Hidup penuh dengan warna pastinya yang ingin di rasakan oleh semua orang, karena dengan begitu maka kehidupan tak akan terasa hampa dan dapat merasakan hal yang mungkin tak dapat di prediksi, hanya saja seorang pemuda yang sudah teratur dengan tatanan yang jelas belum lagi dengan aturan serta kedisiplinan yang selalu di ajarkan sang ayah membuat nya tak tahu bahwa kehidupan yang wajar semestinya berwarna.
Akan kah ia dapat merasakan warna warni dalam hidupnya?
Sebagai seorang dokter muda tentu saja membuat dirinya banyak sekali di sanjungi dan juga di bangga - banggakan oleh orang orang di sekitar nya. Namun hingga detik ini ia meragukan dirinya. Apakah memang benar dirinya telah membuat bangga?
Buktinya saja sang ayah sama sekali tak pernah mengucapkan kalimat pujian yang selalu ia harapkan dari orang kesayangannya itu.
Senyuman palsu kerap kali menghiasi dirinya.
Baginya seulas tarikan bibir keatas yang ia lakukan beberapa detik sudah lebih dari cukup untuk nya jika ada orang yang memujinya. Namun bukan berarti ia benar benar merasa senang akan pujian tersebut.
Lingkungan serta pengajaran sang ayah lah yang telah membuat karakter nya yang terasa dingin, dan bahkan terkesan acuh pada orang sekitarnya, walaupun sebisa mungkin ia seringkali menarik lengkungan garis bibirnya ke atas.
Pernah kah ia mengeluh atas kehidupannya itu?
Jawabannya belum pernah!
Tak ada kamus menyerah dalam hidupnya sejauh ini.
Ia selalu menganggap bahwa semua yang ada di dalam hidup nya hanyalah sebuah kompetisi yang kadang kalah dan menang.
"Jim," ujar seseorang yang setengah berlari menghampiri pemuda yang sedari tadi tengah membaca data pasien baru yang beberapa menit lalu di kirim padanya.
Hanya dengungan pelan dengan manik nya yang masih menatap fokus pada layar tab yang ia pegang.
"Apakah kau sudah memeriksa pasien yang baru masuk? Ku dengar akan di periksa oleh mu untuk pemeriksaan lanjutan, setelah ia berhasil sadarkan diri," ujar Book yang baru saja datang mendekat pada Jimmy sembari mengikuti langkah kaki dari pemuda yang berada di samping nya itu.
Melihat sang sahabat yang terus menerus mengekor pada nya, mau tak mau Jimmy menghentikan langkah kaki nya menatap ke arah Book yang masih setia berada di sebelahnya.
Jimmy tak mengeluarkan suara nya, melainkan ia hanya menolehkan kepala nya menatap lekat sahabat nya itu.
Book memperlihatkan cengirannya dan tak lama ia mengatakan bahwa pasien ia merasa kasihan dengan pasien tersebut, belum lagi pasien tersebut juga merupakan pasien yang semula di tangani pertama oleh nya saat masuk ke ruang IGD.
Jimmy menghela nafasnya pelan. Ia tak mengerti mengapa sahabat nya itu kerap kali selalu ikut terbawa emosi akan pasien pasien yang ia tangani. Tak jarang Jimmy selalu mengingatkan bahwa sebagai seorang dokter ia tetap harus bersikap logis dan profesional.
"Ceritakan."
Satu kata acuh yang akhirnya Jimmy berikan pada Book.
Dengan cepat Book mengatakan pada Jimmy bahwa ia merasa kasihan dengan pasiennya dikarenakan kondisi nya saat ini memprihatinkan. Secara fisik luka yang di alami pasien sudah mulai membaik, hanya saja secara jasmani kebalikannya.
Pasiennya itu terlihat seakan menyalahkan dirinya sendiri, karena dalam kecelakaan yang terjadi pada pasien hanya dia seorang yang selamat sudah sadarkan diri, sedangkan satu orang lainnya koma, dan dua korban lainnya meninggal dunia.
'Tragis.' Monolog Jimmy dalam benak ketika mendengar perkataan dari sahabatnya itu.
"Ah, apakah kau mengenal dokter Mix Sahaphap Anukoolprasert divisi bedah saraf?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Chance [END]
FanfictionBerawal dari kehidupan seorang pemuda yang terasa monokrom-tak berwarna sedikit pun, di dukung dengan lingkungan yang membentuk pribadi nya menjadi disiplin, kaku dan acuh. Tak menyangka akan mendapatkan sebuah kesempatan untuk membalas 'hutang bud...