Chapter 11

1.3K 107 0
                                        

"Siang dokter Jim," sapa Sea ketika memasuki ruangan Jimmy yang di temani salah seorang perawat membawa nya menuju ruang praktik Jimmy.

"Ah, sudah jam 2 ya, kau sudah makan siang kan tadi?" lirih Jimmy yang baru saja menyelesaikan berkas pasien sebelum Sea.

Dengan cepat Sea menganggukan kepalanya.

'Lucu. Astaga! Apa yang sedang ku fikirkan.' Monolog Jimmy dalam benak menyadari tingkah nya yang tak sesuai dengan kepribadiannya.

Setelah nya Sea duduk di bangku kosong yang ada disana dengan sang perawat yang mengantar Sea sebelumnya keluar dari ruang praktek Jimmy.

"Jadi hari ini kau akan memeriksa ku layaknya dokter sungguhan?" tanya Sea ketika melihat Jimmy masih setia mengenakan jas putih.

Jimmy tersenyum sejenak. Ia tahu bahwa Sea pastinya menanyakan seperti itu di karenakan ia mengenakan pakaian kerja nya itu.

"Apakah kau meragukan ku bahwa aku dokter sungguhan?" Delik Jimmy berusaha menggoda Sea.

Sea tentu saja spontan membuat gestur menggerakan tangannya menyanggah bukan kalimat itu yang di maksud oleh nya.

Sungguh ia tak pernah berniat meragukan Jimmy sama sekali. Justru dokter yang dapat ia percaya detik ini adalah Jimmy seorang.

Entahlah ia merasa bahwa di obati oleh Jimmy adalah jalan yang terbaik untuknya, walaupun ia tak mengerti apa penyakit nya sehingga membutuhkan bantuan Jimmy.

Kekehan pelan terdengar dari bibir Jimmy, belum lagi tangan Jimmy yang tiba tiba saja terulur mengusap pelan tangan Sea yang berada di atas meja.

"Hng, aku tahu maksudmu. So, kau lebih nyaman di periksa oleh ku seformal ini layaknya pasien dan dokter, atau aku melepaskan jas ini?"

Sea menggigiti bibir nya pelan, dan dengan hati hati ia mengatakan pada Jimmy bahwa ia lebih nyaman saat di periksa oleh pemuda di hadapannya ketika pemuda itu tak mengenakan jas formal nya itu.

"Baiklah, kalau begitu aku buka jas nya dan kita duduk di sofa itu," ujar Jimmy yang lebih dahulu beranjak dari tempat nya dan membawa Sea menuju tempat yang di katakan sebelumnya.

Tanpa di sadari oleh Jimmy, beberapa kali Sea tampak tersenyum tipis berusaha menetralkan detak jantung nya yang berpacu cepat.

'Ugh, apa dugaan Neo benar?' Monolog Sea dalam benak yang memyadari bahwa ia merasa sedikit keanehan yang terjadi dalam dirinya.

Di saat Sea berusaha mengambil nafas panjang, disanalah Jimmy spontan menoleh ke arah Sea.

"Kau baik baik saja?" tanya Jimmy cukup khawatir dengan pemuda yang lebih muda darinya itu.

Gugup?

Tentu saja Sea gugup bukan main. Ia merasa bahwa jarak antara dirinya dan Jimmy membuat dirinya semakin terhimpit dan menyesakkan.

"Sea?" tanya Jimmy kembali dengan nada rendahnya menatap ke arah Sea.

Diusap nya pipi Sea secara perlahan.

"Hei, bernafaslah," ujar Jimmy berusaha menyadarkan Sea yang mulai terlihat wajah nya memerah.

Sea yang sadar ditepuk oleh Jimmy menyadarkan dirinya tentu saja langsung mengikuti perintah Jimmy.

Pemuda manis itu mencoba mengatur nafasanya kembali.

"Ada apa? Ada yang mengganggu pikiranmu?"

Dengan cepat Sea menggelengkan kepalanya. Oh ayolah tak mungkin ia mengatakan pada Jimmy, bahwa ia seperti tadi karena ulah Jimmy.

Sorot manik Jimmy menatap Sea sejenak, dan setelah nya ia meminta menyamankan duduk Sea di sofa yang ada di dalam ruangannya itu.

Setelah Sea benar benar duduk di bangku nya, Jimmy melangkahkan kaki nya membuat minuman hangat untuk Sea.

"Minumlah," ujar Jimmy menyerahkan gelas yang berisi minuman hangat.

"Terimakasih dokter Jim," ujar Sea pada Jimmy.

Setelah nya Jimmy selaku dokter pskiatri Sea mulai melanjutkan pekerjaanya.

***

"Nanon!!!" Pekik salah seorang temannya yang tak tahu dirinya berteriak cukup keras berlari ke arah nya.

"Ck, apa?" decak Nanon singkat dengan gestur tubuh tak suka dengan sikap temannya itu.

"Apakah kau tahu mengenai berita hangat yang baru baru ini di bicarakan kampus?"

Nanon mengernyitkan dahinya mendengar pertanyaan dari sahabat nya itu, yang tak lain dan tak bukan adalah Chimon.

"Apa?"

Chimon menghela nafasnya pelan, tak habis fikir mengapa sang sahabat yang selalu saja tertinggal beritanya.

"Bukankah kau kenal dekat dengan Phi Mark?"

"Phi Mark? Maksudmu senior kita? Ada apa?"

"Hng, kabarnya ia kecelakaan dan koma, bukan hanya Phi Mark yang kecelakaan melainkan gengnya juga ikut menjadi korban."

Nanon terdiam mencoba mencerna kalimat yang di kabar kan oleh Chimon tersebut.

Tak lama Nanon membekap mulutnya pelan.

"Kau jangan bercanda Chim!" Pekik Nanon heboh.

Chimon memutarkan maniknya malas, dan mengatakan pada Nanon bahwa ia serius, lagi pula kalau ia bercanda, tak mungkin Neo yang merupakan teman sejawatnya di kampus tak hadir dan memilih absen beberapa hari ini.

"Kapan kejadiannya?"

Chimon mengendikkan bahunya pelan. Jujur saja ia tak tahu pasti hari kapan nya kecelakaan itu terjadi.

Rasanya Nanon ingin memekik kesal pada sahabat nya itu. Namun tentu saja tak ia lakukan, karena bagaimana pun juga jika Chimon tak memberitahu nya hari ini ia tak akan mengetahui apapun.

'Mengapa Neo tak mengabariku apa apa? Apakah dia baik baik saja?' Monolog Nanon dalam benak nya.

Ia sadar hubungan persahabatannya dengan Neo belakangan ini sedikit retak lantaran beberapa masalah yang belum mereka selesaikan dengan kepala dingin.

Dengan sedikit keraguan Nanon pada akhirnya mencoba menghubungi Neo.

Dering telefon terus saja berjalan.

Hanya saja ...

Tak ada jawaban!

"Chim, sepertinya aku pergi dulu, terimakasih infonya!" Pekik Nanon sebelum benar benar menghilang dari hadapan Chimon.

"Yak!! Kau mau kemana? Sebentar lagi kita ada kelas!"

Seakan tuli Nanon mengabaikan teriakan dari Chimon tersebut.

'Menyebalkan!'

——•••——

TBC

Jangan lupa tinggalkan jejak yaa 🥰

See you next chapter

Leave a comment and vote

.

.

CA

Chance [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang