Part 43 | Under The Rain

67 8 15
                                    

*****

"Mau balik gak?" tanyaku sambil berjalan mendekatinya.
.
.
.
Aleena mengangguk sebagai jawaban ya. "Tapi ujan deres gini."

"Kita nggak mungkin nunggu lebih lama lagi. Gerbang digembok jam 9 nanti."

"Emang nggak bisa ya telfon Pak Setyo? Terus bilang gerbangnya jangan ditutup dulu," tanya Aleena.

Benar juga dia. Aku mengangguk setuju. "Bisa sih, cuma gua nggak bawa HP."

"Ck, bisa-bisanya keluar nggak bawa HP? Saya bilang Kevin aja deh."

Dia mengeluarkan ponsel dari totebagnya. Saat ingin menekan tombol call, tiba-tiba kulihat ponselnya malah mati.... HAHAHAHA....

"Ishh...." desahnya kesal.

"Daripada kamu bawa HP tapi lowbatt, kan?" ledekku. Dia hanya diam dan memasukkan kembali ponsel itu ke dalam tasnya.

"Mau nerobos nggak?" tanyaku lagi.

"Hah?"

"Ini udah nggak sederas tadi, sih. Daripada kelamaan kita bisa dikunciin," tawarku.

Aleena terlihat berpikir. Kemudian, menjawab, "Emm, boleh."

Mendengar itu, aku segera melepaskan jaketku. Well, kita akan nekat menerobos hujan.

"Eh, mau ngapain?" tanyanya.

Aku melebarkan jaket di atas kepalanya. "Biar kepalanya nggak terlalu kena hujan. Yuk, buruan!"

Aleena hanya mengangguk dan berdiri tepat di sampingku. Kami mulai berjalan. Refleks aku merapatkan tubuhku ke dekatnya. Jangan katakan aku modus. Aku hanya berusaha meminimalisir supaya kepala kami tidak langsung terkena air hujan.

Baru setengah perjalanan hujan mulai bertambah deras lagi. "Yuk larii aja!!" ajakku.

Kami pun berlari. Lama kelamaan aku merasakan sebagian helai rambutnya menempel ke pipiku.

//DEG! DEG! DEG! DEG!//

Jantungku astaga... Adrian gila, bisa-bisanya lagi hujan begini malah deg-degan hanya karena aroma rambutnya? Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta atau aku hanya nafsu? Semoga aja dia tidak merasakan detak jantungku. Ini memalukan!

Tepat pukul 9 kurang tiga menit, kami sudah tiba di sekolah. Tadinya Aleena ingin masuk ke asrama sendirian, tapi aku tetap memaksa untuk mengantarnya sampai depan pintu kamar. Jelas lah, pria macam apa aku membiarkannya pulang sendirian di tengah hujan? Karena aku juga kan yang tadi mengajaknya hujan-hujanan begini.

"Makasih ya, Kak," ucapnya.

Keadaan kami mulai rukun lagi setelah hujan-hujanan tadi. Bahkan mood-ku juga kembali membaik.

Aku mengangguk, kemudian membalas, "Langsung mandi ya pake air hangat. Jangan sampe sakit."

Eh, apaan sih aku ini? Mengapa jadi sok perhatian? Sudahlah, daripada aku berbicara aneh-aneh lagi, lebih baik langsung saja kutinggalkan dia.

Before We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang