Part 75 | I wanna go

42 2 0
                                    

Part ini masih di POV Aleena. Intinya menceritakan bagaimana kepergian Aleena yang pada akhirnya didukung penuh oleh kakaknya.

*****

"Eng–nggak! A...ku mau pu...lang sek...karang," ujarku pelan.
.
.
.
Beberapa kata yang kuucapkan terjeda-jeda.

"Ujian udah selesai semua kan, soo kamu boleh pulang. Tapi Mas Allan masih di kereta nih. Besok pagi aja ya aku jemput!"

"Nggak!! Nggak ma...u. A...ku mau...nya seka...rang... Hari i..ini!!!"

Kudengar Mas Allan menghela nafasnya. Dia mungkin ingin menolakku permintaanku, tapi karena sayang kepadaku dia juga tidak tega. Apalagi setelah mendengar suara cengengku ini.

For your information, orang-orang jarang melihatku menangis. Tapi di depan Mas Allan aku tidak segan menangis. Aku ingat terakhir kali menangis di depannya ketika aku tidak bisa menolak permintaan mama dan papa yang mendaftarkanku ke SMA Raya.

"Kamu tenang dulu ya... Tarik nafas... Buang... Elus dadaa, tenang. Inget ya, tenang!!"

Suaranya yang menenangkan itu membuatku mengikuti instruksinya. Dia bukan psikolog, tapi dia begitu sabar dan paham bagaimana cara menenangkan seseorang. Seperti papaku, dia pandai meregulasi emosinya.

"Sekarang aku mau tanya, ada masalah apa? Nggak dibully, kan?" lanjutnya.

Aku menggeleng. Aku yakin dia tidak melihatnya. "Eng–gak!"

"Aku cuma mau ke Jepang. Ayo besok kita ke Jepang."

"Kamu jangan aneh-aneh, Leen. Kita belum pesan tiketnya."

"Ya, tinggal pesan aja kan. Packing juga aku bisa kok malam ini pas kita nanti sampe rumah. Pleaseee, aku mohon. Cuma Mas Allan yang bisa nolong akuu..."

Dia mendengus kesal. Tapi aku yakin Mas Allan tidak akan tega denganku. "Well, sampai Jakarta aku sama Pak Kadir jemput kamu. Kira-kira sekitar jam 8 malam. Abis ini aku coba cari tiket buat kita. Tapiii, kalo nggak ada besok, kita undur hari Minggu. Gimana?"

"Nggak masalah. Yang pasti aku udah nggak mau di sini dan yang penting Mas Allan bisa bawa aku pergi dari sini."

Dia menghela nafas berat. "Mas Allan nggak tau apa yang terjadi sama kamu, tapi cerita ya kalo udah siap!"

Menutup panggilan

*****

Aku telah tiba di kamar kami. Kali ini aku masuk begitu saja tanpa menyapa penghuni yang ada di dalamnya, Kia dan Naura.

"Leen, udah dikasih ke Kak Ad—"

Itu suara Naura. Kutebak dia menanyakan apakah aku sudah memberikan makanan yang kubawa untuk kekasihku.

"Gak!" potongku cepat sebelum dia mengakhiri ucapannya.

"Loh, kenapa?"

Aku tidak menjawab pertanyaannya dan terus berjalan menuju tempat tidurku. Kutarik koper dari bawah sana, menaruhnya di atas kasur, dan membukanya. Kuambil baju-bajuku dari lemari pakaian kami dan menaruhnya ke dalam koper.

"Eehh, lo mau ngapain?" Kini giliran Kia yang bertanya sambil berjalan mendekatiku.

"Mau pulang. Mas Allan nanti jemput gue!" jawabku tanpa menoleh.

"Pulang nggak perlu bawa koper, kan? Atau lo mau tukar barang?" tanya Naura.

Dia hafal kebiasaanku yang sering mengirimkan barang pada weekend dan menukarkannya dengan barang baru, contohnya pakaian sehari-hariku.

Before We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang