LVM - 33

63 11 0
                                    

Happy Reading ✨️

***

Some adult content, only available on KaryaKarsa 21+

Fajar menyingsing, keluarga kecil Adam mulai melakukan rutinitas pagi seperti biasa dan siap menjalani hari. Hanya Adam saja sebenarnya, karena Cira dan Lili tidak ada jadwal ke mana pun hari ini.

Seorang sopir berjalan menghampiri mereka yang hendak melakukan sarapan pagi. Cira awalnya bingung kenapa pagi-pagi sekali Pak Rudi mendatanginya dan Adam. Kalau memang ingin bergabung untuk sarapan bersama, tentunya Cira tidak masalah, tidak tahu dengan Adam ya. Tahu sendiri kalau Adam adalah manusia terpelit dan perhitungan.

“Ada apa, Pak Rudi?” tanya Cira lebih dulu, sementara pria tampan yang sudah siap dengan setelan jas kantornya menatap datar pada sopir paruh baya itu.

“Tuan Vian datang untuk mengantarkan mobil, Nyonya. Ini kunci mobilnya.” Pak Rudi menyerahkan kunci mobil yang diterima baik oleh Cira.

“Lho? Terus orangnya ke mana, Pak. Nggak disuruh masuk?”

“Sudah saya tawarkan, Nyonya. Tetapi Tuan Vian menolak dengan dalih hendak mempersiap diri sebelum berangkat ke Jogja nanti siang. Beliau terlihat buru-buru sewaktu saya perhatikan tadi.”

“Oh, gitu ... makasih ya, Pak Rudi,” ujar Cira seraya mengangkat kunci mobilnya.

“Sama-sama, Nyonya. Kalau begitu saya akan kembali ke depan untuk memanaskan mobil Tuan. Mari ... Tuan, Nyonya.” Sopir itu pamit undur diri dari hadapan kedua majikannya.

“Jogja? Ngapain?” gumam Cira. Otaknya berpikir sembari menatap Adam yang sedang mengunyah nasi goreng.

“Mami, Yiyi mau upuk.” Lili meminta diambilkan kerupuk yang kebetulan stoples kerupuk itu sangat jauh dari jangkauan tangannya.

Cira memberi dua buah kerupuk kepada putrinya. “Kalau udah kenyang jangan dipaksain lanjut ya.” Tangan wanita itu mengambil satu butir nasi goreng di sudut bibir Lili.

“Seminar. Acara yang dibuat khusus untuk dokter kepala atau pemilik rumah sakit,” cetus Adam, melirik sebentar ke arah istrinya sebelum kembali fokus menghabiskan nasi goreng buatan wanita itu.

Mendengar itu, Cira lekas memindahkan posisi kursi makannya mendekati Adam dan menghadapnya. Perbuatannya ini Cira lakukan agar tidak dicurigai dan didengar Lili kalau mami dan papinya akan bergibah mengenai hal berbau dewasa.

Tidak lupa ia untuk mengecilkan suaranya. “Mas, serius Bang Vian begitu?”

“Ya menurut kamu?”

“Aku masih nggak nyangka aja kalau Bang Vian bisa melihara ani-ani.” Semalam, lebih tepatnya sebelum tidur, Cira meminta diceritakan tentang sisi gelap Vian—adik iparnya.

Adam yang awalnya tentu menolak menceritakan sisi bejat adiknya, tetapi di saat sang istri terus memaksa dan berdalih karena sedang mengidam, mau tak mau Adam menceritakannya. Meskipun bingung dengan acara ngidam yang dirasakan Cira, memang ada ngidam begitu?

“Namanya juga cowok berduit. Yang udah nikah aja masih bisa melihara ani-ani yang kamu maksud itu, apalagi Vian yang lajang,” sahut Adam santai.

“Jangan-jangan, Mas juga melihara ani-ani di belakang aku?!” Sorot mata Cira menajam ketika spekulasi itu melintas di pikirannya.

Adam mengumpat. Sungguh tak habis pikir dengan imajinasi wanita hamil itu. Ani-ani? Cih! Cira saja sudah lebih dari cukup mengimbanginya sebagai partner di atas ranjang. Adam tidak butuh jalang mana pun!

***

Sekitar jam sembilan, Cira kedatangan tamu di rumahnya. Tanpa mengonfirmasi terlebih dahulu, tahu-tahu mama mertuanya sudah datang. Cira yang saat itu sedang memantau Lili berenang bersama sang pelatih dibuat keheranan mendengar dari salah satu ART-nya yang mengatakan Redyna berkunjung ke sini.

Love Very Much [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang