•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•
Lena yang awalnya ingin menyusul kedua sahabatnya yang sudah lebih dulu ke kantin itu mendadak ia urungkan saat tak sengaja netranya melihat Alan yang sedang bersama seorang siswi. Tadi setelah guru yang mengajar selesai pemuda itu langsung berlari keluar mendahului yang lain, Lena kira tujuan Alan itu pergi ke toilet atau kantin dikarnakan sudah memasuki jam istirahat tapi ternyata pemuda itu terburu-buru karna akan menemui seseorang.
"Dia gak bilang kalo ada doi," ucap Lena dengan pelan.
"Kenapa harus? Bukannya lo sama dia cuman temen ribut doang?" Lena dibuat terkejut saat ucapannya mendapatkan respon dan semakin dibuat terkejut saat tau jika Jehan lah yang merespon ucapannya. Lena berniat untuk pergi tapi lebih cepat ditahan oleh Jehan, "jangan ngehindar terus," pintanya dengan memohon.
Lena menghela napas sambil menjauhkan tangannya yang sempat ditahan oleh Jehan.
"Kalo misalkan dia emang cewek yang diincer sama Alan, gimana?" Pertanyaan Jehan terdengar tidak masuk akal untuk Lena, bahkan terkesan omong kosong. Kalo pun memang benar siswi yang tengah mengobrol hingga tertawa bersama Alan itu yang dimau oleh Alan, lalu hubungannya dengan Lena apa? Dia bukan siapa-siapa Alan, dirinya hanya sebatas teman ribut saja.
"Lo bakal kehilangan temen ribut lo yang udah nemenin lo dari kecil, apa hari-hari lo setelahnya bakal tenang atau malah ngerasa kosong?" Jehan melanjutkan ucapannya sambil tersenyum puas, memperhatikan Lena yang hanya diam tanpa mengalihkan pandangan dari Alan itu membuat Jehan semakin ingin menyadarkan Lena.
"Gua masih punya Sasa sama Amel, Ajun sama Jeje juga ada. Temen ribut gua bukan Alan doang," katanya sambil menatap sinis pada Jehan dan setelahnya kembali memperhatikan Alan.
"Tapi mereka bukan Alan—"
"Tujuan lo ngomong kaya gitu apa sih, Han? Lo mau nakut-nakutin gua dengan bilang kalo gua bakal kehilangan Alan kalo dia punya doi, gitu? Buat apa?" Lena menatap tajam pada Jehan, merasa jengah dengan pemuda di sampingnya ini. Lena tidak tau apa yang sedang direncanakan oleh Jehan, pemuda itu semakin hari semakin gila saja.
"Kalo gak mau dengerin gua sih gapapa, kalo nyesel jangan nangis." Setelah mengatakan itu Jehan berlalu pergi, tapi sebelumnya Jehan sempat mencubit pelan pipi Lena—sengaja karna Jehan sadar bahwa Alan tengah memperhatikan mereka.
Lena yang dibuat bingung oleh Jehan itu memutuskan untuk masa bodo, terlalu malas untuk memikirkan sesuatu yang menurutnya tidak ada urusan dengannya.
•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•
Alan mengebrak meja dengan keras, menatap tajam pada Jehan yang sempat fokus pada buku yang dibaca.
"Kenapa, Lan?" tanya Jehan sambil menutup buku dan meletakannya di kolong meja.
"Sebenernya lo punya niat apa? Lo udah nolak Lena terus ngapain lo masih ngedeketin dia?" Mendengar kekesalan Alan membuat Jehan tertawa keras—merasa lucu karna sadar jika pemuda yang menatap tajam padanya ini sedang merasa cemburu.
"Oh jadi tadi lo liat gua sama Lena?" tanya Jehan.
"Jawab pertanyaan gua, sialan! Lo punya niat—"
"Buat nyadarin lo sama Lena kalo kalian saling suka!" potong Jehan dengan cepat dan berhasil membuat Alan bungkam. "Lan, lo masih gak mau sadar kalo sebenernya lo naksir Lena? Mau sampai kapan, Lan? Atau jangan-jangan lo pengen gua rebut Lena—"
"Berani rebut Lena, gua patahin tangan lo, bule sialan!" Kini Alan yang memotong ucapan Jehan, ia beri ancaman pada pemuda itu tanpa dirinya sadari.
Jehan mengelengkan kepalanya sambil terkekeh pelan, Jehan tuh aneh sama Alan yang udah jelas-jelas naksir Lena tapi ogah buat ngakuin. Apalagi gak ada pergerakan sama sekali dari Alan, gimana gak bikin Jehan gemes sendiri dan ikut turun tangan.
"Kalo gitu jujur sama gua kalo lo naksir Lena," titah Jehan yang menantang Alan, sengaja agar temannya itu punya keberanian, masa mau bungkam terus, kapan bucinnya coba kalo masih ngumpet di bawah biji.
"Ngomong, anjir! Apa salahnya bilang kalo lo suka Lena, lo naksir temen ribut lo sendiri!" Dari arah belakang Jeje berteriak dengan Ajun yang berjalan di sampingnya.
Alan membalikan badannya, ia beri tatapan datar pada dua temannya yang sekarang malah menatap tajam padanya. "Suka sama Lena, kan? Ngaku aja lo buntelan kentut!" kata Jeje sambil menoel pipi Alan.
"Bukan urusan lo semua," balas Alan dengan sarkas dan kemudian pergi—melarikan diri dari ketiga temannya yang malah membuatnya terpojok itu.
Jika pun memang benar dirinya menyukai Lena, mengapa Alan sendiri masih tidak yakin? Bahkan saat Jehan bertanya pun Alan sangat sulit untuk menjawab, seolah ragu dengan perasaanya sendiri.
"Lan, ke mana?" Alan menghentikan langkahnya saat suara orang yang ia kenali itu terdengar, Alan membalikan tubuhnya dan mendapati Lena yang sedang asik menikmati es krim.
Sebelum berbicara Alan memperhatikan ke sekitar terlebih dahulu, berjaga-jaga takut ketiga temannya ada dan malah kembali memojokannya bersama Lena dengan pertanyaan gila mereka.
"Sasa sama Amel mana?" Alan balas bertanya sambil mendudukan dirinya di samping Lena.
"Kantin," jawab Lena.
"Gua mau." Tanpa menunggu persetujuan dari Lena dirinya langsung menarik tangan Lena dan memasukkan es krim yang yang dipegang oleh Lena ke dalam mulutnya.
Lena membulatkan matanya, dengan cepat Lena menarik paksa tangannya agar es krimnya tidak dihabiskan oleh Alan. "Beli sendiri! Ini punya gua, dibeliin sama Jeje!" kata Lena dengan sebal, tak segan-segan Lena menjauhkan dirinya dari Alan agar es krimnya aman.
"Pelit banget, es krimnya masih banyak itu." Alan bergeser—kembali merapatkan dirinya dengan Lena.
"Apaan sih Lan! Duit jajan lo banyak, beli yang baru napa. Kita udah bukan bocah yang kudu rebutin es krim," ucap Lena yang mendadak terdiam. Alan sempat dibuat bingung, merasa aneh dengan Lena yang mendadak mengubah raut wajahnya. "Kenapa?" tanya Alan.
"Lo jauh-jauh dari gua, tar cewek lo marah." Lena mendorong kasar tubuh Alan agar tidak terlalu dekat dengannya. Lena baru sadar dengan siswi yang sempat bersama Alan tadi.
"Cewek gua? Siapa?" Alan bertanya dengan bingung, raut wajahnya pun terlihat bodoh karna saking bingungnya. Lagian sejak kapan dia punya cewek? Lena tau dari mana gosip tidak benar itu?
Lena mengangguk heboh. "Cewek tadi, yang ngobrol sambil ketawa sama lo," kata Lena menjelaskan.
Alan terdiam, dirinya mulai mengingat-ingat siapa orang yang di maksud oleh Lena itu. Tak lama Alan menghela napas saat ia tidak mengingat apa-apa, otaknya hanya setengah sendok bayi jadi mana bisa ia mengingat siala saja yang bersamanya sedari pagi.
"Siapa pun cewek yang lo maksud, itu gak bener. Gua gak punya cewek—lo cemburu?" Tepat di akhir ucapannya Alan membulatkan matanya, berbicara heboh dengan perasaan senang.
Lena melotot merasa tak terima dengan tuduhan gila dan tidak masuk akal itu. "Waras banget kalo gua harus cemburu, lagian lo siapa gua, cok? Kepedean banget," ucapnya sambil menatap malas pada Alan.
Alan kembali terdiam, perkataan Lena ada benarnya juga. Untuk apa gadis itu cemburu? Mereka tidak memiliki hubungan, bahkan tidak memiliki perasaan—mungkin.
"Abisin nih es krimnya, rasanya mendadak pait."
"Masa iya?"
"Iyalah, rasanya pait karna lo yang terlalu ngarep gua cemburu. Lagian paedahnya buat gua apa coba? Gua suka lo aja kagak."
"Yaudah sih! Gua doain tar cemburu beneran mampus lo," gumam Alan yang ternyata masih didengar oleh Lena. "Gak sudi!"
•.¸♡ Hello, My Dear Enemy ♡¸.•
•.¸♡ Bab 31
•.¸♡ ditulis oleh TiaraAtika4
![](https://img.wattpad.com/cover/358669942-288-k219187.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[01] Hello, My Dear Enemy ✔
Teen FictionStory 01. [ Hello, My Dear Enemy ] By : @girlRin @TiaraAtika4 ▪︎▪︎▪︎▪︎ Alan dan Lena itu seperti air dan minyak, takkan bisa bersatu. Berharap mereka akur sama saja seperti berharap matahari terbit dari barat. Bertemu setiap hari sejak masih kecil...