Hari hari berikutnya Kezia masih diizinkan untuk hidup, walau ia terus mendengar desahan di ruangan lain tepat di sebelahnya. Hal ini wajar, pria itu bukan manusia, bukan vampir tapi seseorang yang berasal dari bangsa demon.
Kezia bimbang dengan kondisinya yang terjebak dalam kondisi buruk saat ia dan Alland masih belum selesai menemukan pemecahan masalah dari kemungkinan sihirnya yang akan muncul di waktu yang tidak pasti.
Kalau dipikir pikir Kezia sebenarnya penasaran bagaimana pria demon sebelumnya membawanya ke dimensi ini. Bahkan jika ia punya kekuatan besar, mengapa menunggu beberapa hari untuk menculik dirinya?
Alland, pria itu lebih baik tidak berpikir untuk menyelamatkannya. Kezia masih ingat kejadian dahulu dimana Alland terlihat begitu ketakutan. Walau vampir itu tidak pernah menjelaskan sosok apa yang menakutinya. Namun lebih masuk akal jika demon dengan kasta yang lebih tinggi menjadi penyebabnya.
"Ahh.. Ahh.. Tuan.. "
Kezia menutup telinganya dengan bantal merasa frustasi. Suara itu tidak begitu menganggu sebenarnya. Ia hanya takut kalau kalau sihir itu kembali di saat yang tidak tepat. Barangkali jika dipancing terus menerus kemampuannya kembali lebih cepat.
"Apa aku bisa selamat dari seorang demon yang berstatus sebagai lord?" ucap Kezia pelan sambil merenung.
Kezia meraba tubuhnya. Ia memiliki tubuh kecil dan dada yang tidak terlalu besar, jadi ia adalah kandidat kuat untuk ditolak sebagai apapun yang diinginkan seorang pria sebagai wanita.
Gadis itu kemudian merencanakan sesuatu, sebagai misi agar Lord demon tidak memiliki pikiran untuk menyentuhnya. Setelah malam itu Kezia berhenti untuk mandi. Walau tubuhnya terasa tidak nyaman, namun ia rasa rencana ini patut di coba.
Gadis itu juga terus terjaga sepanjang malam untuk memperoleh kantung mata hitam di bawah mata. Ia juga tidak merapikan rambutnya dan terus saja menggunakan pakaian yang kusut. Persis seperti gelandangan yang punya hidup berkecukupan.
Sang Lord merasa risih dan juga marah karena terus saja mencium bau busuk saat mengunjungi salah satu kamar mainannya. Pria itu menatap tajam gadis dengan tubuh kecil yang menatapnya dengan tatapan polos sambil duduk santai di ranjang.
"Apa yang terjadi padamu? Kau terlihat sangat lusuh dan juga ada apa dengan bau ruangan ini ?!"
Kezia hanya menunduk ketika pria itu mulai menceramahinya. Kezia sangat ngantuk namun ia harus terus terjaga untuk memperoleh wajah kusam dan jelek yang natural.
Pria itu menyernyitkan dahinya dalam ketika melihat gadis itu. Setelah berceramah panjang ia meninggalkan ruangan itu dengan ekspresi jijik.
Saat pintu sudah benar benar ditutup. Kezia merasa lega dan tidak menyembunyikan senyuman tipis, ia cukup bangga rencananya berjalan lancar. Namun ia merasa sangat mengantuk, mungkin tidak ada yang salah dengan tidur?
Perlahan gadis itu merasa pusing, menunjukkan betapa tubuhnya sudah berontak untuk diberikan istirahat. Kezia kemudian merebahkan dirinya di kasur berharap bisa meringankan rasa pusing di kepalanya. Cara itu berhasil, diikuti dengan kesadaran yang hilang gadis itu akhirnya tertidur.
Akibat tingkah ekstremnya, Kezia tertidur dalam waktu yang sangat lama. Jaiden yang bertugas mengantar makanan untuk penyihir itu selalu mendapati gadis kecil itu tidur dan tidak pernah menyentuh makanannya. Jaiden bimbang apakah harus melapor pada Lord atau tidak, karena biasanya Lordnya tidak terlalu peduli jika mainannya rusak, ia selalu bisa mencari mainan baru.
Jaiden kemudian memilih mengabaikan Kezia dan tetap membiarkan gadis itu tidur tanpa makan.