67

12 0 0
                                    

Entah bagaimana jalannya, wanita tua itu bisa bebas dari penjara. Bagaimana? Tentu saja dengan uang yang keluarga mereka miliki dia bisa bebas dengan mudah. Itu yang kalian pikirkan bukan?

Nyatanya Omar berusaha keras agar istrinya selamat dari hukuman pengadilan. Bagaimanapun juga Helena adalah orang yang sangat Omar cintai. Meski telah bebas rasanya Helena lebih baik di penjara saja saat melihat keadaan putranya yang tak memiliki semangat hidup. Pandangannya kosong, ekspresinya datar dan tubuhnya tak terawat sama sekali.

Sudah satu Minggu putranya seperti itu. Tak mau makan, dan tak pernah tidur. Jika malam hari ia akan terbengong di balkon kamarnya sambil melihat bintang yang gemerlapan. Rasa sedih itu begitu terlihat di matanya.

"Khalid, makanlah... Sudah berapa hari kamu gak makan nak?" Helena membawakan piring berisi makanan dan membujuk putranya makan.

"Pergi! Gak sudi saya melihat wajah anda!" Sinis Khalid. Helena mencoba bersabar karena yang menyebabkan Khalid seperti itu adalah dirinya sendiri.

"Kamu mau Putrimu?" Nanti Mama ambil dia buat kamu, tapi tolong makanlah sedikit" kata Helena

"Dia bukan barang yang bisa di ambil gitu aja. Anda jangan coba-coba mengusik dia" nada bicara Khalid masih terdengar sinis. Helena hanya bisa menghela nafas saja.

"Mama taruh di nakas ya..." Setelah mengatakan itu Helena membiarkan putranya untuk menyendiri. Ia berjalan menuju suaminya untuk meminta bantuannya.

"Pa... Apa kita harus membawa anak itu kesini lagi agar anak kita mau makan?" Helena merasa sedih dan takut kalau putranya mati konyol hanya karena tidak makan dan tidak tidur.

"Silahkan lakukan sendiri, Aku tidak ingin ikut campur. Lagipula jika memang iya, pasti anak itu gak akan pernah lagi ingin kembali" kata Omar sinis masih ingat apa yang dilakukan Helena kepada cucunya.

Kalau boleh jujur Omar merasa sangat senang mengetahui putranya memiliki seorang anak. Apalagi anaknya begitu manis dan ceria. Rasanya ruang kosong di hati Omar kembali terisi hanya dengan melihat darah daging Khalid. Tapi karena Helena, semuanya kacau. Belum sempat Omar mendekatkan diri dengan cucunya,malah cucunya langsung pergi gara-gara kejadian itu.

Sementara itu di Purwokerto, Kila, Rahman dan Johan sedang pergi ke salah satu wisata di Baturraden. Johan sangat senang menikmati ketenangan alam ini. Dia benar-benar merasa betah di sini daripada di Jakarta.

"Kita cipratin dia" Kila berbisik di telinga Rahman. Pria itu tersenyum miring dan menganggukkan kepala menyetujui ide Kila.

"Yakk,.Kena kau hahahah" Kila dan Rahman berhasil membuat tubuh Johan basah kuyup. Johan memandang datar kedua kekasih menyebalkan yang melarikan diri darinya setelah membuatnya basah kuyup. Mereka berdua tertawa puas berhasil membuat Johan kesal.

Dengan sebal Johan berlari keluar dari air terjun dan mengejar Rahman dan Kila. Awas saja mereka berdua tidak akan Johan ampuni.

"Awas ya kalian berdua! Jangan lari!!!" Johan mengejar mereka

"Ahaha ayo Man lari ada banteng China ngamuk " Rahman dan Kila berlari dengan tawa mereka yang terlihat bahagia.

"Dasar kalian menyebalkan!" Johan berhenti karena lelah mengejar mereka.

"Yahaha kak Johan payah, masa baru segitu udah engap " Kila menghampiri Johan sambil menunjukkan jempolnya yang mengarah ke bawah.

"Tapi saya juga engap sih Kil, lari lari sama kamu" Rahman terengah-engah dan memegang pundak Kila dari belakang.

"Idiw faktor U" ejek Kila dan menertawakan Rahman yang mendengus kesal.

"Nakal banget sih kamu dek" Rahman menjewer telinga Kila dengan gemas.

"Ih KDRT kamu, nanti saya laporkan ke pihak berwajib loh" Kila mengusap-usap telinganya yang dijewer Rahman

"Tutu sayang..." Rahman ikut mengusap-usap telinganya Kila yang habis di jewernya.

"Maaf ya..." Rahman meminta maaf kepada Kila telah menjewer anak itu.

"Ekhem! Tolong ya kalian jangan buat saya iri" sindir Johan

"Diiih, baper sendiri marah sendiri" ejek Kila

Mereka asik mengunjungi wisata wisata di Purwokerto karena Johan sangat ingin tau wisata di Purwokerto. Alamnya masih segar dan membuat siapapun betah tinggal didalamnya.

Di lain tempat, Helena menggeram frustasi karena ia tak bisa menemukan informasi apapun tentang Anak itu. Seakan jejaknya hilang begitu saja. Rasa penyesalan itu datang ketika putranya benar-benar membencinya. Entah apa yang harus dia lakukan agar putranya memaafkannya.

"Gak mungkin tiba-tiba data anak itu hilang begitu saja kan? Pasti ini ada campur tangan orang lain" Helena marah kepada suruhannya yang tak becus itu. Percuma saja ia bayar tinggi tinggi jika hasilnya seperti ini.

Helena menghembuskan nafasnya dengan kasar. Biasanya sangat mudah bagi Helena untuk mendapatkan informasi tentang seseorang. Tapi kali ini begitu susah seakan semuanya hilang begitu saja.

Omar menghela nafas lelah. Ia tak tega melihat putranya yang diam terus di balkon kamarnya dengan pandangan kosong. Ia tak sanggup melihat putranya seperti itu. Dia perlahan meninggalkan kamar Khalid dan pergi entah kemana. Yang jelas ia ingin melakukan sesuatu untuk membuat putranya kembali bersemangat.

"Saya tau kok kalau kamu yang menghilangkan semua informasi cucu saya" pria tua itu berbicara dengan seseorang di telepon sambil menyetir.

"...."

"Saya tidak peduli, saya tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian beberapa waktu lalu. Siapa kamu berhak menentukan apakah saya boleh bertemu dengan cucu saya atau tidak" Omar berkata dengan nada dinginnya. Dia akui lawan bicaranya ini pintar juga dalam hal ini.

"...."

"Terserah, saya mau kesana. Apapun yang kamu lakukan saya pasti akan menemukan cucu saya" pria itu menatika telponnya. Dia fokus menatap jalan di depannya agar bisa bertemu dengan cucunya.

Omar benar-benar nekat tanpa memberitahu siapapun dan pergi ke Purwokerto sendirian. Demi putranya dia rela berbuat apapun. Dia juga berdoa semoga dia selamat sampai tujuan dan bisa membujuk cucunya untuk menemui Khalid walau hanya sebentar saja.

Disisi lain Johan, Jono dan Rahman sedang merencanakan sesuatu agar Omar tak dapat menemukan keberadaan mereka. Ya, dalang di balik hilangnya semua informasi tentang Kila adalah Johan. Siapa dia hingga bisa sekuasa itu dan membuat keluarga Danuarta tak berdaya?

Omar sampai di rumah yang diketahui rumah Ayah tiri cucunya. Dia turun dari mobilnya dan mengetuk pintu. Tak ada seorangpun yang keluar dari rumah itu. Setelah ketukan ketiga baru ada suara dan seorang perempuan keluar dari rumah tersebut.

Omar mengernyitkan dahinya merasa asing dengan perempuan di depannya. Jika benar ini rumah Jono yang notabennya adalah Ayah tiri Kila pasti yang keluar adalah Humaira. Tapi seingatnya Humaira parasnya tak seperti itu.

"Apakah benar ini rumah Adijono Rakaharjo?" Tanya Omar ragu

"Waduh, maaf pak. Mungkin Anda salah alamat. Ini rumah saya dan suami saya" perempuan itu tertawa kecil

"Menurut informasi yang saya dapat ini adalah rumah Adijono Rakaharjo" Omar menyangkal perkataan perempuan di depannya.

"Maaf Pak, ini rumah Kenza Abdillah. Suami saya" wanita mencoba meyakinkan.

"Ah baiklah, kalau begitu saya permisi" Omar meninggalkan rumah itu dengan ragu-ragu.  Ia masuk ke mobil dan memukul setirnya dengan keras.

"Apapun yang kau lakukan, pasti saya bisa menemukan cucu Saya" Omar rasanya ingin memukul Johan yang telah ikut campur urusan keluarga Danuarta. Ia menghidupkan mesin mobilnya dan mengelilingi kota Purwokerto berharap menemukan cucunya. Namun, apa yang dia lakukan hanya sia-sia saja. Ia memutuskan untuk mencari hotel untuk dia tinggal sementara.

~RenOfii~

Dipublikasikan pada
Kamis, 1 Februari 2024

Jalani Saja [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang