"Sya, Mas boleh minta sesuatu?" setelah acara makan malam Hasya dan Nawam memutuskan untuk menonton drama korea di ruang tamu menggunakan laptope milik Hasya. "Boleh, minta apa, Mas?" siap menjeda layar laptopenya. Matanya berbinar menatap sang kekasih, siap menerima titah darinya. Nawam terkekeh, "serius amat nanggepinnya, Mas cuman minta bikinin Mas kopi hitam," pintanya. Hasya mencebik, rupanya hanya minta dibuatkan kopi, namun sudah seperti ingin memberi perintah yang teramat penting. Hasya segera beranjak menuju dapur, meski jarang sekali terjun langsung ke ranah dapur, tapi setidaknya ia sedikit pandai jika hanya untuk meracik kopi.
Kopi siap diseduh, masih panas, namun Nawam buru-buru menenggaknya sampai habis. Baru saja ia menerima telfon dari ibunya yang menanyakan tentang keberadaannya saat ini, Nawam menjawab dengan terus terang. Hasya melongo, menatap tak percaya jika kopi tersebut tinggal tersisa ampasnya saja hanya dengan beberapa tegukan.
"Mas pamit pulang ya, udah malem. Kasihan ibu dirumah sendirian," pamitnya yang langsung dibalas anggukan oleh Hasya. Tak lupa Hasya juga membawakan Nawam beberapa makanan yang sengaja ia sisihkan tadi untuk kemudian dibawa pulang agar bisa dimakan oleh Danastri. Hasya mengantar Nawam sampai pintu gerbang, hingga menghilang dari pandangan matanya.
"Aduh," ia memekik kesakitan sebab kakinya tak sengaja terjepit di sela-sela gerbang yang tengah ia tutup sendiri, menimbulkan lecet hingga sedikit mengeluarkan darah. Dengan berjalan tertatih, Hasya memasuki rumah sembari menyeret kakinya yang semakin ngilu. Hampir pukul sebelas, pantas saja penghuni rumah sudah terlelap dalam mimpinya masing-masing. Menyisakan dirinya yang masih kesulitan hanya untuk sekadar memejamkan mata sebab sudah berhenti mengkonsumsi obat. Tidak sabar baginya untuk kembali menemui Dokter Pamungkas dengan ditemani oleh Nawam. Semangatnya menuju sembuh semakin membara.
Hasya tak langsung menuju kamar, ia berbaring di sofa sembari memijit kakinya yang sepertinya juga ikut terkilir. Entah caranya benar atau tidak, asalkan rasa pegalnya dapat segera hilang. Ia tertidur hingga pagi menjelang. Rupanya sudah banyak panggilan masuk yang tidak sempat terjawab, semuanya dari Danastri. Nalurinya mengatakan bahwa ada sesuatu yang buruk sedang terjadi, gegas ia menelfon balik, tidak ada jawaban padahal nomornya aktif. Karena sudah dipenuhi dengan perasaan gelisah, Hasya segera bersiap-siap, ia lari tunggang langgang menaiki anak tangga menuju kamar untuk mandi lebih dulu.
Setengah jam berlalu, ia sudah siap dengan pakaian dan riasan yang rapi. Saat hendak berangkat, ia dikejutkan dengan kehadiran sosok gadis yang paling ditakutinya tengah bersama bundanya. Hasya urung menuruni anak tangga, takut-takut jika dirinya akan diperlakukan seperti dulu lagi. Mustika tersenyum padanya, begitu juga dengan gadis itu, yakni Juwita. Entah mengapa, Juwita berpakaian serba hitam, matanya sembab, begitu juga dengan Mustika yang seolah habis menangis sebab masih ada sisa-sisa air mata yang belum sempat diusap.
"Sayang, ganti baju yang lebih sopan dikit, kalau perlu yang warnanya hitam," pinta Mustika dengan nada melembut.
"Emang kenapa, Bun? Ada acara khusus kah?" tanya Hasya penasaran. Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya.
"Kamu ganti baju dulu, habis itu pergi sama teman kamu ini," sekali lagi Mustika masih meminta Hasya untuk mengganti baju. Tanpa bertanya kembali, hasya langsung berbalik badan dan menuruti permintaan bundanya. Ia tak ambil pusing dengan adanya Juwta, toh gadis itu nampak kelihatan tenang, tidak tantrum seperti biasanya. Hasya juga tak diperkenankan untuk membawa mobil sendiri.
"Ini sebenarnya ada apa sih, Bun? Kenapa orang rumah pada aneh kayak gini. Bunda, Ayah, Kak Falah juga. Terus ini, kenapa tiba-tiba aku harus nebeng sama Juwita, padahal aku cuman mau ke rumah Mas Nawam, aku bisa bawa mobil sendiri, enggak perlu pakai pengawalan segala," cerocosnya.
"Tante, kami pamit berangkat sekarang. Udah enggak ada waktu lagi. Permisi," ucap Juwita tiba-tiba. Ia tanpa permisi langsung menggeret Hasya untuk segera masuk ke mobil. Yang diperlakukan seperti itupun hanya diam, tak mampu berkutik.