Part 24 | Security

95 15 79
                                    

"Maksudnya aneh-aneh?" tanya Kak Adrian lagi. Ia berjalan mendekat ke arahku.
.
.
.
Namun, kudorong dia sekuat tenaga hingga membuatnya mundur dan menjauh.

"Kamu tuh yang mikir aneh-aneh," ujarnya sambil tertawa kecil dan berjalan ke arah jendela kemudian membuka gorden.

"See! Nggak perlu lampu, langit masih terang," tambahnya.

Okay, sepertinya dia sengaja membuatku takut supaya dia lebih terlihat kuat dan berkuasa. Itu lah redflag-nya Adrian! Makanya amit-amit kalau suka sama dia.

Kemudian, berjalan ke meja bundar dan menarik kursi lalu duduk. Aku mengikutinya dan memilih duduk di hadapannya.

"Jadi.... Ada laporan apa tentang keamanan?" tanyanya.

Aku menghela napas sebelum menceritakan kejadian hilangnya kalung itu. Huh, semoga saja dia benar-benar bisa membantuku.

"Tadi saya dipanggil ke ruang konseling. Makeup saya nyaris disita. Herannya di peraturan kan nggak ada larangan membawa makeup. Lagipula makeup saya ada di dalam koper yang waktu itu posisinya di kamar. Dan yang dilarang itu berhias berlebihan selama jam pelajaran kan? Saya inget karena pas awal masuk Kak Adrian sendiri yang bilangin saya. Liat kan sekarang makeup saya nggak berlebihan?" jelasku sambil menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri bergantian.

Dia yang sedang makan biskuit crackers pun menatapku. Aku merasakan dia melihat ke mataku, hidung, kemudian ke bibir. Agak cukup lama sehingga aku yang mulai risih mengatupkan bibir. Ya, aku tahu. Dia hanya sedang memperhatikan makeup di wajahku.

Mungkin memeriksa apakah mataku menggunakan eyeshadow dan fake eyelashes? Tidak aku hanya menjepit bulu mata. Apakah aku pakai foundation? Tidak, hanya sunscreen dan bedak. Dan bibirku yang berwarna pink muda agak pucat ini? Tentu saja, tidak pakai lipstick atau pewarna bibir lainnya. Hanya pakai lipgloss atau lipbalm, tergantung kebutuhannya. Dan saat ini aku sedang menggunakan lipgloss. Tapi, kenapa dia memperhatikan bibirku begitu lama? Kan membuatku jadi agak takut.

Setelah dia mengangguk sebagai jawaban ya, aku melanjutkan, "Akhirnya saya nekat aja bawa tas makeup itu. Saya kira bakal disita karena ada yang nyelundupin barang terlarang, tapi yang ada beberapa posisi makeup berubah dan ada yang hilang."

"Hilang? Sepenting itu makeup buat kamu?" tanyanya sambil tertawa kecil meremehkan.

Nah kan, reaksinya sama seperti Bu Ela. Makeup memang penting, tapi kesannya mereka anggap aku tidak bisa hidup tanpa makeup.

"Bukan!! Yang hilang itu kalung. Kalung peninggalan eyang saya sebelum meninggal."

Adrian yang sebelumnya hanya duduk sambil bersandar ogah-ogahan tiba-tiba menjadi serius. "Ada orang yang kamu curigai?"

"Mungkin tim keamanan, anak-anak SC," balasku perlahan namun pasti.

"Alasannya?"

"Saya yakin banget kalung itu selalu ada di tas makeup. Selama ini belum pernah saya pakai," jawabku dengan yakin. Aku ingat betul kok barang apa saja yang ada di dalam tas makeup.

Kak Adrian menyipitkan matanya. "Jadi kamu menyalahkan tim keamanan kita?"

Dia sepertinya merasa tersindir karena dirinya merupakan bagian dari tim keamanan. Yang kutahu dari Kevin, dia merupakan penanggung jawab Security Club (SC) yang mana ekskul ini ikut terlibat di sidak tersebut. Ups, maaf Kak. Aku tidak bermaksud menuduh, tapi feeling-ku berkata ini ulah tim keamanan entah SC, satpam, atau pihak lain.

"Nggak curiga sama teman sekamar?" lanjutnya.

Naura, sahabatku jadi mustahil. Kia? Dia anak yang manis, mampu, dan tidak pernah urusan dengan milik orang lain. Lula? Biarpun rese begitu, tapi dia tulus. jadi jawabannya TIDAK.

Before We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang