Pagi ini Raden tengah mencari perhatian kakaknya yang sibuk dengan laptopnya. Anak laki-laki berusia sepuluh tahun itu sedang merengek agar kakaknya membatalkan kepergiannya.
"Kak... Jangan pergi.... Nanti yang ngajarin matematika Raden siapa?" Raden terus membujuk kakaknya. Ia benar-benar tak rela jika kakaknya itu pergi jauh darinya.
"Kan bisa chat kakak, Raden... Gitu aja ribet" gumam Kila tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptop.
Jono yang juga kebetulan ingin duduk di ruang tamu pun mendengar rengekan putranya. Raden sudah sangat bergantung pada Kila, bagaimana mungkin nanti putranya akan menjalani hari tanpa kakaknya.
"Ayah... Bilangin kakak biar gak jadi pergi" Raden menghampiri Ayahnya dan menunjuk-nunjuk kakaknya.
Jono menghela nafas lelah. Jika ia bisa, sudah dari kemarin Kila membatalkan keputusannya. Tekad anak itu sudah bulat ingin pergi. Bagaimana ia akan menghentikannya? Apa dia harus menjelaskan semuanya ke Rahman? Tapi ia tak boleh terlalu ikut campur dalam urusan percintaan Kila, walaupun dia ingin.
Opsi kedua adalah Jono harus meminta paman-paman Kila untuk membujuk Kila. Tapi apakah mereka punya waktu? Terakhir ia menghubungi Darmin, pria itu sedang sibuk karena banyaknya pesanan perabotan kantor seperti meja dan kursi. Hanif pun sedang sibuk mengerjakan proyek di daerah Arcawinangun. Sedangkan Handi, ia juga sibuk mengembangkan bisnis bakso malang.
"Kila... Kamu beneran mau pergi?" Tanya Jono untuk memastikan sekali lagi. Kila mengangguk pasrah. Dia memang harus pergi daripada harus melihat Rahman memandangnya penuh harap, penuh luka, dan penuh benci.
"Ga mau ngungkapin perasaan kamu yang sebenarnya?" Tanya Jono
"Ngga PakJun... Cerewet banget sih!" Kila kesal dari kemarin Jono bertanya seperti itu berulang-ulang.
"Ya kan, siapa tau Rahman mau ngerti Kil... Ayah juga maunya yang terbaik buat kamu..." Jono mencoba kembali untuk membujuk putrinya.
"Ayah... Dengerin Kila. Kalau misal Kila ngungkapin perasaan Kila yang sebenarnya, nanti dia akan semakin berharap. Sedangkan Kila, masih banyak yang harus Kila capai Yah... Laki-laki seumuran dia bukan waktunya untuk pacar pacaran lagi. Dia pasti menginginkan sebuah komitmen yang serius jika berhubungan. Sedangkan Kila sama sekali belum siap untuk diajak berkomitmen. Tolong ayah ngertiin Kila... Kalau bisa cariin aja orang lain untuk Maman... Kila ikhlas" kata Kila mencoba menjelaskan kepada ayahnya.
Jono menganggukkan kepalanya sambil memikirkan apa yang dikatakan putrinya barusan. Ahaha ikhlas... Pasti dalam hati anak itu menjerit tak ikhlas. Jono heran kenapa ada orang seperti Kila. Apa-apanya selalu dipikirkan dengan kritis. Dia juga selalu mengutamakan orang lain dibandingkan dirinya sendiri.
"Oke Ayah ngerti... Ayah doakan yang terbaik untuk Kila. Ayah izinkan kamu pergi ke Yogyakarta. Jaga diri baik-baik disana" Jono menepuk-nepuk bahu Kila memberikan semangat.
"Yah... Kok malah di izinkan!" Raden kesal kepada Ayahnya. Dia sana sekali tak ingin kakaknya pergi jauh darinya. Ia masih ingin menghabiskan banyak waktu bersama kakaknya. Tapi hatinya merasa sedih saat kakaknya benar-benar ingin pergi.
"Raden... Dengerin Ayah. Kakak pergi kan untuk bekerja disana. Kakak udah besar, jadi harus bisa mencari penghasilan sendiri. Nanti kalau Raden udah gede, Raden juga kaya kakak... Nantinya Raden juga akan bekerja di suatu tempat" Jono memberikan pengertian kepada putranya. Namun anak itu memutar bola matanya malas. Ia sudah tau kakaknya pergi karena Rahman. Raden harus memberi pelajaran kepada omnya itu.
Raden mengepalkan tangannya penuh kemarahan saat membayangkan wajah Rahman. Gara-gara Rahman, kakaknya harus pergi. Entah apa yang laki-laki dewasa itu lakukan kepada kakaknya.
Kila melirik Raden yang sepertinya sedang diselimuti amarah yang menggebu. Tatapan matanya penuh kebencian, namun bukan ditujukan untuk dirinya maupun ayahnya.
"Raden... Ga baik kaya gitu... Jangan macem-macem kamu" Kila menegur sikap Raden yang sama sekali tak enak dipandang.
"Bodo amat kak! Raden akan kasih dia pelajaran karena membuat kakak pergi!" Raden tak mau dibantah. Anak itu benar-benar ingin membalas Rahman.
"Jangan dek.... Kakak mohon... Sekali aja kakak minta sama kamu, jangan bilang apapun tentang kakak ke dia. Kalau kamu ingin membalasnya, cukup tutup mulut aja kalau kakak pergi dari Purwokerto" kata Kila memohon kepada adiknya.
"Nggak.... Raden mau nyalahin dia karena kakak pergi!" Anak itu sudah tak terkontrol lagi kemarahannya. Kila menghela nafas lelah. Masalah baru lagi, adiknya ini benar-benar akan merusak semua rencananya.
"Kalau Raden lakukan itu... Kakak gak akan pernah pulang" terpaksa Kila mengancam adiknya. Jika tidak seperti ini Raden pasti nekat.
Ancaman Kila tentu membuat Raden takut. Merelakan kakaknya pergi saja ia tak bisa. Apalagi kalau kakaknya tak pernah pulang... Mau jadi apa Raden nanti
"J-jangan kak... Kakak tau kan kalau Raden sayang sama kakak. Oke oke Raden gak akan macem-macem sama om Rahman. Raden ga bakal buka mulut tentang kakak yang pergi ke Yogyakarta" Raden membujuk kakaknya agar kakaknya menarik ancamannya.
"Nah gitu dong... Baru adek kakak" setelah mengatakan itu Kila kembali fokus ke laptopnya. Bosnya sudah mengurus keperluannya di Yogyakarta. Dia diberikan rumah dinas untuk Kila tinggali saat bekerja di Yogyakarta. Selain rumah, Kila juga diberikan fasilitas motor untuk bekerja ke kantor. Tadinya mobil, tapi Kila membujuk bosnya agar motor saja. Soalnya Kila belum bisa mengendarai mobil.
Malam ini Kila sedang melakukan video call dengan Karmila, Rama, Afif dan Tama. Ia tak harus menyembunyikan kepergiannya kepada teman-temannya. Ia percaya teman-temannya bisa menjaga hal ini.
"Yah... Beneran kamu mau ke Yogyakarta Kil?" Tanya Karmila di seberang sana
"Wagu lah.... Masa Bu kenet ora neng Purwokerto...."(Gak asik lah... Masa Bu kenet gak di Purwokerto...) Tama terlihat tak suka mendengar temannya akan pergi ke luar kota.
"Serius... Bos nyuruh aku langsung kerja dikantor aja biar gak ribet katanya" kata Kila
"Ya gapapa sih Kil... Asal gak lupain kita aja nantinya" kata Rama setuju kalau Kila pergi ke Yogyakarta untuk memudahkan pekerjaannya.
"Bener tuh... Jangan lupa pulang... Nanti kalau pulang gas Mabar... Ya gak Ram?" Afif menimpali
"Yoi" Rama menjawab Afif.
"Pokoknya jaga diri disana ya Kil... Kita disini gak akan buka suara ke siapapun kok" kata Karmila yang juga mulai berteman dengan teman-teman Kila.
"Sip makasih kalian... Dah..." Kila mematikan sambungan video callnya. Ia bisa lega setelah semuanya mendukungnya pergi ke Yogyakarta.
~Ren Ofii~
Dipublikasikan pada
Kamis, 25 Januari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalani Saja [TAMAT]
Teen FictionMenceritakan kehidupan anak SMK dengan Lika-liku kehidupannya. Syakila Khaira Aisyah, siswa SMKN 2 Jayakuta. Banyak rahasia tersembunyi dibalik cerianya seseorang yang akrab dipanggil Kila. Kila jatuh hati pada seseorang di tempat ia melaksanakan pr...