[Adrian's POV]
Bangun-bangun aku dikejutkan dengan langit-langit berwarna putih yang tampak asing. Ini bukan kamarku, bukan juga asrama.Ini kan rumah sakit? Loh, mengapa aku bisa di sini? Aduh, kepalaku terasa pening dan berat sekali.
Saat aku menoleh ke sisi kiri, ternyata kudapati seorang gadis sedang tertidur. Ah iya, aku ingat. Terakhir aku ingin melindunginya dari tendangan bola dan bola itu malah mengenai kepalaku. Itu membuat kepalaku bertambah pusing dan setelah itu lupaa. Eh... berarti aku pingsan, dong?
Entah sudah berapa lama aku tertidur? Tapi rasanya langit di luar sudah gelap. Kuharap ini masih malam hari. Karena besok pagi aku harus latihan soal.
Aku melirik ke arah Leenleen lagi. Meskipun beberapa anak rambut menutupi kening hingga pipinya, aku samar-samar dapat melihatnya tertidur dengan wajah yang cantik itu. Tidak perlu Aurora, gadisku saja sudah sleeping beauty.
Aku sedikit menggerakan tangan kiriku. Tapi ternyata itu agak mengganggunya karena posisi tanganku yang mepet sekali dengan dirinya. Atau bahkan mungkin dia tidur sambil memegang tanganku? Wah, so sweet sekali dia!
"Eemmmhh," lenguhnya. Ia mengerjapkan matanya sambil perlahan-lahan menegakkan kepalanya.
Tersadar bahwa diriku sudah bangun, Leenleen malah heboh. "Kak Drian? Udah sadar? Masih pusing? Lemas nggak? Atau ada yang sakit nggak?" tanyanya berturut-turut.
Padahal aku sudah tidak pusing. Justru pertanyaannya yang membuatku pusing.
"Udah nggak panas," gumamnya sambil meletakkan punggung tangannya kepada keningku.
Kemudian, ia juga mendekatkan wajahnya pada wajahku. Eh, apa ini?
"Udah nggak pucat, tapi mata sedikit merah," gumamnya lagi seolah-olah dia dokter. Oalaah, hanya memeriksa. Kukira ingin menciumku.
"Biar aku panggil dokter, ya!" serunya sambil meraih selang yang terdapat remote pemanggil dokter atau perawat.
NOOO!! Jangan lakukan itu dulu. Aku hanya ingin berdua dengannya tanpa diganggu siapapun. Segera saja kutarik lengannya hingga dia jatuh ke kasur. Lebih tepatnya wajah kami jadi berdekatan.
"Aku nggak butuh dokter. Butuhnya kamu, Leenleen," ujarku. Entah ide gila ini dari mana? Mengapa aku seperti menjadi manja tidak karuan?
Matanya membesar. Aku yakin dia kaget sekaligus takut aku berbuat macam-macam.
"Idiih, Kak Drian!!" jeritnya sambil menjauh dariku dan pada saat itulah dokter datang.
"Selamat malam. Bagaimana Adrian sudah lebih baik?" tanya lelaki paruh baya. Sepertinya ia baru saja melakukan operasi karena sekarang sedang berseragam gaun hijau serta surgical cap yang masih bertengger di kepalanya
"Lumayan," balasku seadanya.
Aku tidak akan mengatakan baik atau buruk. Jujur saja kepalaku masih terasa berat.
"Ada rasa pusing atau sakit?"
"Pusing di sebelah sini. Sakit sih paling sakit perut," balasku sambil menunjuk sisi kiri kepalaku yang terbentur.
"Saya lega. Adrian mengalami edem di tingkat rendah. Perbanyak istirahat dulu ya untuk saat ini dan jangan memikirkan yang berat-berat. Tapi, kita tetap tunggu hasil CT scan-nya, ya. Untuk sakit perut, seharian ini perutmu dalam keadaan kosong sehingga mempengaruhi gula darah. Tubuhmu jadi lemas."
"Jadi, saya perlu makan?"
"YA HARUS LAH KAK!!" balas Leenleen penuh penekanan di setiap kata. "Ngaco banget sih nggak makan seharian!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Before We Meet Again
Teen Fiction#1 in schoolfiction (April, Juni 2024) #3 in schoolromance (April 2024) Ini kisah seorang siswi kelas 10 yang mandiri dan pemberani, Aleena Dharmawan. Cara pandangnya yang unik membuat orang-orang menyukainya. Namun, hal tersebut juga membuatnya har...