2. dari sini

1.5K 78 1
                                    

Mereka berdua ada di restoop sekolah di gedung paling tinggi.

Gibran yang merokok, Eby yang selalu marah-marah kalau melihat itu. Walaupun Gibran gak selalu merokok

Eby melihat Gibran selalu seperti banyak masalah namun dia tak pernah cerita

"Lo kalau gak mau cerita. Gua pergi"

Gibran tau Eby akan marah padanya jika dia tak menyeritakannya

"By"

"Apa"

"Gua selalu bertanya, gimana rasanya dipeluk papa mamamukan" Eby mengangguk

"Gua juga selalu bertanya gimana punya kakak" Eby mengangguk kembali

"Gimana rasanya dibanggain pas juara. Gimana rasanya disuapin. Dicium keningnya" sambil membuang rokok yang tinggil sedikit itu

"Jujur by. Gua mau kayakloo. Gua iri sama elo. Sama keluarga elo. Gua mau rasainnya"

"Ke-keluarga lo masih ada kan?" Tanya Eby Gibran menggangguk

"Ayah dan Abang gua"

"Untuk bunda, bunda sudah meninggal pas aku umur 5 tahun"

"Dulu hidup gua 11/12 kayak lo, pas bunda meninggal langsung dibalik 85 derajat"

"Maksudnya"

"Ayah. Abang menyalahkan gua atas kematian bunda, bunda selamatin gua pas kecelakaan"

"Hal yang bodoh yang gua alami"

"Waktu itu gua lagi main sepakbola ditaman. Gak segaja bola tersebut terlempar ke jalan. Gua hendak mengambil nya namun bunda menawarkan diri untuk mengambil nya. Dan disitu lah ada kecelakaan itu dimulai"

"Gib loo kenapa baru ngomong sih. Kita udah 5 tahun bareng-bareng" Eby emang dari SMP mereka sudah bersama

"Gua gak tau by harus ngomong apa enggak. Itu seperti pesonal atau privasi"

"Ya setidaknya lo cerita biar gak di bebani oleh pikiran" Gibran hanya menggangguk

"Mangkanya pas kita juara lomba apa mengambilan rapot orang tua lo selalu tidak ada" Gibran tersenyum tipis

"Dari SD gua mau disayang ayah namun itu hanya hanyalan gua sepertinya"

"Kenapa gua gak mau ikut lomba. Kenapa gua gak pinter sekarang. Ya karena mau usaha bagaimana pun ayah tidak akan memandangku"

"Gua aja lupa akan terakhir kalinya gua manggil ayah ke dia"

"Loo gak bercanda kan" Gibran menggeleng

"Dia selalu memanggil ku dengan sebutkan Anda, Kamu beda dengan Abang gua. Dia selalu dipanggil kakak"

"Gua gak tau kalau kisah lo sepait ini"

"Ya setidaknya gua gak disuruh pergi dari rumah itu"

****

"Gib. Gua ikut lo ya ke cafe" Eby yang sudah ada dimontor Gibran

"Lo ada les"

"Libur sehari boleh lah"

"Gua anter by. Gua takut dimarahin sama bokap lo"

Selama ini Gibran yang selalu antar Eby. Pulang pergi ke lesnya jika kakaknya tidak bisa mengantarnya. Katanya nambah-nambah pemasukan. Eby sendiri sebenarnya bisa bawa mobil namun t keluarga nya dilarang. Karena pernah hampir tabrakan

Itu juga di suruh sama papanya Eby. Gibran selalu dipercaya.

Setelah mengantar Eby Gibran langsung ke cafe

"Lo bang Raka ada disini" Gibran yang baru saja mengganti pakaiannya

Raka pemilik cafe itu dia masih kuliah. Namun niat membangun cafe yang baru 1 tahun ini. Gibran adalah karyawan pertama nya dulu sampai sekarang udah ada 8 orang karyawan

"Lihat cafe. Ternyata masih bagus"

"Lo baru datang gib"

"Gua telat ya bang. Maaf tadi gua antar Eby dulu"

"Tenang. Gua tau kok"

Gibran sudah dianggap sebagai adiknya sendiri. Kedekatan mereka juga sangat dekat

"Hy gib, gimana kabarnya"

"Lo tante Metta juga disini" salaman dengan bundanya Raka

"Tante kangen kamu" ujarnya

"Eh tante bisa aja"

Metta yang tiba-tiba mengelus ramput Gibran bukan pertama kali ini aja. Namun setiap bertemu Metta selalu melakukan nya.

Hal itu membuat Gibran senang dan merasa disayangi

"Gib kira-kira apa yang harus diperbaiki" ujar Raka yang memandang setiap sudut

"Emang mau dirubah"

"Bosen gak sih gib kalau gini-gini doang"

"Bener juga" mereka bersamaan memandangi sudut cafe gerakan mereka juga sama

Metta yang melihat itu sangat senang mereka seperti kembar

"Gimana kalau" mereka berbarengan

"Lo dulu gib"

"Abang dulu"

"Gua mau denger usul lo"

"Hemm. Jadi gini sekarang kan musim nya anak motor gimana kalau kita ubah seperti markas gitu"

"Sepemikiran kita, gua kan punya montor gak pernah dipakek nanti gua modif dulu biar tambah keren kita taroh disudut itu. Gimana"

"Mantap, biar ada slot untuk foto, dan disitu nanti kita taroh kayak mafia-mafia gitu tongkat besbol, kaca mata gitu"

"Oke bisa diatur"

Metta melihatnya begitu senang mereka seperti bertukar pendapat mengingat Raka membangun cafe ini dengan Gibran walaupun Gibran hanya membantu dengan ide2nya. Dia selalu tau yang lagi viral

*****

Aku Dan Waktu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang