Part 15 | The Answer for the Crazy Girl

117 27 58
                                    

Waaaaa, alhamdulillaah.... Udah 1K ajaa nih readers!!! Terima kasih udah dukung aku, makasih udah suka sama cerita ini, dan masih sabar mengikutinya...

Janjiii setelah part ini langsung ke momen Aleena-Adrian deh!!! Jadi, sekarang biarkan Aleena bercerita dulu tentang progress di cheerleadernya ya🙏

*****

Ini adalah minggu kedua latihan cheerleader, tepatnya pertemuan keempat. Kini aku berada di ruang cheers. Karena latihan hari ini telah selesai, sekarang kami sedang beristirahat. Ada yang duduk meluruskan kaki, bahkan ada yang tiduran.

Aku merasa semakin kesini, anggota cheers semakin kompak. Hal ini tentunya juga berpengaruh juga terhadap hasil latihan kami. Kak Afika si ketua cheerleader pun merasa sangat senang.

"Yeayy, kalian ini makin jago, ya. Gue seneng banget deh. Minggu depan pokoknya kita bakal coba jumping, flying, catching," seru Kak Fika.

Aku turut senang melihatnya tersenyum sumringah begitu. Hari ini dia memperlakukan kami begitu baik, bahkan tadi memberikan kami sekotak green tea yang merupakan oleh-oleh dari orang tuanya yang baru kembali dari Jepang.

"Oh, iya, kostum kira-kira siap sekitar H-3. Kemarin angkatan kita udah diskusi kalo pom-pom bakal warna biru juga. Ada yang mau kasih saran?" ucap Kak Hanum diakhiri pertanyaan.

"Kak, apa kita cuma pakai warna biru aja, ya?" tanya Indri sambil mengangkat tangannya.

"Yapp, kita sesuaiin sama kostum, ya, pokoknya," jawab Kak Hana sambil mengangguk dan itu membuat Indri menjadi tidak mood. Kelihatannya dia masih berharap setidaknya ada unsur warna yang menurutnya mewah, seperti emas, perak, atau hologram.

Sebenarnya kalau kostum kami full biru kupikir akan membosankan. Bagaimana jika di-mix silver supaya warnanya lebih cantik? Aku memutuskan untuk mengangkat tangan. "Kak! Gimana kalo warna pom pom dipadu dengan warna lain? Misalnya silver? Kostum kita nggak full biru kan?"

"Ya, biru tua-putih, sih. Emang kenapa?" tanya Afika.

"Kalo pom-pom full biru, apa looks-nya nggak jadi terlalu biru? Maksud saya terlihat boring dan kurang cheers. Saran saya birunya metallic atau mix biru dan silver," jelasku.

Kini Indri menatapku kaget, tapi matanya menunjukkan harapan penuh kepadaku.

Kak Shinta mengangguk-angguk paham. Ia kemudian berkata, "boleh juga. Kita terima saran lo, Aleena."

Syukurlah.... Setelah melakukan diskusi kecil, kami semua diminta keluar dari ruangan itu. Aku pun mengobrol seraya berjalan di koridor bersama Erin dan Adni. Menurutku, mereka berdua cukup ramah dan menyenangkan.

"Leen, jadi lo beneran pacarnya Rafli?" tanya Erin tiba-tiba.

Lantas, aku kaget. Bagaimana bisa dia tau? Kan sepengetahuanku hanya Kevin, Kak Ayu, dan bestie-ku saja yang tahu tentang ini. Yah, terpaksa aku akui dengan hanya mengangguk sebagai jawaban 'iya.'

"Oh, iya? Ternyata dia udah punya pacar, ya. Pantes tiap gue pc dia jawabnya cuek banget," kata Adni sambil tertawa meringis. Loh, Adni pc Rafli? Jangan-jangan dia suka sama Rafli?

"Hah? Rafli orangnya nggak gitu kok. Sebenernya—" namun balasanku terpotong olehnya.

"Nggak papa kok. Lo sama Rafli emang cocok," lanjut Adni.

Sungguh aku ingin menjelaskan tentang hubunganku dan Rafli yang agak dipaksakan. Lebih tepatnya aku yang memaksakan diriku sendiri untuk menerima Rafli. Namun, kalau sampai Rafli tahu, bukankah itu akan membuat hatinya sakit? Atau malah jadi mempermalukannya? Tidak, aku tidak ingin hal itu terjadi. Aku tidak ingin menyakiti hati seseorang.

Before We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang