Chapter 48: Penyerangan

69 7 189
                                    

Jangan pikir akan ada istirahat setelah tragedi kemarin. Sayangnya enggak, karena setelah ini kita akan masuk ke cerita akhir untuk book ini.

Kayaknya aku bakal pensi lebih cepat guys. Semoga gak ada yang kangen ya :)

Oke, tanpa berlama-lama lagi. Kita langsung aja ke cerita.

Happy Reading~

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Sekarang ini para Ultra sedang berkumpul di halaman belakang kosan. Semua pesta kejutan yang sudah disiapkan pada akhirnya hanya jadi hiasan di halaman belakang, begitu juga dengan makanan dan cemilan yang ada. Orb yang biasanya akan paling semangat jika berhubungan dengan makanan, seakan tidak punya nafsu sama sekali. Suasana di halaman belakang sangat suram dengan para Ultra muda yang hanya terdiam dengan tatapan kosong.

Ginga yang melihat para rekannya itu hanya diam berusaha untuk membuat mereka bersemangat kembali. "Guys... Jangan sedih dong~ kek kalian gak ada semangat aja~" sayang usahanya seakan sia-sia. Teman-teman nya yang lain masih tidak bersemangat sama sekali, Ginga menghela nafas panjang. "Teman-teman... Jika kalian sedih terus seperti ini juga tidak ada yang berubah..." ujar Ginga dengan suara pelan.

Pada akhirnya Ginga tidak bisa berbuat apa-apa, dan ikutan kudung seperti yang lain. Tidak seperti New Gen yang biasanya, dimana mereka akan selalu kelihatan ceria apapun kondisinya. Bahkan disaat paling buruk sekalipun mereka masih bisa tertawa dan melemparkan candaan. Namun sekarang para New Gen ini seperti sudah kehilangan semangat, begitu juga para Heisei apalagi Ultraman dan Garnet. Melihat suasana muram itu, Nexus memilih untuk pergi dari sana untuk menemui seseorang. Seseorang yang mungkin sedang menikmati hal ini.

Tetapi saat sampai di tempat Ultra yang Nexus cari, pemandangan tidak biasa malah menyambut Dewa Ultra yang menyamar itu. Nexus menghela nafas panjang, "aku kira hanya mereka yang murung... Ternyata kau juga, Opal?"

Opal, sosok perwujudan pertama alam semesta. Sedang terdiam dengan wajah basah seakan baru saja menangis. "Jika kau datang untuk bercanda, maka pergi lah" suruh Opal sambil menyeka air mata yang tersisa.

Nexus tidak mengatakan apa-apa, dia diam dan mengambil posisi dimana Opal duduk. "Apa kau sedih? Bukankah semua ini kau yang mengarahkannya?" tanya Nexus sambil mengangkat kepalanya menatap langit.

Opal terdiam, kematian adalah hal yang sering dia lihat selama ini. Entah sudah berapa banyak orang-orang yang mati karena permainan yang dia ciptakan, Opal sudah tidak ingat pasti. Di satu sisi Opal menikmati kematian makhluk hidup ciptaannya, namun di satu sisi Opal merasa sedih akan kematian itu. Namun dengan sosoknya yang sekarang ini seharusnya kosong dan tidak memiliki emosi apapun, Opal tidak mungkin merasakan sakit yang sama. Sakit yang dia benci saat melihat makhluk nya sendiri mati.

Semua rasa sakit, kemarahan, kesedihan, kebencian, dan kebahagiaan Opal sudah dia buang jauh-jauh. Namun kenapa perasaan itu seakan kembali lagi dan berusaha menghantui Opal. Opal meremas dadanya, sakit. Sakit yang sangat Opal benci. "Sebenarnya... Kenapa perasaan ini kembali lagi? Aku sudah membuang semua itu... Tapi saat aku melihatnya mati... Semua itu seakan kembali padaku..." bisik Opal, air matanya kembali mengalir deras.

Ultraman Pandora: the Shadow for the LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang