada kerjaan yang belum selesai soalnya," ucapnya.
Alan menatapnya ragu. "Dibawa gih, Lan. Enggak capek tangan kamu nahanin kepalanya gitu?" ucap Bani lagi. Alan pun mengangguk paham dan menggendong Lena ala bridal style lalu pamit kepada sang Ayah. Lena juga bukannya bangun malah memeluk leher Alan sambil bergumam kecil.
Alan berjalan menuju kamarnya dan meletakkan Lena di samping Avin yang sudah tertidur pulas. Alan mengusap kening Avin dan bernapas lega karena panasnya sudah turun. Ia kemudian menatap Lena dan terkekeh geli saat gadis itu malah memeluk guling milik Alan sambil bergumam beberapa makanan.
Alan mengetuk kening Lena dengan pelan. "Coba aja lo enggak jail pas kecil, mungkin sekarang enggak ada tuh Alan sama Lena yang suka ribut," ucap Alan berbisik lirih. Pemuda itu pun mengembuskan napas panjang dan memilih menarik kasur di bawah dan kemudian tidur. Jam juga sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. Biasanya ia akan tidur di atas jam sepuluh, tapi entah kenapa rasanya malam ini ia mengantuk lebih cepat. Ya, sudahlah.
•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•
•.¸♡ Bab 22
•.¸♡ ditulis oleh girlRin
KAMU SEDANG MEMBACA
[01] Hello, My Dear Enemy ✔
Teen FictionStory 01. [ Hello, My Dear Enemy ] By : @girlRin @TiaraAtika4 ▪︎▪︎▪︎▪︎ Alan dan Lena itu seperti air dan minyak, takkan bisa bersatu. Berharap mereka akur sama saja seperti berharap matahari terbit dari barat. Bertemu setiap hari sejak masih kecil...