Dear Alvareza,chapter 21

600 49 4
                                    

헤일로님, 즐겁게 읽으세요!









Suara sepatu beradu dengan kramik menggema di lorong sepi itu, pemuda itu terlihat sangat terburu buru menuju sebuah kamar mandi yang selalu sepi.

Pemuda itu adalah aji, perutnya meronta ingin mengeluarkan sesuatu dan beruntungnya acara lomba ber nyanyi sudah selesai dan ia segera berlari ke kamar mandi yang memang cukup sepi dengan sengaja.

semua murid murid sibuk dengan kegiatannya masing-masing, termasuk juga keenam sahabatnya.

Aji memasuki kamar mandi itu dengan terburu-buru lalu menundukkan kepalanya di atas wastafel. ia mengeluarkan isi perutnya hingga tak tersisa. Tubuhnya seketika melemas.

Aji mencuci tangannya di wastafel kemudian menatap nanar ke cermin di depannya, tak lama pintu toilet tepat di belakang aji terbuka dan menampilkan sosok yang sangat tidak ingin ia temui untuk saat ini. Barra, ia menyeringai ketika melihat aji di depannya.

"Oh, halo aji. " barra berjalan mendekati aji dan berdiri di sampingnya. Ia mencuci tangannya lalu kembali mematikan kran air.

"Sendirian aja nih? Pawangnya mana? Udah ga peduli lagi ya? Yah kasian. " barra berkata seperti itu dengan wajah yang menjengkelkan.

Aji mengumpulkan semua keberaniannya untuk membalas perkataan barra, ia tak bisa terus diam seperti ini. Aji harus melawan, ia tidak bisa jika terus seperti ini.

"Sebenernya mau lo apaan sih? Kenapa bully gue? Gue punya salah apa sama lo, gue ga Ngerasa ada salah sama sekali sama lo. Kenapa lo ngelakuin itu ke gue?. "

terkejut? Tentu, barra sampai dibuat melongo karena aji yang menggunakan bahasa lo-gue tidak seperti biasanya.

Merasa tak mendapatkan jawaban, aji segera pergi dari tempat itu. Ia tak mau berlama-lama di satu ruangan bersama si batu barra itu. Lebih baik ia mencari sahabat sahabatnya, meninggalkan barra yang masih terdiam di tempatnya.

"Itu tadi beneran aji? Wah gila sih. " barra menggelengkan kepalanya. Kemudian ia menyeringai menatap dirinya sendiri di pantulan kaca kamar mandi.

"Sorry aji, gue ngelakuin itu karena lo bisa bareng enam pangeran sekolah,dan gue iri sama kedekatan lo sama mereka. Juga karena lo, dan ayah lo ayah gue meninggal!. " barra menggeram marah saat mengingat kejadian itu.














Hares memperhatikan reihan yang sedang mencari cari kacamatanya yang ada di atas kepalanya sendiri. Sepertinya menjadi panitia lomba membuat otaknya geser sedikit, atau memang dirinya yang bertambah tua sehingga mudah melupakan sesuatu.

"Bantuin ngapa res!. " sarkas reihan , ia sudah mencari cari sampai tong sampah kantin tetap saja tidak ketemu kacamata nya itu.

Hares menggeleng lalu berdiri, kemudian mengambil kacamata reihan yang ada di atas kepalanya lalu menyodorkan nya kepada sang pemilik, kemudian ia menoyor kepala reihan pelan.

"Ini apa huh?. " hares menaikkan satu alisnya.

Reihan mengambil kacamata nya dan berterimakasih pada hares bersamaan dengan aji yang datang dengan air wajah pucat nya.

Dear Alvareza || Park Jisung (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang