Part 7 | Pacaran Itu......

174 37 61
                                    

"Eh, lo yang pake bando! Kalo mau daftar ambil form di sini, ya!!" teriak Kak Afika. Aku yakin yang dimaksud itu diriku karena hanya aku yang pake bando.
.
.
.
Setelah selesai dari ruang cheers dan menemukan secret person di teka-teki tersebut, akhirnya kami menuju kantin karena memang tak lama lagi akan makan siang.

"By the way, berarti Afika tadi bener pacarnya Adrian?" tanya Lula.

"Tadi bilangnya gitu sih," sahut Kia.

Lula memanyunkan bibirnya. "Nggak cocok!"
Tuh, apa dia kecewa karena Kak Adrian punya pacar?

"Nggak cocok? Mereka setipe kok. Sama-sama terkesan sombong dan cari perhatian," balasku menyimpulkan.

Naura mengangguk. "Keliatannya mereka berdua sama, sih. Tapi kalo gue liat-liat Kak Fikanya yang berlebihan deh."

Pukul 12:15 kami berempat sedang duduk dan asyik menyantap makanan. Makanan ini terlihat lebih menyenangkan dua kali lipat karena ada sayur bayamnya, kesukaanku. Tiba-tiba terdengar suara....

"Lo kenapa sih selalu gitu dari dulu!!" ucap seorang gadis dengan nada tinggi. Apa-apaan ini? Mengganggu sekali!

"Gua emang begini kok. Lu nggak ada hak buat ngatur-ngatur gua. Atau siapapun orang di dunia ini. Nggak bisa!" balas seorang lelaki. Loh, laki macam apa dia ini? Membalas perempuan dengan suara keras?

Orang-orang pun tampak heboh menyaksikannya. Begitu juga dengan teman-temanku. Di mulai dari Lula. Kemudian, Kiara dan Naura menyusul. Astaga, mereka ini kurang kerjaan sekali.

"Tapi kan gue pacar lo, Dri. Lo harusnya—" ucapan gadis itu terpotong.

"Pacar? Hah, sejak kapan? Pernah gua nembak lu? Nggak usah berlebihan! Gua nggak suka, ya, Fik," sahut suara lelaki. Nadanya pun mulai meninggi.

Tunggu—Dri? Fik? Jangan-jangan Kak Adrian dan Kak Fika?

"Eh eh, itu Kak Adrian woy!" kata Lula sambil mengguncang-guncang bahuku heboh. Ups, ternyata benar itu mereka. Perlahan aku menghentikan makan.

"Ada masalah apa ya sampe ribut gitu?" lanjutnya.

"Ya ampun, santai kali Lul orang lagi makan," balasku cuek. Meskipun sebenarnya aku penasaran, tapi kutahan.

"Ssstt, buruan itu liat deh," lanjut Kia sambil menepuk-nepuk bahuku.

Ya sudahlah, makan di antara keributan begini pun jadi tidak enak. Akhirnya aku turut menyaksikannya.

"Inget Dri, inget mamah lo pernah bilang apa sama gue?" Suara Kak Fika mulai merendah tapi sepertinya dia emosi karena nada bicaranya terdengar menekan sambil menunjuk-nunjuk Kak Adrian.

Kak Adrian tampak menggeleng-geleng dan tersenyum meremehkan. "Oh, sangat jelas. Ucapan dia kan, bukan gua. Kalo mau ya lu pacarin aja mamah gua. Kan beres?"

"Sumpah, lo bener-bener ya...."

"Apa? Ck, udahlah Fik gua males ribut mulu sama lu. Cukup, ya!" ucap Kak Adrian mengakhiri keributan itu. Ia pergi keluar kantin meninggalkan Kak Afika.

Orang-orang hanya menatap Kak Afika dengan konyol. Cih, benar-benar pertengkaran yang tidak penting. Baik Kak Adrian maupun Kak Fika, bagiku sama saja. Mereka mencari perhatian dengan ribut di kantin. Seharusnya bisa kan mereka melanjutkan pembicraan di luar kantin. Aku pun memutuskan untuk kembali duduk dan lanjut makan.

"Eh, lo pada ngerasa aneh nggak sama mereka berdua?" tanya Lula. Dia mulai mengikutiku duduk.

"Kenapa emang? Biasa aja kali berantem ala orang pacaran," sahutku.

"Ih Leen, lo nggak denger tadi pas Kak Fika bilang inget mamah lo pernah bilang apa, terus Kak Adrian jawabnya, ucapan dia kan bukan gua? Gitu kan?" jelas Lula sambil menirukan nada suara Adrian dan Afika.

"Maksud lo hubungan mereka nggak pure gitu?" Naura memastikan hal yang dimaksud Lula.

"Nah gue nangkepnya gitu. Kak Adrian juga bilang kan pernah gue nembak lo? Berarti mereka nggak bener-bener pacaran dong?" tambah Kia.

"Mereka kayaknya dijodohin, deh. Eh, apa gimana, ya? Pokoknya biasalah kayak di film-film gitu. Si cewe suka, tapi cowoknya nolak mentah-mentah," kata Lula.

Lula... Lula... dia kelihatan perhatian sekali... Seharusnya bilang saja kalau tertarik dengan Adrian!

"Ya urusan mereka kali. Ngapain dipikirin deh? Mau mereka pacaran apa enggak ya bodo amat sih," kini aku menyahuti lagi. Aku sama sekali tidak tertarik dengan obrolan tentang asmara.

"Lagian ya pacaran tuh ribet. Untung gue nggak penah! Penasaran kenapa orang-orang pengen banget pacaran?" lanjutku.

Yap, cintaku sekarang hanya kepada dua orang pria. Satu ke papa, satu ke kakakku. Menurutku, belum ada yang sebaik mereka. Apa bagusnya laki-laki seumuranku yang hanya bermodalkan pandai menggombal dan berpura-pura perhatian? Biasanya mereka akan menanyakan hal yang tidak perlu, seperti sudah makan atau belum? Kemudian, menyuruh makan dan mengatakan mereka takut jika kita sakit. Daripada seperti itu, lebih baik langsung saja kirimkan makanan.

"Sumpah lo nggak pernah pacaran? Tapi lo masih suka cowo, kan?" tanya Lula dengan kaget. Apa salahnya? Memangnya tidak pernah pacaran mengindikasikan 'belok' ya?

Aku menghentikan kunyahanku. Meletakkan sendok di mangkukku dan menatap Lula dalam.

"Lo ngapain liat gue kayak gitu? Lo nggak suka sama gue, kan?" tanya Lula. Kurasa dia sedang stress!!

"Ya enggak lah, Lul. Emang lo pikir gue apaan? Cuma aja nggak ada yang menarik bagi gue!"

"Kalo tau-tau di sini lo suka sama orang gimana?" kata Kia. Aku menaikkan kedua bahuku. I have no idea!

"By the way, Rafli ganteng tuh. Apalagi Zaki gemes. Lo nggak tertarik gitu?" tanya Lula.

Rafli? Si ramah yang tampan dan pandai itu. Lalu, Zaki si ketua kelas manis yang perhatian. Meskipun demikian, aku menggeleng sebagai jawaban tidak.

"Ya, ganteng. Tapi gue nggak tertarik sih. Ada lah ntar saatnya gue tertarik sama orang."
.
.
.
Wah, udah mulai kelihatan nih keanehan hubungan Afika dan Adrian. Lalu, bagaimana dengan Aleena? Kira-kira siapa pria yang akan berhasil menarik perhatiannya?

TO BE CONTINUED???

Jika kalian menyukai part ini, berikanlah vote. Mohon berikan juga komentar yang membangun supaya aku bisa mengoreksi tulisanku dan lebih semangat lagi menulisnya.
Terima kasih banyak...😊😊

Before We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang