Oza memegang erat tas ransel pria yang tengah mengendarai motor yang di tumpanginya dengan bibir mengerucut, kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri ketika mereka sudah jauh pergi dari area Sekolahnya. Bukan kah pria itu ingin mengatakan sesuatu kepadanya? Kenapa mereka tidak kunjung berhenti juga?
Perlahan gadis itu sedikit mencondongkan tubuhnya, aman tidak menempel sebab ada tas pria itu dan tangan Oza yang menjadi penghalang jadi tubuh mereka tidak akan bersilaturahmi.
Tuk...
Tuk...
Oza mengetuk helm full face Steven demi menarik atensi pria itu, Steven melambatkan laju motornya sambil melirik kearah spionnya dengan kaca helm yang ia buka, melirik gadis di belakangnya.
"Kak! Katanya mau ngomong sesuatu tadi?!" dengan nada suara yang sedikit mengeras Oza bertanya kepada Steven
Steven mendengar itu namun tidak menjawab sebab percuma suaranya pasti akan teredam helm dan angin yang berhembus, jadilah ia hanya mengangguk saja dan kembali melajukan motornya sedikit lebih cepat. Membuat Oza keheranan dengan tindakan Steven yang tidak memberi breifing dulu sebelum mereka pergi
"Ish! Gue mau di bawa kemana sih? Awas aja kalau dia macem-macem, gua semprot sama cairan cabe yang di kasih bang Faldi di dalem tas." gerutu Oza dengan ekspresi wajah yang terlihat menggemaskan dan kedua tangannya bersidekap, tak lagi berpegangan di tas Steven
Memang sangat menantang maut bocah satu itu!
Steven yang melihat tindakan Oza dari kaca spionnya seketika tersenyum miring, ide jahil langsung melintas di fikirannya. Tidak kalok juga ternyata!
Pria itu menggeber-geber gas motor miliknya lalu menarik sekali hentakan sampai membuat Oza kontan terpekik keras dan memeluk erat tas milik Steven,
"Waaaaa!!!"
Nyaris saja, nyaris ia terjatuh untuk kedua kalinya berkat ulah gila kakak kelasnya satu ini. Benar-benar kurang ajar, apa dia fikir Oza ini kucing punya sembilan nyawa? Buset!
Geram, gadis itu pun memukul belakang helm Steven dengan keras sementara jantungnya masih berdetak amat kuat berkat insiden beberapa detik lalu.
Plak!
"Tuman!" Oza menukas dengan sorot mata membunuh, bak ibu-ibu yang tengah memarahi anaknya yang pulang main ke sorean
Kepala Steven sampai maju kedepan, pria itu tak marah malah terkekeh tanpa suara mendengar ucapan Oza barusan. Ia tak memiliki niat jahat, hanya ingin memberi peringatan kepada gadis itu agar tidak melepas pegangannya. Di sela-sela gerutuan Oza satu tangan Steven terulur kebelakang, menarik satu tangan gadis itu untuk berpegangan ke jaket yang di kenakannya, dan yang satunya lagi.
Dengan begitu akan lebih aman, daripada berpegangan dengan tas ransel nya. Steven bukannya modus tapi ini demi kebaikan gadis itu. Tapi tidak tahukah tindakannya malah membuat Oza seketika mematung dengan mata terpaku menatap kedua tangannya yang bertengger di jaket pria itu.
Cerocosan gadis itu menghilang berganti dengan suara debaran jantungnya yang bisa ia dengar sendiri, kali ini suaranya berbeda dari saat ia terkejut tadi. Dan ketika ia hendak melepas pegangannya, pria itu menahan tangannya lalu menggelengkan kepalanya singkat sebelum melajukan motornya lebih cepat. Oza pasrah
Kedua pipi nya sudah memerah padam.
.
.
.
.
.
Tak memakan waktu lama mereka pun tiba di sebuah toko buku langganan Steven, bangunan nya tidak besar dan tidak mewah seperti toko buku lainnya. Sederhana dan tak banyak pengunjung juga, Steven suka suasana yang seperti itu. Cocok untuk membaca buku, apalagi pengunjung dipersilakan juga menggunakan ruangan yang disediakan untuk belajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Steal My Girl
Fiksi RemajaOza nama nya, gadis manis pemilik lesung pipi yang menarik perhatian Steven- kapten basket yang terkenal angkuh dan dingin ~~~~ Dua bulan menjadi siswa baru awalanya biasa saja, tak ada yang spesial bagi Oza. Ia tak cantik, dandanan nya sederhana t...