23. Pergi

217 17 2
                                    

Entah apa yang membuat cowok itu berani menampar Yena hingga begitu kuat.

"Udah deh, mending papa bawa perempuan berisik ini. Aku lagi capek pake banyak nanya segala," ucap Juna dengan nada suara meninggi.

Junkyu menaikan alis, "kamu kenapa jadi gini? Kamu ketemuan sama Dayeon, terus kamu terpengaruh sama ucapan dia gitu!" tukas Junkyu dengan urat lehernya yang menonjol saking emosi nya.

Juna menatap nyalang pada Junkyu. "Papa tuli? Aku udah bilang kan, papa gak usah ikut campur urusan aku!" kali ini Juna menaikan suaranya. Juna tidak peduli dengan ucapan Junkyu lalu Juna pun melangkah pergi.

Junkyu pun langsung menghampiri Yena, tangan nya bergerak mengusap bahu Yena.

"Kenapa sikap Juna berubah total kayak gini?" ujar Yena masih tidak percaya dengan kejadian barusan.

Junkyu mengusap pipi Yena lembut. "Juna pasti ketemuan sama Dayeon dan aku yakin Dayeon ngomong yang enggak-enggak sama dia," jelas Junkyu lalu memeluk Yena dan menenangkan nya.

Yena membalas pelukan Junkyu, Yena masih terisak.

Sementara Juna, menaruh tas dan membuka jaket nya lalu dia pun melepas dua kancing kemeja nya dan duduk di pinggiran kasur

Ceklek!

Pintu kamar di buka oleh Jieun, Juna hanya melirik sekilas.

"Ngapain lo?" tanya Juna ketus.

Juna benar-benar berubah, biasanya Juna tidak pernah mengatakan itu pada Jieun. Juna selalu memanggilnya dengan kata adek, tapi kali ini rasanya berbeda. Intonasi suara nya saja terdengar berbeda. Namun, Jieun tidak sakit hati.

Tatapan Jieun justru tajam menatap Juna.

"Abang punya masalah hidup apa sih, sampe berani nampar mama. Mau jadi anak durhaka, ngelampiasin amarah abang sama mama, abang mikir gak sih sebenar nya? Mama udah baik banget sama abang, tapi ini balasan abang?" kata Jieun mengidintimidasi.

Juna membelalak, "anak sama ibu sama aja, sama-sama egois," Juna buka suara.

Dahi Jieun mengerut, "maksud abang ngomong kayak gitu apa? Sejak kapan abang jadi kayak gini?" tanya Jieun penuh penekanan.

Juna tersenyum smirk lalu dia mendekat pada adiknya itu. "Lo bocah baru melek, gak bakalan ngerti sama urusan orang dewasa. Mending sekarang lo ke kamar lo dan tidur sana," Juna mengusir Jieun.

"Aku gak terima ya, abang bersikap kasar sama mama, dimana rasa terima kasih abang sama mama yang udah ngerawat abang dari kecil sampe sekarang. Aku tau mam—"

"Gue gak minta di rawat sama perempuan itu, sekalipun gue gak butuh kehidupan mungkin gue ikut sama mama gue. Dan satu hal yang perlu lo tau dari perempuan yang ngelahirin lo itu, perempuan itu pembunuh, dia yang bikin mama gue meninggal, dia yang udah bikin mama gue celaka dan dia ngerawat gue cuman mengalihkan perhatian," hardik Juna.

Jieun menatap heran pada cowok itu dan awalnya juga Jieun tau, kalau Juna ini emang percaya kalo yang ngebunuh mama nya adalah Dayeon tapi sekarang malah membalikan fakta.

"Tapi tindakan abang barusan salah, gak seharusnya abang nampar mama. Abang dari kecil di didik baik-baik,di ajarin sopan santun tapi sekarang sikap abang bahkan melebihi—"

"Tau apa lo tentang masa kecil gue hah? Bilangin sama mama lo itu, mulai saat ini gue udah gak butuh peduli nya lagi dan kalian semua jangan pernah ikut campur urusan gue lagi dan sekarang mending lo keluar dari kamar gue. KELUAR!!" gertak Juna sembari menunjuk pintu.

Jieun memilin bibir, matanya kian berembun. Bohong kalau Jieun tidak sakit hati dengan bentakan Juna barusan. Jieun pun melangkah kan kaki nya keluar dari kamar Juna.

*****

Hari-hari berikutnya.

Kini keluarga kecil itu sedang makan.

Yena bangkit dari duduknya, maksud mengajak Juna yang kebetulan lewat kesana.

"Kamu mau kemana? Ayo kita makan bareng," ajaknya kini Yena juga memegang tangan Juna.

Tapi lagi-lagi Juja menepis nya. Hingga Yena terhuyung beberapa langkah ke belakang, Junkyu menggertakan gigi menahan emosi.

Junkyu beranjak dan mendekat pada Juna. "Sejak kapan kamu bersikap gak sopan gini sama orangtua heum?" tanya Junkyu pelan namun terdengar tegas.

"Sejak tau, kalo perempuan ini yang bikin mama aku meninggal," jawaban nya lagi-lagi menusuk hati Yena.

"Apa?" tukas Junkyu.

"Emang bener kan, buktinya papa sayang banget sama dia. Karena papa di pengaruhi sama dia setelah bikin mama meninggal, terus dia ngehasut papa biar ada pembelaan karena gak mau di s—"

Plak!!

Ucapan Juna rumpang ketika tamparan kuat dari tangan Junkyu mendarat di pipi kiri Juna, karena saking kuatnya tamparan itu sudut bibir Juna sampai berdarah.

Emosi Junkyu meluap mendengar ucapan putra nya itu. "CUKUP! dari kapan papa ngajarin kamu buat ngomong kurang ajar sama mama, maksud kamu apa hah??" bentak Junkyu dengan suaranya yang menggema di ruangan itu, dada Junkyu naik turun. Napas nya memburu.

Sedangkan Yena shock di buatnya saat melihat dua orang saling adu bicara itu. Jieun yang juga ada disana langsung memeluk Yena.

Juna tersenyum miring dan memegangi pipinya yang terasa perih bercampur panas itu.

"Bener kan sama apa yang aku bilang barusan, papa aja sampe main tangan sama aku padahal sebelumnya papa gak kayak gini. Udah sekarang aku mau pergi dari sini, papa egois!" Setelah mengucapkan kalimat itu Juna pun melangkah pergi.

"Kalo bisa jangan pulang!" serbu Junkyu penuh penekanan.

Yena malah mengejar langkah Juna. 

"Jangan pergi, ini udah malam," Yena pun hampir mencegah nya. Namun dengan kasar Juna menghempas tubuh Yena hingga tersungkur di lantai karena ulah nya itu.

Jieun langsung menghampiri Yena. "Udah ma, biarin aja abang perlu intropeksi diri," ucap Juna lalu membantu Yena bangun dan kini Yena menangis, Yena tidak mau Juna pergi apalagi malam-malam begini. Yena terlalu khawatir an.

Junkyu mengusap wajah nya frustasi, Juna itu baperan dan cara dia mengasari nya barusan. Adalah sebuah kesalahan.
Junkyu menyesal dan tidak bisa mengendalikan emosi nya.

_______

𝐁𝐞𝐬𝐭 𝐌𝐚𝐦𝐚 || 𝐊𝐢𝐦 𝐉𝐮𝐧𝐤𝐲𝐮 𝐟𝐭. 𝐉𝐮𝐧𝐚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang