Jangan tanya, kenapa kemarin aku gak up. HP ku yang biasa dipakai wifi tiba-tiba kehilangan sinyal nya, dan HP kakek yang di isi kuota malah sinyal nya E.
Pada akhirnya aku gak up, karena HP ku sinyalnya baru balik pas malem hari. Itu pun aku paksain wifi sama HP kakekku. :v
Oke, aku malah jadi curhat. Jadi langsung aja ke cerita ya guys.
Happy Reading~
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Pagi harinya, Mirai sudah bersiap untuk pergi. Dia tidak lupa berpamitan dengan para pengungsi yang lain, mengatakan kalau dirinya akan kembali ke Jepang dan nantinya dia akan kembali lagi ke camp pengungsian untuk bertemu dengan para anak-anak yang ada di sana.
"Kalau begitu, saya pergi dulu." ujar Mirai berpamitan dengan para pengungsi yang lain.
Para anak-anak yang sepertinya sudah mulai dekat dengan Mirai, seperti tidak ingin pemuda ini pergi. Mereka sudah menarik tangan Mirai sambil memintanya untuk tetap berada di camp. "Paman... Tolong jangan pergi..."
"Iya... Nanti siapa yang akan bermain dengan kami lagi?"
Mirai berlutut untuk mengikuti ketinggian para anak-anak yang ada di sana. Pemuda itu mengelus salah satu anak yang ada di sana dengan senyuman lembut. "Kalian tidak perlu khawatir, aku akan kembali lagi kok. Dan saat aku kembali, aku akan bawakan kalian makanan yang enak" balas Mirai yang jelas membuat para anak-anak yang ada di sana senang.
Mirai pun kembali berdiri dan menatap Tsubaki, "tolong jaga yang lain selama aku tidak ada ya, Tsubaki-chan" ucapnya sambil menepuk pundak gadis dengan dua warna pada matanya itu. Tsubaki mengangguk, setelahnya Mirai mengambil beberapa barang yang di persiapkan oleh para pengungsi dan kemudian pergi. Sesekali Mirai akan berbalik dan melambaikan tangan pada Tsubaki juga anak-anak yang ada di camp.
"Hahh... Camp sekarang akan terasa sepi karena kak Mirai tidak ada" ujar Kaela menghela nafas melihat kepergian Mirai.
Tsubaki sedikit menunduk, "maaf jika aku tidak bisa seperti paman Mirai" ucapnya.
Kaela menoleh ke arah Tsubaki, menatap gadis yang lebih muda darinya itu kemudian tersenyum. "Tidak apa~ lagi pula, aku tidak masalah dengan Tsubaki yang seperti itu" balasnya dengan penuh kelembutan.
Tsubaki mengangkat kepalanya, dan menatap gadis yang ada didepannya. Saat itu Tsubaki langsung merasakan jika jantung nya kembali berdetak kencang. Tsubaki memalingkan wajahnya, dan memilih untuk menatap ke arah lain. Sementara Kaela memiringkan kepalanya ke kiri, menatap penuh kebingungan akan tingkah Tsubaki. "Ada masalah, Tsubaki?" tanya gadis berkulit hitam itu.
Dengan cepat Tsubaki menggeleng, "tidak ada kak..." jawabnya singkat tanpa menatap Kaela sedikit pun.
Mereka berdua hanya terdiam, sampai salah satu pengungsi yang ada di sana memanggil mereka untuk masuk ke dalam camp.
.
.
.
.Malam harinya, Tsubaki sedang berada di luar camp untuk berjaga. Sebenarnya itu hanya alibi karena Tsubaki seperti biasa mengalami mimpi buruk yang membuatnya tidak bisa tidur. Apalagi dengan keadaannya yang sedang berada di daerah perang, mimpi yang dirasakan bocah ini jauh lebih mengerikan dari yang sebelumnya.
"Hahh... Selama aku jauh dari rumah, sepertinya akan lebih baik seperti ini..." gumam Tsubaki sambil duduk menatap langit malam. Langit malam di daerah yang penuh konflik ini tidak ada bedanya dengan di tempat yang damai dan sepi, seperti tempat yang pernah Tsubaki datangi saat masih berusia tujuh tahun kala itu. Sekalipun kota sudah hancur, tapi keindahan langit malam memang tidak pernah berubah.
"Apa yang kau lakukan Tsubaki?"
Tsubaki menoleh, dia menatap seorang gadis berkulit hitam dengan rambut di kepang ke samping yang berdiri dibelakangnya sambil tersenyum. "Kak Kaela? Kakak tidak tidur?" Tsubaki balas bertanya saat melihat gadis bernama Kaela itu.
Kaela berjalan mendekati Tsubaki dan duduk di sebelah gadis itu. "Aku tidak bisa tidur." jawab Kaela ikut menatap langit malam yang penuh dengan bintang. "Entah kenapa... Aku tiba-tiba memimpikan hal yang mengerikan..." lanjutnya kemudian menundukkan kepala.
Tsubaki terdiam sejenak, "ya... Aku rasa, aku mengerti apa yang kak Kaela rasakan" ujar Tsubaki yang ikut menundukkan kepala.
Kaela menatap ke arah Tsubaki dan menatap gadis itu. Beberapa saat kemudian, gadis berkulit hitam itu tersenyum. "Jangan sedih begitu dong, Tsubaki-chan~" hibur Kaela sambil memegang kedua pipi Tsubaki kemudian mencubit nya pelan.
Tsubaki hanya pasrah saat Kaela bermain dengan pipinya, kedua matanya menatap gadis didepannya saat ini. Senyuman yang sama seperti saat mereka bermain di taman bunga. Jujur saja ini bukan pertama kalinya Tsubaki melihat senyuman cerah. Dia jelas pernah melihatnya sebelumnya, tapi entah kenapa rasanya senyuman yang diberikan Kaela berbeda dengan yang Tsubaki lihat sebelumnya.
Saat Tsubaki memikirkan hal itu, dia kembali merasakan jantungnya berdetak dengan cepat. Dengan cepat Tsubaki menarik wajahnya dari tangan Kaela dan memalingkan muka. Kaela menatapnya dengan kepala yang dimiringkan ke kiri. Iris mata kehitaman Kaela menangkap semburat kemerahan pada telinga Tsubaki. Gadis ini pun tersenyum, "kenapa aku memalingkan wajahmu, Tsubaki?"
"Tidak apa-apa..." jawab Tsubaki dengan singkat dan masih memalingkan wajahnya.
Kaela tertawa kecil melihat tingkah Tsubaki yang menurutnya lucu. Keduanya kembali menatap langit malam yang di penuhi dengan bintang bersama. Kaela tidak sengaja melihat sebuah rasi bintang saat memperhatikan Bintang-bintang. "Wah~ bintang itu seperti membuat bentuk orang yang memanah~" ujarnya sambil menunjuk ke bintang yang di maksud.
Tsubaki mengikuti arah tangan yang di tunjuk oleh Kaela, ikut menatap ke rasi bintang itu. "Itu namanya rasi bintang Orion kak" balas Tsubaki yang ikut melihat rasi bintang itu.
Kaela menatap Tsubaki dengan penuh rasa kagum. "Tsubaki tau soal rasi bintang rupanya"
"Sedikit... Lagi pula Orion memang rasi bintang ku" jawab Tsubaki dengan tatapannya yang sudah melihat ke arah lain. "Walau... Aku tidak suka dengan rasi bintang itu..." lanjutnya dengan berbisik, berharap Kaela tidak mendengar perkataan nya.
Namun sepertinya harapan itu tidak di kabulkan oleh semesta, buktinya Kaela malah bertanya alasannya. "Kenapa kau tidak suka dengan rasi bintang mu?"
Tsubaki menoleh, gadis dengan dua warna pada matanya itu bingung harus menjawab bagaimana. Tidak mungkin juga dia jujur pada Kaela kalau Orion adalah planet kelahirannya. Dan tidak mungkin juga Tsubaki menceritakan semua yang terjadi pada planet itu. Pada akhirnya Tsubaki hanya terdiam, dia tidak menjawab pertanyaan dari Kaela.
Kaela yang penuh pengertian, sepertinya tidak ingin Tsubaki menjawab sesuatu yang tidak ingin dia jawab. "Tidak apa, jika kau tidak ingin menceritakannya" ujar gadis itu dengan lembut.
Perlahan Kaela merangkul Tsubaki dan membawanya dalam pelukan. "Ceritakan saja itu jika kau siap, Tsubaki. Aku akan dengan senang hati menunggumu" lanjut Kaela sambil menepuk-nepuk punggung Tsubaki.
Nyaman, hanya itu yang ada di pikiran Tsubaki saat Kaela memeluknya. Ultra dalam penyamaran itu membalas pelukan Kaela dan sedikit tersenyum. Perasaannya sudah kembali seperti semula, Tsubaki juga merasa begitu nyaman dengan pelukan Kaela. "Baiklah! Bagaimana kalau sekarang kita pergi tidur?" ajak Kaela melepaskan pelukan nya dan menarik Tsubaki menuju ke camp pengungsian.
Tsubaki hanya mengikuti gadis itu dengan senyuman tipis di wajahnya, sangat tipis sampai tidak ada yang menyadari jika Tsubaki sedang tersenyum kala itu.
.
.
.
.
.Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Ultraman Pandora: the Shadow for the Light
Diversos{COMPLETE} _____________________________ Seorang Ultra terlahir dengan kutukan yang membuatnya tidak diterima oleh cahaya. Namun dibalik bencana yang dia terima, banyak sosok yang menjadi penyemangat untuk nya agar tetap berdiri tegak. Walau terkad...