Tepat jam tiga pagi terdengar suara sirine ambulan. Mula-mula Kila beranggapan bahwa suara tersebut suara dari jalan raya yang terdengar sampai rumahnya. Namun lama kelamaan suara tersebut semakin keras seperti lebih dekat menuju rumahnya.
Kila tetap tidak peduli. Selepas solat tahajud, ia memutuskan untuk membaca Alqur'an. Namun tiba-tiba keramaian datang menuju rumahnya. Suara tangisan adiknya pecah membuat Kila buru-buru melepas mukenanya dan melihat apa yang terjadi.
Ketika ia keluar ruangan, ia melihat pria yang ia benci, yang notabennya adalah ayahnya terbaring lemah tak bernyawa di ruang keluarga.
"Kakakk, Bapak kak... B-bapak meninggal" tangisan Hila pecah begitu saja. Bagaimanapun juga Hila sangat dekat dengan ayahnya. Anak itu masih kecil, sehingga ia tak tau menahu apapun mengenai apa yang terjadi. Yang ia tau, ia menyayangi ayahnya serta semua keluarganya.
Kila terbengong tak percaya. Apakah ini akibat dari ucapan ucapannya? Jika iya, Kila tidak bermaksud seperti ini. Kila tau, seberapa bajingan ayahnya, ia pun tetap menyayangi anak-anaknya walau caranya salah.
Lagi-lagi pikiran jahatnya kembali mengambil alih. Kila tersenyum miring tanpa ada yang melihatnya seorangpun. Kila mengusap-usap kepala adiknya yang tengah menangis di pelukannya. Bukannya bagus manusia itu pergi? Setidaknya beban hati Kila berkurang bukan?
Yang perlu ia lakukan setelah ini adalah ia harus bekerja keras membantu ibunya untuk mencukupi kebutuhan mereka. Karena bagaimanapun juga tulang punggung keluarganya kini telah tiada.
"Warga menemukannya tertimpa pohon tumbang di jalan. Saat sampai dirumah sakit nyawanya sudah tak tertolong" jelas salah satu pengantar jenazah saat ditanya oleh RT ditempat Kila.
"Kila, apakah ucapan kita terlalu keterlaluan? K-kenapa Mama merasa bersalah? Apakah ini karena ucapan kita sebelumnya?" Ibu Kila pun sama terbengonnya dengan Kila. Ia menatap kosong ke arah suaminya yang saat ini sedang di bungkus kain kafan.
"Tidak! Ini semua sudah takdir Ma... Mama jangan menyalahkan diri sendiri" kata Kila memeluk ibunya untuk memberikan keyakinan padanya.
Prosesi pemakaman sedang dilakukan setelah jenazah di solatkan. Orang-orang yang Kila kenal dan tidak kenal pun berbondong-bondong untuk bertaziah. Kebanyakan teman-teman ayahnya juga teman-teman Kila sendiri. Baik teman kelas saat ini, maupun kelas pada waktu SMP dahulu.Mereka mengatakan turut berdukacita atas kepergian ayah Kila.
"Kilaaa, kamu yang sabar ya... Jangan sedih" kata Karmila memeluk Kila yang tampak sedang memikirkan sesuatu. Kenapa hatinya resah? Apakah dia merasa kehilangan? Atau dia menyesal dengan perkataannya sebelumnya?
"Iya Karmila, gak sedih kok" balas Kila dengan suara lirihnya.
Karmila terus menemani temannya itu dan menghiburnya agar temannya tak sedih. Karmila juga menghibur adik Kila agar anak itu teralihkan dengan kesedihannya.
Karmila merasa saat ini aura Kila begitu berbeda dengan hari biasanya. Tatapannya datar dan dingin, kulkas pun akan kalah dengan tatapan dingin Kila. Sesekali anak itu terlihat menghela nafas. Entah apa yang sedang ia pikirkan.
"Kila, kamu lagi mikirin apa?" Tanya Karmila membuyarkan lamunan Kila.
"Mm, tidak ada" balas Kila segera merubah ekpresinya.
Tampak atasan dari Fakultas Pertanian beserta beberapa karyawan turut serta bertaziah di rumah Kila. Guru-guru pun datang bersamaan dengan mereka semua untuk mengucapkan turut berdukacita atas meninggalnya ayah Kila.
Satu persatu dari mereka mengusap kepala Kila serta adiknya dengan memberikan kata untuk tetap semangat menjalani hari walaupun ayahnya telah tiada.
"Kamu yang tabah ya nak ya..." Kata Bu Tina sambil memeluk Kila. Ia adalah pimpinan dibagian kepegawaian Fakultas Pertanian. Kila hanya mengangguk saja untuk mengiyakan.
"Kila tetap semangat ya! Kamu sudah saya anggap seperti anak saya sendiri kok... Kalau ada apa apa bilang aja sama saya" kata pak Danu sambil mengusap kepala Kila.
"Nggih pak maturnuwun" (iya pak terimakasih) kata Kila tersenyum tipis. Memang selama ia berada di laboratorium Fakultas Pertanian, Pak Danu selalu memperlakukannya layaknya putrinya. Dan Kila sangat amat beruntung dapat bertemu orang-orang baik di Fakultas Pertanian.
Sedikit demi sedikit orang yang bertaziah pun pulang. Tersisalah Karmila dan Kila yang tengah mengobrol saat ini.
"Kila, kok tadi aku ga lihat pak Jono, Pak Rahman, Bu Hani, pak Bandi, dan pak Arif ya?" Tanya Karmila merasa tak melihat salah satu dari mereka. Kila mengendikkan bahunya acuh tanda tak tahu.
"Ah kamu mah ga asik, emangnya kamu gak kangen sama ayangmu apa" ledek Karmila yang sukses membuat Kila menahan senyumnya. Ia tebak pasti Kila akan mendumel kesal setelahnya.
"Apasih Mila! Aku ga punya ayang tau! Ga usah ngawur deh" kata Kila sambil memutar bola matanya malas.
"Masa sih... Terus itu Maman?" Karmila semakin gencar meledek Kila.
"Diam! Dahlah males, kamu mah bahas Maman terus, cape aku tuh" kata Kila sambil menyandarkan bahunya di kursi.
Karmila terkikik senang melihat temannya berhasil ia ledek. Menyenangkan sekali meledek Kila dan membuat anak itu kesal.
"Kamu pulang sama siapa nanti?" Tanya Kila
"Sama ayahanda, tapi kayaknya nanti deh habis Dzuhuran, padahal kan aku mau ngambis" kata Karmila menunjukkan muka sedihnya.
"Biar pamanku aja yang ngantarin kamu ya..." Kata Kila kasihan melihat temannya harus menunggu Dzuhur yang masih terbilang lama.
"Ga usah Kila... Aku nunggu ayahanda aja" kata Karmila tak enak. Padahal mah dia mau mau aja diantar paman Kila agar cepat sampai rumah dan segera menyicil tugas-tugasnya.
"Pamannn" panggil Kila kepada pamannya yang tengah berbincang dengan pamannya yang lain.
"Dibilang ga usah Kila..." Karmila berbisik yang tak mau Kila dengarkan.
"Paman yang mana Kil? Kita semua kan pamanmu..." Tanya Paman Kila yang diketahui bernama Handi mewakili pertanyaan paman Kila yang lain.
"Siapapun lah... Tolong antarkan temanku pulang ya..." Pinta Kila kepada para pamannya.
"Pulang kemana Kil?" Tanya Paman Kila yang bernama Darmin.
" Ke desa Kober" jawab Kila
"Ya udah biar Paman aja, Kober gak jauh banget kok" akhirnya paman Kila yang dari tadi menyimak yaitu Paman Hanif bersedia mengantarkan teman Kila.
Hanif merupakan paman yang paling dekat dengan Kila setelah Paman Handi. Semenjak Paman Handi ikut istrinya ke Brebes, Paman Hanif lah yang selalu menolong Kila. Baik menjemput Kila saat pulang sekolah/PKL ataupun hal lainnya.
Akhirnya Karmila pulang diantar Paman Hanif dan Kila memutuskan untuk bermanja-manja dengan Paman Handi yang ia rindukan. Pamannya yang satu itu sudah lama tidak berkunjung ke rumah Kila.
Handi mengelus sayang kepala keponakannya yang sudah menginjak usia remaja tersebut. Perasaan dulu keponakannya masih balita yang menggemaskan. Yang tidak banyak minta dan mandiri. Handi selalu memanjakan Kila, namun Kila merupakan anak yang baik. Walaupun ia dimanjakan oleh pamannya, ia tak pernah ngelunjak.
"Kamu gapapa kan Kil?" Tanya Handi kepada Kila yang sedang berbaring di pahanya sambil memejamkan matanya. Kila menggelengkan kepalanya tanda ia baik-baik saja.
Sepertinya keponakannya itu selama ini kurang tidur. Dilihat dari kantong matanya yang hampir seperti panda. Ia tahu betul bagaimana hubungan Kila dan almarhum ayahnya. Ia juga kerap tak setuju dengan perbuatan ayah Kila yang se enaknya. Seandainya sewaktu kejadian yang seharusnya tak menimpa Kila ia berada di sana ia pun akan menghajar kakak iparnya tersebut. Namun ia tak bisa melakukan apapun untuk membantu keponakannya dikarenakan jarak daerahnya yang jauh.
~Ren Ofii~
Dipublikasikan pada
Sabtu, 20 Januari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalani Saja [TAMAT]
Teen FictionMenceritakan kehidupan anak SMK dengan Lika-liku kehidupannya. Syakila Khaira Aisyah, siswa SMKN 2 Jayakuta. Banyak rahasia tersembunyi dibalik cerianya seseorang yang akrab dipanggil Kila. Kila jatuh hati pada seseorang di tempat ia melaksanakan pr...