0.2 Dear Alvareza

973 113 9
                                    

happy reading...














suara bising terdengar di meja belakang, meja yang di tempati oleh teman teman shaka. Aji menenggok kebelakang untuk memastikan apa yang mereka lakukan hingga seberisik ini.

Kebetulan kelas mereka jam kosong karena guru yang mengajar tidak masuk, jadi mereka bebas melakukan apapun di kelas asalkan tidak keluar dari kelas. Ada yang tidur, bermain game dan membaca wattpad. Aji lebih memilih untuk membaca ulang buku catatan nya , namun sedikit terganggu oleh keributan yang di timbulkan oleh teman teman shaka.

"Ya lo dong! Lo yang minta nomornya."

"Gue malu, lo aja yang biasanya malu maluin. "

"Aish ribut terus lo berdua! Brisik. "

Aji menghela napas lelah dengan tingkah laku ke-enam pemuda yang ada di belakang, namun aji lebih memilih kembali fokus ke bukunya. Memang tadi pagi ada orang yang mengaku teman shaka meminta agar dirinya mengajari orang itu pelajaran fisika. Sudah aji tebak itu adalah hares, namun pesan dari hares masih belum dia jawab sampai sekarangia masih sedikit canggung.

"Aji." panggilan dari samping mejanya membuat aji harus menoleh. Di samping bangku nya ada pemuda pendek berdiri dengan wajah datarnya.

"i─iya? Kenapa rei? " ya, pemuda yang berdiri di samping nya adalah reihan pramudya, pararel peringkat dua di kelas nya sekaligus salah satu antek antek shaka.

"Nanti istirahat lo ikut kita kita ke kantin, ada yang mau hares omongin sama lo. " Ujar reihan, aji hanya mengangguk. Walau dalam hati ia menerka apa yang akan mereka bicarakan hingga reihan turun tangan untuk membicarakan itu saja.





『••✎••』





Bel istirahat sudah berbunyi sehari lima menit tadi, sedangkan aji masih meneruskan catatan nya yang hanya tingga mencatat sedikit. ia termasuk kedalam anak yang rajin dalam menulis setiap materi yang disampaikan gurunya.

BRAKKK


Meja aji ditendang dengan keras oleh salah satu teman kelasnya, panggil saja ia barra. salah satu anggota pembully yang ada di kelasnya.

"Aji, beliin gua makan di kantin sono! " suruh nya.

Aji menunduk, ia merapihkan buku catatan nya lalu bangkit dari duduknya. "Maaf bar, aku udah ada janji sama shaka. Permisi. " aji berjalan sedikit cepat ke arah kantin karena takut barra akan memukulnya lagi.

sedangkan barra berdecih pelan kemudian melenggang pergi.

Sesampainya aji di pintu kantin, shaka melambaikan tangannya dari arah meja dipojok kantin dengan senyuman manisnya, seakan menyuruhnya untuk mendekat. Aji membalas senyumannya lalu berlari ke meja shaka bersama kelima temannya yang sudah duduk anteng sambil meminum minuman pesanan mereka masing masing.

"Duduk ji, jangan berdiri doang. " ujar salah satu dari mereka saat aji sudah berdiri di samping meja mereka malah hanya diam dan menunduk.

Aji tersadar dari lamunannya dan memilih untuk duduk di kursi kosong sebelah nathael, pararel keempat di kelasnya dan juga incaran para kaum hawa. Ketampanan bak dewa yunani nya yang tidak usah ditanya membuat nathael memiliki banyak penggemar dari teman seangkatan bahkan adik kelas.

Mahendra, yang paling normal dan tua disitu berdeham agar teman temannya fokus pada hal yang akan di bahas. "Nama lo aji?. " tanya mahendra pada aji, nada suara nya terdengar sedikit datar.

gugup, aji membalas pertanyaan mahendra dengan terbata bata. Ia tak pernah sedikitpun punya niatan bisa duduk dengan enam pangeran kampus. Apakah ia mimpi? Jika iya tolong jangan sadarkan aji. " i.. Iya, aku aji. "

Mahendra melirik temannya satu persatu. "Lo ada waktu ga ji? Kalau ada kita belajar bareng mau gak? " Tanya mahendra mewakili teman temannya yang lain.

Aji melirik shaka, shaka menampilkan senyuman dan anggukan mantap kepada sahabatnya itu. Ia tahu bahwa aji masih ragu ragu dengan mereka, namun ia juga tidak akan memaksa aji, semua keputusan ada di aji sekarang ini.

Aji menundukkan kepalanya, melihat sepasang sepatunya. Sebenarnya dia sangat senang dengan ajakan mahendra dan teman temannya, dengan adanya kegiatan belajar bersama dengan enam pangeran sekolah maka ia pasti tidak akan merasakan kesepian lagi dirumah.

Karena pasti mereka akan sering datang untuk belajar bersama materi yang belum mereka pahami. Namun disisi lainnya, aji masih ragu dengan mereka.

ia takut kalau mereka hanya bermain main berteman dengannya dan hanya memanfaatkan kepintaran aji untuk dijadikan bahan mengerjakan pr mereka seperti saat saat yang lalu.

Pukkk

Nathael menepuk pelan bahu aji membuat sang empu mendongak menatap nathael yang menepuk bahunya barusan. "Kita tau lo ragu ji. Tapi kita serius mau temenan dan belajar bareng sama lo. Tapi kita gak akan maksa lo kok, itu terserah lo. Lo yang punya keputusan sekarang " nathael menampilkan senyuman tampannya. Mencoba meyakinkan aji.

Diluar perkiraan mereka yang mengira aji akan menolak tawaran mereka, malah sebaliknya. Aji mengangguk lalu tersenyum menatap pangeran pangeran sekolah itu bergantian. Senyuman aji menular pada keenam sahabat itu. Mereka tersenyum karena sudah berhasil meluluhkan hati aji agar mau berteman dengan mereka.

"Horeee, betah betah temenan sama kita ya, aji. Soalnya cuman gue yang paling normal disini. " sorak hares dari tempat duduknya yang langsung mendapatkan tatapan tak suka dari kelima temannya yang lainnya.

"Jangan percaya sama dia ji, buaya banget mulutnya. " sindir reihan.

"Heh, maksudnya apa ya?! " hares tidak terima.

Aji hanya tersenyum memperhatikan dua tom and Jerry yang sekarang menjadi teman baru nya terus berdebat hanya karena hal kecil sekalipun.

"Aku mau ke toilet dulu, kebelet. " izin aji pada yang lainnya.

mereka semua mengangguk menyetujui perkataan aji. "Perlu di anterin gak ji? Takut nyasar. " ujaran dari salah satu dari mereka, jovian.

Nathael melirik ke pintu kantin "heleh, bilang aja mau tebar pesona ke karin. "

"Gausah jov, aku hapal banget kok jalannya. duluan ya. " aji berdiri dan berjalan ke arah pintu kantin untuk pergi ke toilet yang cukup dekat jaraknya dari sini.

"Nanti balik lagi ya, ji!. " teriak shaka yang dibalas 'oke' dan jari jempol dari yang di teriaki.





『••✎••』






Aji berjalan dengan santai ke toilet yang dekat dengan kantin tempatnya berbincang dengan teman teman barunya. Jangan lupakan senyuman teduh terparti di wajah tampannya, kacamata minusnya sudah ia simpan di saku bajunya. Membuat sebagian kaum hawa memekik karena ketampanan nya yang semakin terlihat bila tidak memakai kacamata nya.

Ia memasuki toilet pria namun terhalangi oleh punggung siswa yang berada tepat di depan pintu masuk toilet putra.

"Permisi." ujarnya sopan dengan senyuman yang masih terparti di wajahnya. Namun sedetik kemudian luntur karena tahu siapa yang berada tepat di depan mukanya, digantikan dengan raut ketakukan yang terlihat jelas dimukanya.

"Barra.. " lirih nya ketika mengenal siapa yang berada didepannya.
























































































TBC.

Dear Alvareza || Park Jisung (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang