One

273 49 66
                                    

Dunia nyata adalah tempat di mana realitas dan ekspektasi tak selalu sejalan. Sebagian besar waktu, keinginannya malah bertentangan dengan kenyataan. Ia sudah menyadarinya sejak belia, tetapi baru benar-benar memahami maknanya saat beranjak dewasa.

Untuk alasan inilah Rhea lebih suka melarikan diri ke tempat yang tidak bisa dicapai oleh dunia nyata. Bahkan jika ia berada di tengah situasi penting, pikirannya bisa dengan cepat membawanya ke dunia yang ia ciptakan dalam kepala.

"Baiklah. Kelas hari ini sampai di sini dulu." Suara asisten dosen di depan menarik paksa Rhea dari renungannya. "Minggu depan kita akan mempelajari determinasi struktur DNA lebih dalam."

Rhea segera menulis topik yang akan dibahas di buku catatan, berniat untuk mencari tahu tentang penentuan struktur DNA lebih dalam di perpustakaan nanti. Mengabaikan teman sekelasnya yang mengangkat tangan, Rhea membuat daftar hal yang perlu dicari siang ini.

"Apakah tim penelitian untuk tugas akhir sudah diumumkan, Lucien?"

Pertanyaan itu menarik perhatiannya. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas akhir yang menentukan kelulusan menjadi topik penting. Terlebih mengenai tim penelitian yang menjadi bahan pembicaraan panas di antara mahasiswa tingkat akhir.

Lucien, sang asisten dosen, mengulas senyum tipis. "Aku tidak punya wewenang untuk mengetahuinya."

Seruan kecewa menggema mendengar jawaban Lucien.

Rhea memicingkan mata saat sudut bibir Lucien tertarik lebih dalam lalu berkata, "Tapi, dari apa yang kudengar kalian bisa mengetahui pembagian tim siang ini."

Kali ini, komentar antusias teman-teman sekelasnya saling tumpang-tindih. Banyak dari mereka yang tidak sabar untuk memulai projek akhir untuk kelulusan, beberapa merasa gugup karena tidak ingin terjebak dengan profesor yang tidak mereka sukai dan sisanya tidak terlalu terpengaruh.

"Katakan padaku, Rhea." Genevieve menyenggol bahunya. "Kau memberikan proposal pada siapa? Kau tidak pernah mengatakannya."

Ia melirik sahabat sejak tingkat satunya, menyeringai tipis. "Pada Profesor Welton."

Genevieve terkesiap, memukul mejanya tak percaya. "Profesor Welton? Aku tidak tahu kau punya ketertarikan besar pada dunia mengajar. Siapa dan apa yang kau lakukan pada Rhea Crawford-ku?"

"Sejak kapan aku menjadi Rhea-mu?" Ia terkekeh, menepis tangan Genevieve yang menunjuk wajahnya. "Aku hanya mencari topik penelitian yang paling mudah dan tidak menguras banyak waktu."

Kening Genevieve mengerut. "Tapi kenapa? Kupikir kau tertarik dengan kimia organik atau biokimia?"

Rhea mengenakan jaket, mengangkat bahu acuh tak acuh. Rongrongan tentang kapan ia akan lulus selalu menghantui bagai mimpi buruk di siang bolong. Selalu berdentum layaknya latar suara yang memekakkan dan memengaruhi keputusannya untuk mengambil jalur yang ia sukai.

"Memang tertarik." Ia memasukkan buku-buku catatannya ke dalam tas. "Tapi aku tidak yakin penelitian mendalam di kedua bidang itu bisa selesai dalam beberapa minggu."

Ia mengulum senyum, memerhatikan Genevieve yang nyaris menganga tidak percaya.

Rhea sudah mengenal gadis berambut cokelat itu sejak mereka berada di kelas pertama dan selalu berada di kelompok yang sama karena sistem kelas mereka. Namun, reaksi yang diberikan oleh Genevieve tak pernah gagal menghiburnya. Mungkin karena gadis itu adalah pemain teater, mungkin juga karena sifatnya, tetapi mereka bisa dekat karena sikap Genevieve yang lebih terbuka daripada dirinya.

"Siapa kau dan apa yang kau lakukan pada Rhea-ku?" Genevieve buru-buru mencangklong tas dan mengikuti Rhea keluar kelas. "Kau tidak pernah melepaskan ketertarikanmu, Nona Crawford. Kenapa mulai sekarang?"

The Painter and The ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang