Di tengah tengah Sea menikmati santapan makan malam di resto sang ayah, dering telefon dari handphone Sea cukup memecah suasana keheningan yang hanya terdengar sedikit denting sendok dan garpu yang beradu pada piring sesekali.
Mau tak mau Sea mengambil handphone nya yang memang ia letakkan begitu saja di atas meja.
Seulas senyum terpatri pada wajah Sea saat nama yang tercetak pada layar handphone Sea.
-Hia Jim-
"Sepertinya dari kekasih mu," celetuk Neo dengan seenak jidatnya.
"Yak!!" Pekik Sea spontan, dan tak lama ia meminta izin pada keluarganya untuk mengangkat telefon yang baru saja masuk tersebut.
.
."Anakmu sudah besar rupanya."
Earth terkekeh mendengar celetukan Mix di saat putra sulungnya yang biasanya ia tak memikirkan romansa percintaan semacam nya justru kini terlihat jelas tingkah janggal nya di mata keluarganya.
"Sepertinya dugaan ku salah waktu itu, ku fikir Sea akan lebih lama untuk memiliki pasangan, tetapi jika melihatnya sekarang justru akan lebih cepat kita memiliki mantu," ujar Earth yang di angguki oleh Mix.
"Bayi besarku pasti akan jarang bermanja padaku nantinya."
Spontan Earth mengusap kepala Mix pelan. Ia tahu bahwa sang istri akan semakin mellow jika menyangkut kedua putranya itu.
'Asal kalian bahagia Mommy akan senang.'
.
."Malam Sea, apakah aku mengganggumu?"
Sea tak langung menjawab pertanyaan Jimmy, melainkan ia sibuk mengipas ngipas wajah nya dengan tangannya yang bebas, seakan kipasan tangannya mampu meredakan hawa panas yang tiba tiba saja terasa.
"Sea?"
Sekali lagi Jimmy mencoba memastikan apakah telefonnya telah terhubung pada Sea atau sebaliknya.
"Ah Hia, ka..-kau tak mengangguku. Ada apa Hia? Apakah ada yang bisa ku bantu?"
Rasa gugup Sea mendengar suara Jimmy belum dapat ia bendung. Sungguh entah mengapa setiap mendengar suara Sea degup jantung nya segera menjadi jadi, berdetak lebih cepat dari normalnya.
"Syukurlah, ku kira aku menggangumu Sea. Kalau begitu, apakah boleh besok aku menjemputmu? Aku ingin mengajakmu berjalan jalan bersama ku."
Sea sedikit mempertimbangkan pertanyaan dari Jimmy, pasalnya ia telah berjanji pada editor penerbit buku untuk bernegosiasi mengenai novel yang baru saja ia kirimkan pada tim editor dari salah satu penerbit mayor yang kebetulan sebelumnya telah bekerja sama dengannya sebelum ia pergi ke resto untuk makan malam.
"Kau tak bisa ya?" tanya Jimmy ketika tak mendengar adanya jawaban dari Sea.
Suara Jimmy kali ini tak terdengar bersemangat seperti sebelumnya.
"Bukan, bukan begitu, hanya saja bolehkah jika besok Hia menjemputku kita pergi ke tempat penerbit buku terlebih dahulu? Aku ada janji rapat negosiasi mengenai kontrak buku ku yang baru."
"That's okay! Aku akan menemanimu kemanapun kau ingin pergi. Lagi pula aku senang dapat menemanimu di saat kau membutuhkan ku."
Blush!
Mengapa Jimmy jago sekali menggombal seperti itu?
Kapan Jimmy menjadi ahli dalam merangkai kata kata?
Apakah merangkat kata seperti itu adalah bakat terpendam dari seorang Jimmy?
"Terimakasih Hia, kalau begitu, besok Hia dapat menjemputku jam 9 pagi, karena aku ada meeting dengan penerbit jam 9.30."
"Okay Sea. Aku akan mengingat nya dengan baik."
"Phi! ingat waktu menelfonnya, kau belum menghabiskan makananmu," teriak Neo yang seperti di sengaja ke arah Sea yang sejujurnya masih ingin berlama lama mendengar suara pemuda di seberang telefon tersebut.
"Sea, kau lagi makan malam?"
Sea sedikit terkekeh sembari mengiyakan pertanyaan dari Jimmy. Tak mungkin ia mengelak, disaat suara Neo sebelumnya seakan disengaja agar Jimmy mendengar nya.
"Yasudah sana makan dulu, aku tak mau kau malah sakit karena menahan lapar ulah telefon ku ini," ujar Jimmy.
Dengan bibir sedikit terpout Sea mengiyakan perkataan Jimmy, dan tak lama sambungan telefon tersebut di putus oleh Jimmy.
Sea yang sudah selesai menerima panggilan telefon dari Jimmy sibuk menghentak hentakkan kaki nya ketika hendak duduk di kursi yang sebelumnya ia tinggalkan.
"Kau kejam sekali padaku," cicit Sea pada Neo yang duduk di sebelah nya.
Gelak tawa terdengar jelas dari bibir Neo. Sepertinya menggoda Sea akan menjadi hobby baru seorang Neo.
"So, Jimmy menelfon mu barusan karena apa Sea?" tanya Mix yang sedari tadi menahan rasa penasarannya itu.
Sea dengan cepat menjelaskan pada sang Ibu bahwa Jimmy akan menjemputnya besok di rumah, dan setelah itu ia akan menemaninya ke penerbit membahas kontrak untuk buku barunya, baru setelah itu mereka akan jalan jalan sebentar sebelum pada akhirnya Jimmy akan mengantar dirinya pulang.
Mix telah ter-set secara otomatis menjadi pendengar yang baik ketika Sea menjelaskan demikian.
"Bilang saja kalian akan berkencan."
Neo dengan mulut nya yang tajam langsung menyimpulkan dengan seksama makna tersirat dari yang di katakan oleh Sea.
"Mengapa kau menyimpulkan demikian? Hia Jim tak mengatakannya berkencan. Ia hanya mengatakan ingin mengajakku jalan jalan."
Spontan Neo menepuk jidat nya pelan. Ia tak percaya bahwa sang kakak tak dapat menarik kesimpulan dari kalimat tersirat Jimmy.
Apakah ia tak menyadari bahwa Jimmy dengan susah payah mencoba berterus terang bahwa ia memiliki ketertarikan pada Sea?
"Mengapa kau terlalu polos sih Phi? Pantas saja kau menjomblo selama ini sebelum bertemu dengan dokter yang untungnya terjerat pada pesonamu."
"Apasih Neo. Kok kau malah seperti memojokkan ku? Aku kan hanya bertanya."
Earth dan Mix hanya sibuk menggeleng-gelengkan kepala nya. Kedua putra nya dimata mereka terlihat lucu, belum lagi dengan jalan pikiran Sea dan Neo yang seakan terbalik secara usia.
"Sudah, sudah habiskan makan malam kalian dulu," ujar Earth pada akhirnya menengahi.
Jika Earth sudah bertuah, maka keduanya langsung mendengar sang ayah tanpa bantahan.
"Neo, kau yakin Hia Jim bermaksud mengajakku berkencan?" cicit Sea setengah berbisik pada Neo.
"Iya, kau tanya saja pada Phi Jimmy besok kalau kau tak percaya padaku."
Sea mengangguk anggukan kepala nya, dan bertekad untuk menanyakan secara langsung pada Jimmy perihal tersebut.
'Hah~ untung Phi Sea kakak kandung ku.'
——•••——
TBC
See you next chapter
Leave a comment and vote
.
.
CA
KAMU SEDANG MEMBACA
Chance [END]
Fiksi PenggemarBerawal dari kehidupan seorang pemuda yang terasa monokrom-tak berwarna sedikit pun, di dukung dengan lingkungan yang membentuk pribadi nya menjadi disiplin, kaku dan acuh. Tak menyangka akan mendapatkan sebuah kesempatan untuk membalas 'hutang bud...