Part 29 | A Spoil Girl

88 16 52
                                    

Hai readers, apa kabar? Gimana udah siap untuk lebaran besok? Nah, malam takbiran ini kalian akan ditemani Aleena sama Adrian... Sebelumnya, aku mau kasih warning, maaf kalau mungkin ada kata-kata kasar yang keluar dari para tokoh. Tapi, insyaAllah part ini seru!! Lagi-lagi Aleena melawan orang lain dengan berdebat kata-kata. Yuk, yuk, langsung simak aja!

*****

[Aleena POV]
Selasa pagi ini aku sedang berjalan menuju ruang guru. Guru Bahasa Inggris meminta bantuanku untuk membawa kamus cetaknya. Mengapa harus kamus cetak padahal ada yang elektronik? Jawabannya karena beliau tidak ingin kami menerjemahkan secara pasif.

Dengan kamus elektronik, kami cukup mengetik kalimat yang ingin diterjemahkan kemudian akan muncul hasil terjemahan dalam bentuk kalimat utuh. Harus aktif, carilah kata-kata asing yang belum dipahami maknanya di kamus, begitu katanya.

Aku sedang berjalan bersama Zaki karena dia yang disuruh membawakan laptop dan audio speaker-nya.

"Heh, Aleena!!!" panggil seseorang dari kejauhan.

Tentu, aku yang merasa dipanggil pun menoleh. Ternyata orang itu Kak Afika. Dia sedang berjalan cepat mendekatiku.

Perasaanku sedikit tidak enak. Aku mengode Zaki untuk berjalan lebih dulu. Dia pun menurutinya meskipun ragu-ragu.

"Dasar pelakor! Ngapain lo deket-deketin Adrian? Lo suka sama dia?" bentak Kak Afika tiba-tiba sambil mendorong bahuku.

Apa-apaan dia? Bukannya aku gila hormat, tapi bicaralah yang sopan atau setidaknya jangan membentak.

"Eh, jangan ngaco ya! Kok jadi saya yang pelakor?"

Kak Fika tersenyum miring meremehkan. "Gue tau lo godain Adrian dari awal masuk. Pake sok-sok jatoh minta digendong, belum lagi kemarin di perpus lo deketin dia kan? Banyak yang ngomongin kalian."

Aku hanya menahan tawa. Oh, rupanya dia cemburu. Memang wajar seorang kekasih cemburu, tapi bukan dengan menuduh yang tidak-tidak kan? Hmm, sekalian saja kubuat dia panas.

"Sorry ya saya nggak tertarik sama dia. Waktu jatuh, Kak Adrian kok yang inisiatif nolongin dan gendong. Di perpus juga saya cuma minta ajarin. Kayaknya kebalik deh, justru dia yang deketin saya," balasku asal.

Orang menyebalkan seperti ini harus dibalas sama supaya dia tidak merasa menang dan seenaknya. Mari kita lihat bagaimana reaksinya?

Kak Fika melongo mendengar jawabanku. Sesaat kemudian bertepuk tangan sambil berkata, "Wow, hebat ya!! Sok kecantikan banget lo ngaku-ngaku dia yang deketin!!"

"Ya emang saya cantik. Terus kenapa?"

"Oh, merasa cantik? Berarti bener ya lo ngakuin kalo lo itu penggoda. Dasar pelacur murahan!"

Apa aku tidak salah dengar? Penggoda? Oh sungguh itu bukan diriku. Dan pelacur murahan? Kata-kata yang sangat menghina dan menyakitkan itu sepertinya lebih cocok untuknya. Bagiku, mulut dibalas mulut. Tidak peduli apapun ocehannya akan terus kulawan.

"Gue dari tadi nggak sebut-sebut pelacur loh. Dan penggoda, bukannya Kak Fika yang godain Kak Adrian sampe dianya risih? Sekarang siapa yang murahan? Punya kaca kan?"

Kata 'gue' untuk sebutan diri sendiri akhirnya keluar dari mulutku, meluncur begitu saja. Aku sudah berusaha menjawab sopan dengan masih menggunakan 'saya'.

"Gila ya lo, masih kelas 10 udah berani banget!"

Berani? HAHAHAAA, mengapa harus takut? Memangnya dia siapa? Hanya terlampau 1 tahun lebih tua dariku. Tidak tahu saja dia jika beberapa waktu yang lalu, Bu Ela lah yang kulawan. Aku tidak peduli siapapun orangnya, selama aku benar harus aku lawan, pengecualian hanya untuk kedua orang tuaku.

Before We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang