Oza tak menyangka jika hari ini ia akan dipertemukan kembali dengan sumber luka dimasa kecil nya, padahal ia sudah berusaha keras untuk berlari, menjauh, dan bersembunyi. Tapi ternyata semua itu hanya sia-sia saat kedua bola matanya mendapati sosok pria paruh baya yang memiliki senyum seperti sang kakak berdiri dihadapannya.Tanpa raut wajah bersalah pria itu menyebut dirinya sendiri dengan embel-embel 'Papa', sebutan yang beberapa tahun ini terasa sangat asing terdengar atau bahkan kelu untuk Oza ucapkan.
"Bisa Papa minta waktunya sebentar?
Papa sangat ingin bicara dengan kamu, Oza." Dengan tatapan penuh harap pria itu semakin mendekatkan langkahnya sehingga bisa melihat dengan jelas gadis remaja dihadapannya yang memiliki netra persis seperti mendiang istrinya.Oza takut, panik, dan ingin menangis tapi ia lagi-lagi teringat dengan pesan Faldi. Ia tak boleh lemah dan kembali berlari, ia harus hadapi dengan berani.
"Sepertinya anda salah orang. Saya bukanlah orang yang anda cari." Tukas Oza berusaha tak gentar.
"Papa gak mungkin salah orang, kamu Putri Papa Oza."
Oza mendengus geli nyaris mengekeh mendengar perkataan lemah lembut paruh baya itu. Ah jika Oza ingat lagi dulu sepertinya mereka pernah berpapasan di Sekolahnya, tapi pria itu tak langsung mengenali nya bukan?
Tapi kenapa sekarang berani-berani nya pria itu datang kembali dan mengaku-ngaku jika Oza adalah putrinya?
Jangan bilang jika dia menyelidiki nya?
Sialan!
"Maaf sebelumnya, tapi kedua orang tua saya sudah lama tiada. Jadi lebih baik anda pergi dan jangan pernah kembali lagi." Dingin nada bicara Oza, wajahnya begitu enggan menghadapi Pria tersebut. Sama sekali tak perduli dengan sikap nya yang dinilai tidak sopan.
"Papa tau ada banyak dosa yang Papa lakukan dimasa lalu, tapi Oza ... Papa mohon- beri kesempatan untuk Papa menebus semuanya." paruh baya itu melirih berusaha menggapai tangan Oza namun Oza berhasil menghindar.
"Jangan bersikap seakan-akan kita saling mengenal, bukan kah saya bilang jika kedua orang tua saya telah tiada?!" Oza berseru agak keras lantaran semakin panik dengan sikap berani Papa nya.
Air mata gadis itu bahkan nyaris tumpah merasakan luapan emosional tiada tara, dan entah kenapa suasana di sekitar rumahnya mendadak sepi sehingga Oza kesulitan meminta pertolongan pada orang-orang disekitar.
"Oza... Papa minta maaf, Papa janji akan perbaiki semuanya-"
"Cukup! Jangan berbicara lagi, saya bukan putri anda atau orang yang anda kenal. Jadi berhenti, jangan ganggu, pergilah... " Air mata Oza jatuh membasahi kedua pipi nya, dadanya terasa sangat sesak.
"Nak..."
Kedua kaki gadis itu perlahan melangkah mundur sambil menggeleng pelan berkali-kali ketika Papa nya berupaya kembali menggapai tangannya. Dalam hati ia terus merapalkan doa agar siapapun bisa menolong nya, membawanya pergi dari hadapan pria bajingan yang telah mencampakkan keluarganya sendiri.
Tiiiinnnnn....
Tiiiinnnnn.....
Suara klakson kendaraan yang terdengar nyaring kontan menarik perhatian kedua manusia itu, seorang pria dengan kendaraan roda dua yang ditumpangi nya datang dengan raut wajah penuh amarah. Oza yang semula agak terkejut dengan kedatangan abang nya langsung mendesah lega dan berlari kearah pria itu tuk meminta perlindungan.
"Abang... " tangan dingin Oza lantas memegang satu lengan Faldi sambil sedikit meremas nya.
"Tenang ya, tenang, gue udah disini. Jangan takut, oke?" Oza mengangguk pelan dengan ekspresi pias, sementara Faldi yang mendapati Oza begitu nampak mengkhawatirkan mencoba menahan diri untuk tidak langsung menerjang pria paruh baya yang ternyata semakin berani mendatangi kediaman nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Steal My Girl
JugendliteraturOza nama nya, gadis manis pemilik lesung pipi yang menarik perhatian Steven- kapten basket yang terkenal angkuh dan dingin ~~~~ Dua bulan menjadi siswa baru awalanya biasa saja, tak ada yang spesial bagi Oza. Ia tak cantik, dandanan nya sederhana t...