22. Menjaga Jarak Dengannya

45 35 1
                                    

Hasya mencuci wajahnya di wastafel, ada perasaan lega setelah bercerita dengan Dokter Pamungkas. Beliau begitu tenang menghadapi pasien yang sebenarnya bisa saja tantrum kapan saja, tak terkecuali dirinya. Zayn sudah menunggunya di kantin rumah sakit, ia bahkan memesan jus alpukat kesukaan putrinya. Sudah sekitar seperempat jam ia menunggu putrinya, namun yang ditunggu belum kunjung tiba. Padahal ia sudah mengiriminya pesan jika sudah selesai melakukan konsultasi untuk segera menyusul.

"Ayah, lama nunggunya?" Zayn hanya mengangguk sembari meminum jus wortel pesanannya. "Habisin jus-nya baru pulang," Hasya mengangguk , ia segera menenggak minuman berwarna hijau muda itu hingga tandas.

Terhitung baru lima langkah keluar dari kantin, Zayn sudah disapa oleh rekan kerjanya, yakni Bagaskara, Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Karena merasa masih muda, Bagaskara mencoba untuk menyapa Zayn lebih dulu, sebagai bentuk kesopanan pada yang lebih tua.

"Selamat sore, Dok," sapanya pada Zayn, tak lupa dengan senyum yang menyertai, "Eh? Anaknya, Dokter? Tadi kalau tidak salah lihat, dia baru saja keluar dari poli jiwa," Bagaskara memang terkenal dengan kejujurannya. Saking jujurnya, kadang sampai membuat orang di sekitarnya menepuk jidat.

Hasya tersenyum kikuk dan hendak menyapa, namun Zayn sudah lebih dulu menyelanya, "Bukan, dia keponakan saya. Anak dari Kakak saya," jawab Zayn, yang langsung membuat Hasya menoleh dengan pandangan tak percaya.

"Oh, begitu rupanya, kalau boleh tau, sakit apa, Dok, keponakannya?" jiwa penasarannya mulai timbul, apalagi setelah melihat wujud Hasya yang nampak seperti orang sehat pada umumnya.

"Dokter Bagaskara Agung," nama lengkapnya, "alangkah baiknya jika kita sebagai dokter merahasiakan penyakit pasien meski pada sesama dokter sekalipun," tegas Zayn. Ia sudah tau jika putrinya mengalami trauma, sebab Dokter Pamungkas sudah memberitahunya, namun ia berjanji pada dirinya sendiri untuk merahasikan ini, kalau perlu sampai mati. Bahkan putra sulung sekaligus istrinya tak akan ia beritahu.

"Saya rasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, kalau begitu, saya permisi," pamit Zayn, Bagaskara mengangguk canggung.

Selama perjalanan pulang, Zayn sama sekali tak mengajak Hasya untuk mengobrol, berbeda ketika berangkat tadi. Zayn diam dan fokus menyetir, bahkan mengendarai mobilnya secara ugal-ugalan, membuat Hasya terus berdzikir sepanjang jalan. Tiba dirumah, Zayn langsung menyuruh Hasya untuk langsung masuk, namun sebelumnya ia sempat memberi wejangan pada Hasya untuk tidak mengatakan apapun meski diberondong dengan banyak pertanyaan.

"Makasih, Yah..." hanya itu yang bisa Hasya ucapkan saat ini. ia merasa diperhatikan meski tidak diakui sebagai anak di depan rekan kerjanya.

"Hemmm," hanya dibalas dengan deheman.

***

Hasya sudah siap dengan konsultasi keduanya. Kali ini, ia bertekad untuk pergi sendiri. Sebenarnya, Falah hendak menemani, hitung-hitung sebagai permintaan maafnya atas ucapan tempo hari lalu, namun Hasya menolaknya dengan alasan ingin sendiri. Tentu saja ia membohongi orang rumah kecuali Zayn, ia mengatakan jika ingin menonton teater bersama temannya. Padahal ia sendiri sudah tidak punya teman.

Ia menarik nafas dalam, mengumpulkan energi posistif agar tidak menangis jika kembali menceritakan kisah pilunya nanti. Butuh waktu setengah jam untuk sampai di rumah sakit. Jadwal konsultasinya adalah dua minggu sekali, dan selama itu pula ia harus mengkonsumsi obat yang diresepkan oleh dokter. Hal yang paling sulit baginya yaitu bukan perihal meminum obat, melainkan menyembunyikan obat tersebut dari orang rumah, khususnya Arumi yang bolak-balik membersihkan kamarnya.

Sampainya di rumah sakit, ia secara tak sengaja bertemu dengan Nawam yang baru saja selesai mengantar ibunya kontrol di poli jantung. Keduanya sempat berkontak mata, namun Hasya buru-buru memutus pandangan dan langsung menyembunyikan diri di balik kerumunan, untuk sementara ia akan menjaga jarak dengan pemuda yang sudah memporak-porandakan hati mungilnya.

PulihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang