•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•
Tadi, setelah memberi pukulan pada Jehan dirinya langsung kembali ke kelas, ia kira Lena akan kembali ke kelas tapi nyatanya gadis itu tidak ada dan tanpa bertanya pada siapapun Alan memutuskan untuk mencari Lena. Dirinya sempat mencari ke UKS, Perpustakaan dan gudang belakang, tapi ternyata tidak ada hingga tujuan terakhir Alan adalah rooftop karna tidak mungkin jika Lena pulang tanpa membawa tas dan barang-barang gadis itu.
Dan di sinilah Alan, bersandar pada lemari tak terpakai. Sudah hampir dua puluh menit dirinya di sana—mendengarkan tangisan Lena yang sampai sampai sekarang belum juga mereda. Alan sengaja tidak langsung menemui Lena, dirinya memilih untuk menunggu saja—memberi waktu gadis itu untuk menangis dan menenagkan perasaannya.
Jam istirahat memang telah selesai dari sepuluh menit yang lalu, tapi Alan tetap di tempatnya dan membiarkan Lena menangis di depan sana ketimbang mengajak gadis itu kembali ke kelas. Alan tadi sempat memberitahu Ajun dan Jeje untuk meminta izin pada guru yang mengajar jika dirinya tengah mengantar Lena pulang karna sakit, awalnya mereka khawatir dan menanyakannya ini dan itu hingga pada akhirnya ia menjelaskan dan membuat mereka mengiyakan setelah mengerti.
Alan tersentak saat tetesan air jatuh pada kepalanya, Alan menengadah memperhatikan langit yang kini berubah gelap diiringi dengan rintik hujan yang mulai deras, dengan cepat Alan memunculkan dirinya dari balik lemari hingga membuat Lena yang masih menangis itu terkejut dengan kemunculan pemuda itu.
"Alan—"
"Pindah ke sisi aja, ujannya mulai deres." Alan langsung menarik tangan Lena, membawanya ke sisi rooftop yang tertutup agar dirinya dan Lena bisa meneduh. Kembali ke kelas? Mana bisa, yang ada mereka akan ketahuan guru saat di perjalanan menuju kelas.
"Da—dari kapan lo di situ?" tanya Lena dengan gugup, raut wajahnya masih terlihat begitu terkejut.
"Gatau, lupa." Alan menunduk, memperhatikan Lena yang kini tengah megusap kasar wajahnya. Tanpa sadar satu tangannya menahan tangan Lena agar berhenti. Lena bingung, tapi gadis itu tidak bertanya.
"Mau sampai kapan lo nangis cuman karna cinta lo bertepuk sebelah tangan?" tanya Alan dengan tangan yang masih menahan tangan Lena.
"Tau dari mana?" Lena balik bertanya dengan nada bicara yang terdengar marah.
Alan tertawa pelan, berjongkok di hadapan Lena karna kursi yang ada di sana hanya ada satu dan tidak mungkin Alan mengambil kursi yang sudah diguyur hujan deras. "Cinta lo di tolak?" Tanpa menghiraukan pertanyaan Lena, Alan memilih kembali bertanya dengan nada mengejek, sengaja ia lakukan dan berharap gadis di hadapannya ini kembali kea padanya.
"Sotau lo!" Lena memalingkan wajahnya, mengelak dari Alan agar tidak dipermalukan oleh pemuda itu.
Alan kembali tertawa, menepuk pelan tangan Lena kemudian berucap, "terus kenapa lo nangis selama itu? Drama banget."
"Lo gak perlu tau kenapa gua nangis, gak usah kepo! Lagian ngapain lo di sana? Ngikutin gua yah?" tuduh Lena dengan mata memicing, mencurigai Alan yang kini malah menatapnya dengan wajah mengejek.
"Lo gak perlu tau kenapa gua di sini, gak usah kepo." Alan membalas dengan mengikuti ucapan Lena, tertawa keras di kahir ucalannya saat Lena memukul keras bahunya dengan wajah kesalnya. Seperkian detik setelah tawanya mereda, Alan kembali berucap, "mau gua suruh Jehan ke sini? Jemput lo atau nemenin lo?"
Alan kira ucapannya barusan akan direspon oleh Lena, tapi ternyata gadis itu malah diam dengan tatapan yang berubah kosong.
"Len?"
Lena kembali menatap pada Alan tanpa minat, menghela napas lirih dengan kedua mata yang kembali memanas. "Lo bener, Lan. Cinta gua bertepuk sebelah tangan. Jehan nolak gua," kata Lena sambil tersenyum getir, mengigit bibir dalamnya untuk menahan tangisnya yang akan kembali meledak. Jika setelah ini Alan akan mengejeknya, mengatainnya ini dan itu tidak apa, dirinya tidak peduli sama sekali. Biarkan pemuda itu merasa puas karna mengejeknya.
Namun, yang setelahnya terjadi bukan Alan yang mengejek Lena melainkan pemuda itu yang langsung membawa tubuh Lena ke dalam pelukannya—memeluknya erat hingga berhasil membuat tangisan Lena kembali pecah.
Awalnya Lena dibuat terkejut sekaligus bingung dengan Alan yang memeluknya, tapi saat rasa hangat dari pelukan Alan membuatnya nyaman, nyatanya itu berhasil membuat tangisannya kembali meledak.
"Nangis aja, gua temenin." Jika tadi Alan meminta Lena untuk tidak lagi menangis, kali ini ia membiarkan Lena kembali menangis—melanjutkannya yang sempat terhenti tadi. Sepertinya Lena memang masih membutuhkan waktu untuk menenangkan diri, hanya saja bedanya kali ini gadis itu membutuhkan seseorang untuk menemani dan menenangkannya.
Alan sendiri tidak peduli dengan punggungnya yang basah karna percikan air hujan, ia hanya melakukan apa yang menurutnya benar. Untuk mengejek Lena? Nanti saja Alan lakukan setelah gadis dalam pelukannya ini kembali baik-baik saja.
•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•
Hujan reda tepat saat bel pulang berbunyi dan tanpa kembali ke kelas Alan memilih membawa Lena untuk langsung pulang dan membiarkan tas mereka dibawa oleh teman mereka.
Namun, Alan tidak benar-benar membawa Lena pulang, dirinya memilih untuk mengajak Lena ke sebuah warkop terlebih dahulu, dinginya hujan tadi membuat perut pemuda itu lapar. Lena sendiri tidak menolak, dirinya sama laparnya seperti Alan, apalagi Lena sempat menangis lama membuat tenaganya seperti mengurang.
"Bu, mie kuah pake telor dua porsi yah, sama teh hangatnya dua juga." Alan memesan setelah menjatuhkan bokongnya pada kursi panjang dengan Lena yang duduk di sampingnya.
"Pake cabe?" tanya Ibu warkop. Alan menggeleng pelan, ia tau jika Lena tidak terlalu suka pedas, jadi lebih baik tidak perlu pakai cabe sama sekali. "Tunggu bentar yah." Alan hanya mengangguk dan memilih fokus dengan ponselnya, tapi tidak benar-benar fokus karna tak lama Lena bersuara membuatnya menatap pada gadis itu. "Satu minggu ini lo kenapa?"
"Gak kenapa-napa," jawab Alan, acuh. Lalu kembali memainkan ponselnya. Lena kesal, dengan cepat ia mengambil paksa ponsel Alan dan menaruhnya ke dalam saku roknya. "Gak usah ngalihin atau pun ngelak, gua tau lo ngehindar dari gua, kenapa?" tanya Lena lagi, kali ini ia memperjelas sambil menatap tajam pada Alan.
"Gua balik tanya ke lo, kenapa? Bukannya lo sendiri yang nyuruh gua buat gak ganggu lo sama Jehan, kan?" Lena terdiam dengan ucapan Alan barusan, tempo lalu dirinya memang meminta pemuda itu untuk tidak menganggunya bersama Jehan, tapi bukan berarti Alan harus mendiaminya hingga membuat mereka seperti orang kemusuhan. Lena tetap akan merespon Alan jika pemuda itu bertanya atau kembali meledeknya, asalkan saat ia tidak bersama Jehan atau pemuda itu tidak berada di dekat mereka.
"Kenapa? Lo ngerasa kehilangan gua?" tanya Alan sambil menaik-turunkan alisnya, mengejek Lena dengan memberi raut wajah menjengkelkan.
"Apaan sih! Siapa juga yang ngerasa kehilangan. Gua cuman nanya doang!" sahut Lena sambil membuang muka. Alan tertawa lalu membalas. "Kalo sebatas nanya doang gak mungkin lo semaksa itu buat gua jawab, kan? Jujur aja Len kalo lo kehilangan gua, secara 'kan selama ini bahkan sebelum Jehan ada, lo selalu sama gua—tiap hari malahan," ujar Alan.
"Gak usah kepedean! Justru hari-hari gua terasa damai dan tentram selama lo gak ganggu gua, kuping gua dingin karna gak lagi denger bacotan lo," balas Lena dengan sarkas, bahkan ia kembali memberi tatapan tajam pada Alan.
"Oke-oke, terserah lo aja," balas Alan yang memilih untuk tidak memperpanjang perdebatan mereka, apalagi mie yang dipesan sudah datang jadi lebih baik mengisi perutnya yang lapar.
"Lan, gak usah ngehindar lagi," titah Lena tanpa menatap pada Alan.
"Kenapa?" tanya Alan dengan bingung.
"Pokonya gak usah!" jawab Lena dengan sebal.
"Bilang aja kalo kangen gua, lo kehilangan gua dan—"
"Ngebacot terus gua tumpahin nih kuah mie ke muka lo, mau?" Lena menyela cepat ucapan Alan, mengacamnya dengan menatap tajam pemuda yang kini sudah tertawa puas.
"Jauhin Jehan dan gua gak akan ngehindarin lo lagi," ucap Alan setelah tawa kerasnya merada, ia tatap Lena dengan tatapan serius dan wajah datarnya, lalu setelahnya membuang muka—menyibukan diri dan mulai memakan mienya perlahan.
•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•
•.¸♡ Bab 26
•.¸♡ ditulis oleh TiaraAtika4
KAMU SEDANG MEMBACA
[01] Hello, My Dear Enemy ✔
Novela JuvenilStory 01. [ Hello, My Dear Enemy ] By : @girlRin @TiaraAtika4 ▪︎▪︎▪︎▪︎ Alan dan Lena itu seperti air dan minyak, takkan bisa bersatu. Berharap mereka akur sama saja seperti berharap matahari terbit dari barat. Bertemu setiap hari sejak masih kecil...