Zayn benar-benar frustasi setelah ditipu habis-habisan oleh teman kepercayaannya itu. Anak dari teman lamanya itu mencuri beberapa tumpukan uang yang ada di brankas ruang kerjanya. Rupanya Handoko-teman lama Zayn itu sedang mengalami krisis ekonomi. Ia berdalih ingin menginvestasikan sebagian hartanya untuk ikut mengembangkan apartemen milik Zayn. Pembohong handal yang memiliki tipu daya muslihat untuk mengendalikan orang di sekitarnya. Anak Handoko-yakni Bagas keluar dari rumah Zayn saat jam dua malam, dia bahkan meminta teman sejawatnya untuk menunggu di luar halaman. Ayah dan anak memang sudah berencana untuk bekerja sama mengelabuhi Zayn yang gampang terlena.
Zayn murka hingga membanting apapun yang kini berada di sekitarnya. Termasuk vas bunga kesayangan istrinya yang sempat dibelinya di Singapura. Hasya memilih untuk mengurung diri di dalam kamar daripada harus menjadi bahan pelampiasan kemarahan sang ayah. Pun sama dengan Mustika, ia ikut berlindung di kamar putrinya sembari menangisi beberapa perhiasannya yang raib begitu saja. Falah mengusap pelan punggung bundanya, ia ikut prihatin dengan peristiwa yang baru saja menimpa kedua orang tuanya.
"Maafin Bunda ya, Nak. Ini pasti karma karena Bunda udah bikin kamu tersiksa," sembari menghapus air matanya, Mustika mengusap pucuk kepala Hasya.
"Enggak papa, Bun. Lagipula anak itu udah pergi kok jadi enggak perlu ada lagi yang Hasya takutin di rumah," ujarnya. Meski sedikit kecewa, namun ia tak ingin menambah masalah dengan membenci kedua orang tuanya yang sudah berbuat seenaknya saja.
Hasya tertunduk lesu, ia tak banyak bicara soal ini, tak ada minat sama sekali. Ia sudah menduga jika pemuda itu memang punya niat buruk pada keluarganya sejak awal singgah di rumahnya. Beruntunglah, perjodohan itu kini sudah dibatalkan oleh kedua belah pihak meski tanpa musyawarah lebih dulu. Tapi memang seharusnya dibatalkan karena yang bersangkutan saja sudah menolak mentah-mentah.
"Bun, Hasya mau keluar sebentar. Cari udara segar. Bunda mau ikut?" tawar Hasya, ia bermaksud menghibur Mustika. "Enggak, sayang. Nanti Bunda perginya sama Falah saja," lagi-lagi putra sulungnya yang menjadi prioritas. "Ya udah, Bunda istirahat dulu aja di kamar aku, semoga keadaan segera membaik," ucapnya memutus obrolan, lantas berjalan keluar kamar. Ia tak sengaja melihat Zayn yang tengah duduk di sofa sembari memijit pelipisnya, banyak koran berceceran. Pecahan beling berserakan. Ia harus berjalan jinjit agar tidak terluka.
***
Hasya tengah duduk santai sambil meminum pesanannya, yaitu Salted Caramel Macchiato, di Kopi Kenangan yang sangat terkenal sebab baru saja membuka cabang di kota tempat tinggalnya. Matanya tak sengaja menangkap sosok yang sudah satu bulan lebih tak ditemuinya. Bola matanya tak dapat menyembunyikan sirat kerinduan, ia dengan penuh kesadaran beranjak berdiri kemudian berjalan mendekat, mengikis jarak diantara keduanya.
"Mas?" suaranya terdengar serak, bulir-bulir matanya sudah keluar mendahului kalimat yang ingin ia sampaikan.
"Iya?" pemuda itu menoleh, mendapati seorang gadis yang sangat sangat dirindukannya.
"Mas enggak sedang mimpi kan?" tanya Nawam, matanya juga ikut mengeluarkan cairan bening.
"Hasya juga lagi enggak sedang mimpi kan? Mas, kemana aja?" Hasya terisak, menutup wajah ayunya dengan kedua tangan. Nawam lantas menuntunya untuk keluar menuju halaman terbuka. Keduanya duduk bersanding, tak ada suara. Mereka tengah berperang dengan isi kepala masing-masing.
Hasya berinisatif untuk membuka percakapan lebih dulu, ia mengatakan semua peristiwa yang telah menimpanya baru-baru ini, Nawam sampai tercenung mendengarnya. Ia tak habis pikir jika hari-hari yang dilalui oleh gadis itu teramat berat. Rasanya, ia ingin memeluk gadis itu dengan erat, menyalurkan kenyamanan agar tak selalu dipeluk oleh lara.
"Hasya ternyata anak yang kuat, ya?" pujinya, Nawam tentu saja yakin dengan perkataannya.
"Mas, Hasya rencananya mau berhenti konseling. Akhir-akhir ini terlalu banyak masalah yang datang bertubi-tubi, sampai Hasya bingung sendiri harus cerita yang mana dulu dengan beliau."