Haaiii.... Selamat berlibur, readers...
Masih pada penasaran kan sama Aleena dan Adrian? Kira-kira mereka bakal gimana setelah ini? Yes.... Part ini akan memperlihatkan lagi-lagi kepedulian Adrian kepada Aleena.*****
[Aleena POV]
Pada hari Kamis sore kira-kira sekitar pukul setengah empat, aku mengunjungi ruang UKS. Hari ini memang jadwal piketku. Yah seperti yang kalian ketahui, aku mengikuti ekskul selain cheerleader, yaitu medis. Waktu masih menjadi anggota cheers, aku sangat pasif di tim medis. Tapi sekarang aku termasuk anggota teraktif bersama Rafli, mantanku dan Raja, siswa kelas 10C.Menjadi tim medis bukan hanya untuk yang ingin menjadi dokter atau perawat saja, kok. Memang tugasnya mirip dokter, tapi peran kami selain mengobati adalah mengurus administrasi dan kesediaan barang dan obat. Yang paling kusuka adalah aku mendapat ilmu bagaimana memberikan pertolongan pertama pada korban.
Kami sebagai tim medis juga diajarkan cara memberikan obat untuk penyakit ringan seperti sakit perut, pusing, dan pilek. Hanya sebatas itu saja. Diluar itu kami lepas tangan. Tentu saja, jangan sampai jadi dokter gadungan. Kami juga disediakan dokter pendamping, jadi aman.
Aku nyaman berada di sini karena kami mendapat upah saat piket. Setiap piket 20 ribu. Seminggu kami kedapatan piket 2x. Jadi, lumayanlah sebulan kami bisa mendapatkan kurang lebih 160 ribu. Keren, kan sekolahku ini bisa menggaji siswa juga.
//TOK! TOK! TOK!//
Aku ketuk pintunya. Tanpa ada yang menjawab, langsung saja aku masuk. "Sore, permisi!!" sapaku.
Kulihat ada seseorang yang tampak sibuk merapikan lemari obat. Ia segera menoleh ke arahku. "Sore. Ada yang—" ucapannya terhenti.
"Aleen?" lanjutnya.
"Ya, ampun, Raf!! Kirain siapa?" Ternyata Rafli piket sore ini juga.
"Iya, nih. Gue pikir lu nggak dateng. Makanya gua ajak si Raja," balas Rafli.
Aku menggeleng. "Karena medis satu-satunya ekskul gue sekarang, ya sebisa mungkin nggak absen, sih."
"Dokter Dina mana?" tanyaku sambil celingukan.
Tumben sekali sepi. Biasanya ada Dokter Dina tiap Senin-Kamis. Sementara, Jumat-Minggu ada Dokter Panji. Merekalah yang membimbing medis di SMA kami.
"Katanya ada urusan di klinik. Makanya tadi minta tolong gue yang handle. Paling nanti balik lagi. Kan hari ini dia jaga sampai malam," jawab Rafli. Aku mengangguk paham. Tandanya hari ini harus bekerja lebih keras.
"By the way, gimana lu sama Kak Adrian?" tanya Rafli. Dia selalu begitu. Dikit-dikit Adrian.
"Dari sekian banyak hal yang bisa lo tanyain, kenapa harus Kak Adrian coba?"
Aku mengusap kepala bagian dahi, ke rambut hingga wajahku. Entah kenapa pipiku terasa panas. Apakah aku malu? Oh noway, mungkin aku kesal. Bosan ditanya seperti itu.
Rafli tertawa kecil. "Gua cuma nanya gimana lu sama Kak Adrian. Bukan perasaan lu kok. Beda, ya. Jadi, jangan salting, Leen!"
"S—siapa yang salting, ih? Enggak ada yang salting!"
"Soalnya waktu Tio mau nyontek lo, Kak Adrian yang ngelempar penghapus ke pengawas. Sengaja biar pengawas nengok terus ngeliat gelagat Tio. Makanya tuh anak tadi langsung kena, kan?"
Oh, iya. Waktu UTS kemarin, kami sekelas. Posisinya kelas 10E seruang dengan 11Sci1. 10D dengan 11Sci2. Begitu seterusnya sampai 10A dengan 11Soc2. Aku duduk di bangku nomor 3. Sementara, di belakangku ada Andaru Laurentio atau sebut saja Tio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before We Meet Again
Teen Fiction#1 in schoolfiction (April, Juni 2024) #3 in schoolromance (April 2024) Ini kisah seorang siswi kelas 10 yang mandiri dan pemberani, Aleena Dharmawan. Cara pandangnya yang unik membuat orang-orang menyukainya. Namun, hal tersebut juga membuatnya har...