Dear Alvareza,chapter 33

492 40 3
                                    

___________

©© : hak cipta dilindungi undang-undang.

_____________________________

Votement babe!

.  .  .  .  .  .



Senja adalah salah satu moment kesukaan aji setelah hujan tentunya. Ia sangat menyukai hujan juga senja, menurutnya hujan itu sangat menyenangkan dan memenangkan, tidak jika sudah berserta angin dan kilat petir.

Menurut aji senja itu sangat lah cantik, warna merah ke orange orangean membuat tubuhnya rilex dan tenang.

seperti saat senja sore hari ini, setelah aji dirawat satu minggu di rumah sakit akhirnya ia bisa berjalan-jalan keluar karena kondisi nya yang sudah membaik selepas drop satu minggu yang lalu.

Ia meminta shaka untuk menemaninya berjalan jalan untuk melihat senja di sekitar rumah sakit. awalnya shaka berinisiatif untuk membawa aji di taman rumah sakit saja , namun aji kekeuh ingin berjalan-jalan di sekitar jalan dekat rumah sakit. Karena dari taman rumah sakit senja itu tidak terlalu terlihat karena tertutup oleh rimbunan pepohonan yang rindang.

Aji berdiri dengan hati hati dibantu oleh shaka untuk duduk di kursi roda yang disediakan rumah sakit. ia hanya bersama shaka saat ini, kerena sahabatnya yang lain sedang mengurus kasus penusukkan nya dan renan juga arshaka sedang mengurus surat surat restoran dari ibu aji untuk aji sendiri.

aji tersenyum kepada shaka yang baru saja membantunya. ia berharap pada sang penguasa alam semesta agar ia diberikan hidup yang lebih lama lagi agar bisa menemani sahabat sahabatnya.

"Ayo jalan, beneran mau ke depan rs?? " tanya shaka memastikan, pasalnya ini adalah jam pulang kerja, pasti jalanan sangat amat ramai.

Aji mengangguk antusias, ia tak sabar untuk melihat senja sore hari ini.

Shaka hanya bisa menghela napas lalu mendorong kursi roda aji namun walau sudah berusaha keras, kursi roda itu tidak mau bergerak. Pertanda apa ini?

Namun setelah persekian detik akhirnya kursi roda itu bisa kembali bisa di lajukan.

Shaka menuntun aji keluar dari rumah sakit dengan perasaan khawatir yang membuncah, entah karena alasan apa sekarang ia malah mengeluarkan keringat dingin hingga menetes pada pelipis nya.

Aji sendiri merasakan hal yang sama, perasaan nya sedikit tidak enak sore hari ini.

Saat mereka berada di lobby rumah sakit aji berbicara membuat shaka memperlambat laju kursi rodanya.

"Shaka, gimana kalo ternyata aku pergi lebih dulu. apa kamu bakalan terima?. " tanya aji pada shaka.

Shaka sedikit terkejut mendengar penuturan dari aji, satu detik kemudian ia berpikir cukup keras.

"Kalo lo di jemputnya secara baik-baik, gue terima. Lagian itu takdir dari yang maha kuasa, kita tak gabisa menolak ataupun mempercepat takdir yang udah di buat sama tuhan, gue bakal terima dengan lapang dada. Tapi gatau kalo sebaliknya. " ujarnya sambil menatap lurus kedepan.

Aji tersenyum lalu tangannya meremat celana rumah sakitnya sangat kuat, tiba tiba pusing melanda dirinya. Padahal , waktu ia baru saja keluar dari kamar Inap nya dirinya merasa baik-baik saja yg, kuat untuk berlari saja rasanya. Namun kenapa sekarang kepala nya serasa ingin pecah.

"Shaka, kalo aku mati, tolong donorin semua anggota tubuh aku yang masih berfungsi ya. Kecuali ginjal , udah rusak soalnya hahaha. " ucap aji di akhiri oleh tawa hambar. Suaranya sedikit parau.

Dear Alvareza || Park Jisung (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang