Part 33 | Care

82 13 24
                                    

Sekali lagi, maaf ya buat readers yang ada di kapal RaLeen (Rafli-Aleena). Kalo hubungan mereka terus dilanjutin, yang ada dua-duanya sakit. Aleena terpaksa, Rafli juga menjalani hubungan yang semu. Lagian nggak lama setelah putus dari Aleen, dia taken sama yang lain kok.

Untuk part ini dan seterusnya, akan lebih banyak menjelaskan tentang bagaimana perasaan Adrian dan Aleena satu sama lain serta kelebihan-kelebihan Adrian.

*****

[Adrian POV]
Pada hari Sabtu pukul 16:30, aku memilih berolahraga di lapangan. Sore ini terlihat sepi karena sebagian siswa memilih kembali ke rumah mereka sejak Jumat sore. Biasanya mereka akan kembali lagi hari Minggu atau Senin. Beberapa minggu ini aku tidak pulang karena setelah ini akan banyak acara sekolah dan OSIS pasti sibuk. Belum lagi padatnya ekskulku seperti taekwondo dan klub fotografi. Gini-gini aku suka memotret.

Kupotret lapangan sekolah kami. Tidak terlalu indah. Sebenarnya hanya menang karena luas, tapi langit yang indah benar-benar menghiasnya sehingga view menjadi cantik. Kuabadikan ini di ponselku. Tiba-tiba ada seorang gadis cantik sedang berlari di running track.

Aleena... Aku ikuti saja dia. Lumayan ada partner lari sore ini. Tapi apa-apaan sih dia ini? Pakaian itu sangat pas di tubuhnya. Kaos yang dikenakannya hanya sebatas bawah dada. Leggings bermodel tinggi cukup untuk menutupi bagian pusar sehingga sedikit memperlihatkan bagian perutnya. Tapi, tetap saja laki-laki mana yang tidak tergoda? Bukan aku sih tapi—

Tunggu, apa itu? Seorang lelaki berada di balik semak-semak atau sejenis tanaman pagar di pinggir lapangan sedang fokus dengan ponselnya. Yang mencurigakannya lagi itu mengarah kepada Aleena. Apakah dia sedang merekam? Atau memotret? Kutebak demikian. Dan benar saja, barusan ada blitz dari ponselnya. Dasar Aleena bodoh, tidak sadar apa dirinya sedang dilecehkan?

Kupercepat langkah kakiku agar bisa menghampirinya, tetapi Aleena malah mempercepat larinya. Aku sendiri tidak ingin kalah dan akhirnya kami semakin dekat.
Masih sambil berlari, ia memberanikan diri menoleh ke belakang.

"Loh, Kak?" kagetnya karena ada aku yang membuntutinya. Kita tunggu saja ocehan bodohnya!

Tapi sebelum itu terjadi aku sudah terlebih dahulu melempar sebuah jaket. //PLUK//

"Duh, apaan sih?" kesalnya. Lemparan itu tepat jatuh di atas kepala Aleena. Ia berhenti berlari dan mengambil jaketku.

"Pake tuh. Bajunya minim amat!" ujarku tak kalah kesal.

"Ya, namanya olahraga pake baju olahraga lah. Lagian dimana minimnya?" tanya Aleena kesal.

Ya, wajar-wajar saja sih. Tapi karena sangat pas di tubuhnya belum lagi ada yang memotret dirinya yang sedang begini membuatku gemas, kesal. Ayolah, mana Aleena yang katanya bisa melindungi diri?

"Saya nggak butuh, ya," tolaknya sambil mengembalikan jaket itu kepadaku.

Aku menerimanya kemudian melebarkan jaket itu dan memakaikan di bahunya. "Ya. Biasa aja, sih, cuma baju itu ngepas banget sama badan kamu! Atau kamu sengaja, ya, mau mendapat validasi seksi, gitu?"

"Heh, bisa nggak, sih, ngomong tuh difilter, nggak usah vulgar kayak gitu!?"

Woah, rupaya Aleena tidak suka dengan kata-kata itu. "Vulgar? Gara-gara saya sebut kata seksi? Ya, saya ngomong apa adanya, kok."

"Ck, sinting! Lagian ngapain, sih, ke sini? Malah mempermasalahkan baju saya lagi!"

Aku hanya tersenyum. Apakah dia tidak sadar dengan pamer badan itu sekarang dia sedang ditonton orang? "Heh, kamu itu senang, ya, jadi bahan tontonan orang-orang dengan berpenampilan seksi kayak gini?"

Before We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang