Pagi ini Omar memutuskan untuk mencari udara segar. Ia stress juga tak dapat menemukan cucunya. Tapi ia sadar kalau putranya jauh lebih stress dari dirinya karena dipisahkan dengan anaknya sendiri. Padahal ini sudah satu Minggu dia Purwokerto, tapi ia sama sekali tak menemukan keberadaan cucunya sama sekali.
Omar mengendarai mobilnya menuju taman Mas Kemambang. Ia duduk di salah satu bangku taman tersebut dan memandangi anak-anak kecil itu dengan senang. Namun senyumnya luntur mengingat ia tak pernah mendapatkan momen momong cucu seperti itu. Itu semua karena ke egoisan istrinya.
Ia menyapu pandangannya ke sekitar dan matanya terfokus kepada salah satu objek di sana. Ia tak salah liat dan tak salah ingat bukan? Itu seperti Kila, gadis yang tengah tertawa terbahak-bahak bersama teman-temannya. Omar terbengong sejenak memastikan apakah ini hanya halusinasinya atau memang kenyataannya Kila berada di sana.
Omar mulai bangkit dan menghampiri ke empat anak muda tersebut yang sedang sibuk bercanda ria. Ia berjalan dengan tergesa-gesa takut Kila kembali menghilang.
"Syakila..." Panggil Omar sambil terengah-engah. Kila yang tadinya sibuk tertawa mulai menghentikan tawanya dan menatap ke arah suara yang memanggil namanya.
"Papanya Papa?" Beo Kila membuat Rama, Tama dan Afif memutar bola matanya jengah. Apa susahnya bilang kakek sih...
"Opa" ralat Omar mendengar kepolosan cucunya itu. Ia juga agak sedikit sedih cucunya tak mau memanggilnya kakek atau sejenisnya.
"Aaaa... Emmm, kok Opa di sini? Belum puas setelah kejadian hari itu? Apa kalian masih ingin melihat Kila mati? Apa salah saya sama kalian?" Kata Kila dingin
Omar langsung memeluk cucunya tak sanggup mendengarkan lagi kata kata penuh kebencian darinya. Ia tak berniat membunuh cucunya. Ia bahkan sama sekali tak terlibat dengan perbuatan Helena.
"Jangan ngomong seperti itu nak... Opa sama sekali gak berniat seperti itu... Maafin Oma mu ya... Dia khilaf" Omar mencoba membujuk Kila. Namun anak itu malah dengan kasar melepaskan Omar yang memeluknya.
"Gak akan pernah!" Pandangan Kila mulai berapi-api mengingat kejadian dimana Helena menembaknya dengan kejam.
"Baiklah, Opa gak memaksa kamu untuk memaafkan Oma kok. Opa cuma minta sama kamu... Kalau memang kamu gak mau kembali ke sana lagi, tolong temui Papamu sebentar saja. Beberapa Minggu dia tidak makan , tidak minum dan tidak tidur... Keadaannya seperti mayat hidup" Omar berkaca-kaca sangat memohon kepada Kila. Ia benar-benar tak sanggup melihat keadaan putranya yang tampak seperti akan setor nyawa.
Melihat kakeknya yang sangat memohon kepadanya membuat Kila tak tega. Bagaimanapun juga memang Omar ini tidak ada sangkut pautnya dengan perbuatan Helena.
"Kila!" Rahman panik melihat Kila berbicara dengan Omar. Buru buru Rahman menghampiri mereka dan menarik Kila ke belakangnya.
"Kalian kok bawa dia kesini sih! Sudah saya bilang, kalau main jangan jauh-jauh " Rahman memarahi Rama , Tama dan juga Afif.
"Ya pangapurane lah... Emange ngapa sih" (Ya maaf lah, memangnya kenapa sih?") Tanya Tama heran dengan keluarga Kila yang dari kemarin memberi wejangan untuk tetap waspada.
"Udah tanyanya nanti aja, kalian pulang aja sana. Saya mau bawa Kila pulang" Rahman menarik tangan Kila saking paniknya melihat Omar.
"Demi Papamu nak!! Temui dia sekali saja!" Teriak Omar tanpa berniat mengejarnya. Percuma saja mengejar cucunya itu. Orang-orang yang dekat dengannya tak akan membiarkan Kila jatuh kembali ke.tangan keluarga Danuarta.
"Ga usah di dengerin" kata Rahman sambil menutup telinga Kila lembut agar tak mendengarkan ucapan Omar. Kila mengangguk saja menurut. Lagipula ia tak ingin kembali lagi ke Jakarta yang laknat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalani Saja [TAMAT]
Novela JuvenilMenceritakan kehidupan anak SMK dengan Lika-liku kehidupannya. Syakila Khaira Aisyah, siswa SMKN 2 Jayakuta. Banyak rahasia tersembunyi dibalik cerianya seseorang yang akrab dipanggil Kila. Kila jatuh hati pada seseorang di tempat ia melaksanakan pr...