Sikap Sinis Mantan Mertua

3.9K 95 0
                                    

Setelah serangkaian meeting mingguan yang selesai dilaksanakan pagi ini. Andra kembali ke dalam ruangannya.  Sedangkan Alana sudah menghempaskan pantatnya lagi di atas kursi. Dan Alana kembali berjibaku dengan pekerjaannya yang sudah menunggu di meja kerjanya.

Namun saat itu pintu lift berdenting. Dan Alana menahan napas saat melihat siapa yang datang.

“Heh, Alana! Buatkan kopi untukku dan antarkan ke ruangan Andra. Ingat! Kopinya jangan terlalu banyak gula. Aku tidak suka dengan rasa kopi yang terlalu manis! Cepat buatkan!” perintah Nita seenaknya.

Alana yang sadar jika ia hanyalah bawahan Andra, sedangkan Nita adalah ibu kandung lelaki itu. Maka mau tak mau Alana hanya bisa menganggukan kepalanya.

“Baik, Nyonya. Akan aku buatkan kopi untuk Anda,” sahut Alana.

Nita hanya mendengus, lalu memutar bola matanya. Sebelum kemudian masuk ke dalam ruangan Andra.

Alana menghembuskan napasnya pelan  setelah Nita menutup pintu. Alana menghentikan pekerjaannya sejenak. Sekarang ia harus pergi ke pantry untuk membuat kopi yang Nita pesan.

Beberapa saat kemudian, Alana telah selesai membuat kopi. Seperti yang Nita minta kopinya tidak terlalu manis. Kini  kaki ramping milik Alana berjalan menuju ruangan Andra. Ia mengetuk pintunya terlebih dahulu dan begitu masuk, Andra ternyata sedang duduk di balik meja kerjanya. Sementara Nita sendiri duduk di kursi yang berada di depan Andra.

“Ini kopinya yang Nyonya minta,” kata Alana menaruh cangkir kopi yang ia pegang di atas meja.

Andra  hanya menatap Alana sekilas, tapi kemudian lelaki itu memilih kembali fokus pada layar monitor di hadapannya.

“Kamu tidak naruh banyak gula, ‘kan?!” ketus Nita mendelik  sinis pada Alana. Dan Alana menjawabnya dengan gelengan kepala.

“Tidak, Nyonya. Aku membuatnya seperti yang Nyonya minta.” Alana menyahut.

Nita hanya menggertakkan giginya tak suka.  Tangannya yang dihiasi banyak  berlian meraih cangkir kopi yang tadi Alana bawa. Kemudian Nita menyesapnya dengan perlahan.

Namun keningnya berubah mengkerut.  Dengan kesal  Nita menyiramkan kopi panas itu pada Alana.

BYUR!

“Aakhh! Panas!”  ringis Alana memegangi lengan dan tubuh bagian depannya yang tersiram oleh Nita.

“Alana!”

Andra yang melihat itu terkejut. Lantas dengan cepat ia berdiri dan refleks meraih tissue kering dan membantu membersihkan noda kotor dan basah di tubuh wanita itu.

“Mama jangan keterlaluan, Ma!”Andra menatap kearah Nita dengan wajah cemas. Ya. Ia cemas melihat Alana yang meringis merasakan panas dan sakit di tubuhnya.

 “Kenapa kamu malah bentak Mama, Ndra? Seharusnya yang kamu salahkan itu wanita tidak tahu diri ini. Kenapa dia malah membuatkan kopi pahit untuk  Mama? Dasar tidak becus!” Nita menatap  sengit pada Alana.

Noda kopi di tubuh Alana sudah dibersihkan oleh Andra. Sekarang hanya sisa rasa panas yang masih dirasakan oleh wanita itu.

Melempar tissue di tangannya ke dalam tong sampah, kini Andra berbalik menatap  Nita dengan wajah tegasnya.

“Kalau Mama tidak suka dengan Alana, tidak begini caranya.  Aku paham Mama kesal karena dulu Alana sudah membuat hidupku hancur. Tapi Mama tidak perlu bermain fisik untuk menyakitinya.” Andra menuturkan.

Membuat kepala Alana terangkat menatap lelaki itu dari arah samping.  Sementara Nita mengerutkan keningnya tampak tak setuju dengan ucapan Andra.

“Kenapa kamu malah bela wanita ini, Ndra? Kenapa kamu malah menyudutkan Mama kamu sendiri?” protes Nita.

Andra menggelengkan kepala. Lalu menghembuskan napasnya kasar. Netranya melirik kearah Alana yang masih membeku di tempatnya.

“Keluarlah, Alana. Aku butuh bicara dengan ibuku,”  pinta Andra yang kemudian langsung diangguki oleh Alana.

“Baik, Pak Andra. Aku permisi..”  Alana menarik diri dari hadapan Andra dan ibunya. Lalu tubuh Alana keluar dari ruangan itu dan pintu itu pun telah menutup  kembali dengan rapat.

“Mama tidak terima, Andra! Kenapa kamu malah membela wanita itu? Bukannya kamu benci sama dia. Seharusnya kamu mendukung Mama untuk memojokkan dia,” seru Nita dengan wajah kesal.

Membuat Andra menatap ibunya itu dengan alis yang terangkat sebelah.

“Oh. Jadi tentang kopi yang terlalu pahit tadi hanya akal-akalan Mama saja agar bisa memojokkan Alana?” tebak Andra yang memang benar adanya.

Nita tidak menjawab. Wanita tua itu hanya mendengkus masam seraya melipat kedua tangannya di—dada. 

“Ma. Dengarkan aku. Yang hidupnya terlah dihancurkan oleh Alana adalah aku. Bukan Mama atau pun Papa. Jadi yang seharusnya membalas semua  penghianatan wanita itu juga aku. Mama tidak perlu melakukan apapun untuk menyakiti Alana.” Andra menuturkan. 

Dan Nita masih bergeming dengan menahan amarah di hatinya. Ya. Setiap kali melihat Alana, emosi Nita selalu terpancing. Nita merasa jika wanita miskin seperti Alana bahkan tidak pantas menginjakkan kaki di perusahaan milik keluarga Wijaya. Apalagi sampai bekerja sebagai sekretaris.

“Aku punya cara sendiri untuk membalas semua luka yang pernah Alana buat di masa lalu.  Jadi biarkan aku melakukannya tanpa perlu Mama repot-repot mengotori tangan Mama untuk menyakiti dia. Aku pastikan, jika caraku ini akan lebih menyakitkan dari yang Mama bayangkan,” kata Andra seraya menatap lurus ke depan. Sambil  menarik sebelah ujung bibirnya. Membentuk sebuah senyum miring.

Nita bertanya-tanya dalam hati. Apa kiranya yang tengah Andra rencanakan untuk Alana? Tapi apapun itu. Nita merasa senang.  Karena sampai detik ini, ia hanya melihat tatapan kebencian yang ditemukannya di mata Andra terhadap Alana.

***

Alana pulang ke rumah dan ia terkejut saat mendapati Rehan sedang berbaring dengan kening yang diplester. 

Maka dengan segera Alana menghampiri bocah itu dan mendudukan dirinya di tepi ranjang.

“Rehan! Kening kamu kenapa?” pekik Alana sambil mengecek luka di kening Rehan. Meski luka itu tidak serius, tapi hati Alana tetap mencelos melihatnya. 

Rehan yang sedang tertidur pulas, tentu saja tak bisa mendengar nada cemas dari suara Alana.

“Tadi pagi Rehan tak sengaja tertabrak mobil di depan sekolah.”  Winarti datang ke dalam kamar dengan segelas susu hangat yang ia buat untuk cucunya.

Alana menoleh pada Winarti.

“Apa? Tertabrak mobil? Lalu kenapa ibu tidak menelponku tadi pagi?” 

“Ibu juga terkejut, Alana. Ibu guru Dita yang memberitahu ibu kalau Rehan masuk ke rumah sakit. Tapi kamu tidak perlu khawatir. Keadaan Rehan baik-baik saja. Dia hanya sedikit syok dan mengalami luka ringan.”  Winarti menuturkan. Menaruh gelas susunya di atas nakas. Lalu menyentuh pundak Alana dengan menepuknya.

Mantan Istri CEO TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang