Part 73 | Real Problem

16 2 0
                                    

[Aleena POV]
Hari ini aku akan ngedate dengan Kak Drian lagi. Quality time kami yang terakhir adalah saat aku mengajaknya pergi ke Puncak untuk merayakan ulang tahunnya sebelum UAS.

Kami akan makan siang bersama dan katanya dia ingin mengajakku memilih lensa baru.
Setelah itu, aku menyarankan agar sorenya kami pergi taman, salah satu date yang belum pernah kami lakukan. Kebetulan sekali hari ini aku mengenakan pakaian semi cottage girl.  Rencananya aku akan menyewa perlengkapan piknik. Sepertinya asyik piknik berdua sambil menyaksikan senja yang indah.

Waktu menunjukkan pukul 10. Sebelum matahari tepat di atas kepala, aku harus berangkat. Kia terlihat berpakaian rapi saat aku sedang memilih tas yang cocok. Kutebak dia ingin kencan dengan Kak Joshua.

Entah apa hubungan mereka. Tapi, kudengar dari Kak Ayu, Kiara jadian dengan Kak Joshua. Dari mana dia tahu? Oh, tentu saja dari pacarnya, Kak Reza yang ternyata sekelas dengan Kak Joshua.

"Mau ke mana, Ki? Rapi banget!"

"Ke MIM aja, sih. Mau bareng?" tanyanya sambil menaikkan kedua alisnya.

Tawaran bagus. Aku berencana naik bus trans. Namun, sejujurnya aku tidak suka naik angkutan umum sendirian. "Boleh?" tanyaku.

Kia mengangguk cepat. Dia terlihat sangat bersemangat. Wah, sepertinya dugaanku benar. "Gue pikir lo berangkat sama Kak Jo—"

"Ssstt...." potongnya.

Kemudian, dia berbisik, "Jangan keras-keras!"

Loh, mengapa? Di kamar ini hanya ada dia, aku, dan... Lula yang sedang di kamar mandi. Mengapa dia tidak ingin Lula tahu soal hubungannya dengan Kak Joshua?

Entahlah, aku tidak akan bertanya-tanya untuk saat ini karena kami masih di kamar. Mungkin akan kutanya di perjalanan nanti. Itu pun kalau dia berkenan.

Setiba kami di halte dan sembari menunggu bus, aku membuka percakapan dengan kawanku ini. "Ki, lo kenapa tadi kayak takut orang lain tau?"

Kia memejamkan matanya singkat. "Gue nggak mau Lula jadi ngomong kemana-mana soal Kak Joshua..." balasnya dengan senyuman kecil.

"Sooner or later, Lula juga bakal tau, kan? Maksud gue kita kan roommate, kenapa nggak saling jujur aja?"

Kia menghirup dan menghela nafas dengan berat. Matanya melirik ke atas. Tampaknya ia berpikir keras untuk mencari jawaban.

"Leen, waktu itu lo kenapa nggak mau orang lain tau hubungan lo sama Kak Adrian?"

Pertanyaan itu lantas membuatku memutar otak lagi. Aku menyukai pacarku dan dia juga merasakan yang sama. Kami saling menyayangi. Meskipun aku memiliki alasan tersendiri, entah mengapa aku menjadi gugup.

"E–eeh, itu.... soalnya...."

"Kenapa waktu itu lo biarin gue dan Nau aja yang tau? Gue inget... Lo nggak mau ada yang heboh, kan? Atau pengganggu di antara kalian?"

Aku mengangguk. Iya, dia benar. Saat itu, aku berpikir jangan sampai ada yang tahu hubungan kami. Bayanganku, jika Lula tahu dia pasti akan heboh. Sekelas akan mengetahuinya. Lama kelamaan satu angkatan dan menyebar ke seluruh penjuru sekolah.

Aku sendiri baru berani dan siap go public justru setelah Kia menyadarkanku. Bagaimana perasaan Kak Adrian yang seperti tidak kuakui? Bagaimana perasaannya melihatku mendapat banyak hadiah dari orang lain tanpa mereka tahu sebenarnya sudah ada yang di hatiku?

"Dan gue baru berani go public setelah lo bilang ke gue, jadi pacar yang nggak diakui itu nggak enak.." balasku.

Kia mengangguk-angguk kecil. "Itu yang gue rasain, Leen..."

Before We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang