Rhea tengah menghitung hasil rendemen dari tahap kedua ketika merasakan kehadiran yang familiar berjalan ke arahnya. Aroma wisteria bercampur dengan Earl Grey menyapa indra penciuman kala pria dalam pikiran berdiri di belakang. Seharusnya Rhea tersipu lantaran teramat mudah mendeteksi keberadaan Lucien tanpa sadar. Seharusnya.
"Little butterfly." Rhea terkesiap saat suara teduh yang tidak asing terdengar. "Siang ini aku tidak bisa makan siang denganmu karena harus bertemu dengan profesor Raymond sekaligus mengurus wisuda."
Ia memutar kursi, mendongak untuk bersitatap dengan netra keunguan yang berkilat lembut penuh afeksi. Sesuatu yang baru ia sadari setelah mengungkapkan isi hati pada sang lelaki. "Kau akan makan siang dengan profesor Raymond?"
"Kemungkinan begitu. Ia tidak akan membiarkanku kelaparan." Lucien terkekeh geli dengan kekhawatiran gadisnya. "Bagaimana denganmu?"
"Mungkin dengan Kathleen, Gen dan Ian kalau mereka tidak ada mata kuliah pilihan. Tidak usah khawatir, aku bisa sendiri." Rhea mengangkat bahu acuh tak acuh. Seketika tatapannya menajam. "Kau harus benar-benar makan siang, ya? Jangan terlalu sibuk mengurusi jurnal dan wisuda sampai melewatkan makan siangmu."
Lucien mengulas seringai jahil, merendahkan tubuh hingga bibirnya sejajar dengan telinga Rhea. "Sayangnya, aku yang tidak mau kau sendiri. Mungkin aku bisa menebusnya, malam ini di rumahku?"
Napasnya tercekat di tenggorokan, menatap Lucien dengan mata membelalak. Menyadari bahwa mereka tidak seorang diri di laboratorium, Rhea menampar lengan sang pria. Usahanya untuk mendorong Lucien menjauh direspons dengan kekehan geli. Rhea bersumpah, meskipun status mereka telah berubah, sikap jahil sang pria malah semakin meningkat intensitasnya.
"Kalau Senior Lucien lupa, aku masih ada tugas akhir yang harus dirampungkan," dengus Rhea seraya menepis tangan Lucien yang mengusak puncak kepalanya. "Silakan simpan omongan manismu untuk lain waktu."
"Sayang sekali." Lucien menarik kursi paling dekat, duduk di samping Rhea. "Kupikir setelah memasak makan malam aku bisa membantumu menyusun bab 3 dan 4. Mungkin setelah itu ... menonton Chronicles of Narnia?"
Oh, astaga. Pria itu tahu persis bagaimana merayunya. Diiming-imingi oleh makan malam yang dibuat langsung oleh Lucien, lalu dibantu mengerjakan tugas akhir saja sudah cukup membuat Rhea mengalah. Namun, pria yang diam-diam ia sebut 'Rubah Licik' itu mempermanis tawarannya untuk mengakhiri malam dengan menonton film kesukaannya? Rhea pasti sudah gila jika menolak tawaran Lucien.
"Bagaimana, hm?" tanya Lucien dengan nada berbisik. "Aku juga tidak keberatan kalau kau lebih suka mengerjakannya sendiri. Biarkan saja aku bergelung dengan rinduku seorang diri."
"Dasar Casanova," desis Rhea jengkel. Walau begitu, senyum yang perlahan mengembang di bibir sang hawa memberitahu bahwa Rhea tidak benar-benar kesal pada Lucien. "Baiklah. Hanya jika kau berjanji untuk membantuku, oke?"
"Apa aku pernah berbohong padamu?" Lucien mengaitkan jari kelingking mereka. Mengangkat tautan jemari mereka sebatas bibir, ia menyematkan kecupan lamat pada punggung tangan Rhea. "Kalau ada yang ingin ditanyakan, langsung beritahu aku, oke?"
Butuh usaha besar bagi Rhea untuk tampak tidak terpengaruh dengan gestur kasih sayang Lucien. Ia berhasil mengangguk tenang walau gelenyar hangat telah menyebar ke seluruh rupa. "Aku mengerti. Sana pergi. Profesor Raymond sudah menunggu."
Lucien tersenyum tipis, lalu beranjak. Pria itu tidak lupa menyelipkan ciuman ringan pada pelipis Rhea sebelum meninggalkan laboratorium, abai dengan fakta bahwa gadisnya kini menenggelamkan wajah di atas lipatan tangan.
"Yang tadi itu apa?" suara Kathleen terdengar bersamaan dengan suara roda kursi. "Rhea, Astaga! Apa selama ini Lucien selalu begitu?"
Rhea mengibaskan tangan tanpa mengangkat kepala. Wajahnya masih terasa terbakar dengan sikap Lucien. Setelah menjadi kekasih sang asisten dosen barulah Rhea menyadari bahwa gestur kecil Lucien selama ini belum apa-apa dibandingkan dengan dua minggu terakhir. Pria itu tampak terlalu nyaman menunjukkan afeksinya dengan sentuhan ringan sepanjang hari.
![](https://img.wattpad.com/cover/362585214-288-k581335.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Painter and The Butterfly
RomanceRhea Crawford hanya ingin lulus tepat waktu. Ia muak dengan rongrongan sang bibi yang bertanya 'kapan lulus?' dan cacian lain. Namun, atas rekomendasi dari si asisten dosen, Lucien Chen, ia malah terjebak dalam tim paling rumit dengan presentasi kel...