Lucien menggigil begitu ia menuruni tangga keluar dari gedung departemen medisinal dan psikologi. Angin di awal musim gugur yang berembus kencang menerpa wajahnya, membuat Lucien harus berjalan dengan kardigan yang dirapatkan. Ia menjejalkan kedua tangan ke saku celana dan berjalan cepat di sepanjang trotoar ke arah kafetaria yang letaknya kurang lebih sepuluh menit perjalanan.
Penelitiannya yang bersinggungan dengan dua bidang memaksanya untuk bolak-balik gedung kimia dan psikologi. Cukup melelahkan karena ia merasa tak perlu, tapi bukan pengorbanan yang besar jika mendapat kepercayaan dan pujian profesor Raymond. Semuanya diperlukan untuk mencapai tujuan.
Lucien meraih ponselnya yang bergetar di saku celana. "Ya, Profesor Raymond?"
"Ah, Lucien. Baik sekali kau menjawabku dengan cepat. Ada hal penting yang harus kuberitahu padamu."
Ia mengulum seringai. Langkah pertamanya akan segera dilaksanakan "Oh, ya. Ada yang bisa saya bantu, Profesor?"
"Begini, saat aku dan rekanku minum teh kemarin sore, kami mendapatkan gagasan yang menarik." Lucien berdehem pelan, menunggu sang profesor melanjutkan cerita. "Kau tahu kalau penelitian tentang deteksi homosistein ramai diperbincangkan, bukan?"
"Tentu saja," sahut Lucien sopan. "Homosistein yang berlebihan seringkali diasosiasikan dengan penyakit kardiovaskular, penyakit Alzheimer dan banyak gangguan neurodegeneratif."
"Brilian. Kalau begitu biar kukatakan langsung," kata Profesor Raymond tanpa basa-basi. "Aku ingin kau masuk sebagai salah satu timku dalam penelitian itu. Bagaimana?"
"Kenapa saya?" Lucien bertanya balik.
Profesor Raymond tertawa. "Aku membutuhkan orang-orang yang berdedikasi pada penelitian dan sepanjang pengamatanku, kau cocok untuk ini. Bukankah kau menunjukkan ketertarikan besar terhadap penyakit Alzheimer? Projek ini bisa menjadi waktu yang tepat untukmu membangun relasi dan bekerja sama dengan peneliti hebat dari tempat lain."
Lucien sengaja mengulur waktu dengan diam, berpikir baik-buruknya menerima tawaran profesor Raymond. "Apakah dengan menjadi tim penelitian ini, saya harus berhenti menangani seminar yang akan diadakan di Edinburgh bulan depan?"
"Oh, kau masih sangat ingin bertanggung jawab untuk seminar itu?" Profesor Raymond balik bertanya dengan sirat penasaran.
"Tentu. Material untuk seminar itu sudah rampung setengahnya." Lucien diam sejenak, tebersit ide untuk melibatkan seseorang dalam rencananya. "Mungkin saya bisa meminta seorang lagi dari tim Profesor untuk membantu menyiapkannya?"
"Kenapa tidak?" balas Profesor Raymond cepat. "Seminar ini akan menjadi pengalaman belajar yang baik untuk anggota baru tim. Ajaklah salah satu di antara mereka, aku yakin mereka akan dengan senang hati membantumu."
Lucien mengangguk walau Profesor Raymond tidak bisa melihatnya. "Baiklah, saya akan membicarakan hal ini pada mereka sebelum melaporkan padamu siapa yang akan bertanggung jawab dengan seminar bulan depan."
"Brilian! Aku tahu aku bisa mengandalkanmu, Lucien."
"Senang membantumu, Profesor."
"Kalau begitu akan kukabari kapan tim penelitian ini mulai aktif. Kau bisa mengumpulkan semua informasi yang dirasa perlu," ujar Profesor Raymond. "Jangan lupakan disertasimu juga. Tidak peduli seberapa besar keinginanku untuk menahanmu menjadi asistenku, kelulusanmu jauh lebih penting."
Lucien terkekeh pelan. "Kuyakinkan kalau disertasiku berjalan dengan lancar."
"Senang mendengarnya." Suara-suara di belakang Profesor Raymond kian membesar, mengaburkan suara sang profesor. "Kalau begitu, kututup dulu, Nak. Acara bincang-bincangnya segera dimulai."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Painter and The Butterfly
RomanceRhea Crawford hanya ingin lulus tepat waktu. Ia muak dengan rongrongan sang bibi yang bertanya 'kapan lulus?' dan cacian lain. Namun, atas rekomendasi dari si asisten dosen, Lucien Chen, ia malah terjebak dalam tim paling rumit dengan presentasi kel...