Melamar Alana

4.8K 104 0
                                    

Sejurus kemudian, Andra menjalankan mobil hitamnya untuk melewati Alana begitu saja. 

Sementara Alana yang melihat mobil mantan suaminya berlalu di hadapannya, hanya bisa menatap nanar. Orang yang ada di dalamnya begitu sangat Alana rindukan. Namun sayang, sekarang Alana sudah bagai pungguk yang merindukan bulan.

Andra adalah bulannya. Yang takkan pernah bisa lagi Alana jangkau.

*** 

“Sekali lagi terimakasih banyak ya, Vir. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana selain meminta bantuanmu.” Alana turun dari motor Virny. Ia mengucapkan terimakasih sembari memberikan helm di tangannya pada sahabatnya itu.

“Santai saja, Al. Kita itu ‘kan sahabatan. Jangan pernah sungkan sama aku. Aku tidak mungkin tega membiarkan sahabatku berdiri di pinggir jalan, jam dua belas malam lagi, Al. Untung kamu tidak dikira tante kunti yang sering berkeliaran di jam horror. Haha,” kelakar Virny berseloroh.

Alana juga ikut terkekeh karenanya.  

Setelah itu, Virny pamit pulang. Karena Virny tidak tinggal satu gang dengan Alana. Tapi jarak rumah sewa mereka tak terlalu jauh.

Kini kaki Alana bergerak memasuki sebuah gang yang menuju ke rumah sewanya. Namun begitu ia tiba di pelataran rumah, kening Alana bertaut bingung mendengar suara riuh yang samar-samar menggelitik di telinganya.

“Suara tawa siapa itu? Sepertinya suara Rehan. Tapi.. apa Rehan belum tidur?”  

Dengan cepat Alana bergerak masuk. Pintu rumah sengaja  belum dikunci karena Alana memang belum pulang.   

“Mama!” seru Rehan melompat senang dari kursi. Lalu berlari memeluk Alana.

Sementara bola mata Alana melebar. Bukan karena melihat Rehan yang belum tidur. Melainkan Alana terkejut saat melihat sosok laki-laki tampan dengan perawakan tegap, kini sedang berdiri di hadapannya. 

Laki-laki itu baru saja bangkit dari kursi, sepertinya tadi ia habis bermain dengan Rehan.

“Danu!” pekik Alana. “Kapan kamu datang? Kenapa tidak memberitahuku dulu?” tanya Alana  bertubi-tubi.

Danu tersenyum sembari mengusap tengkuknya. Ia memang sengaja ingin membuat kejutan untuk Alana dan Rehan. Makanya datang tanpa ingin memberitahu.

“Aku baru datang jam enam sore tadi. Aku memang sengaja, Alana. Aku ingin memberikan kejutan untuk Rehan. Aku sudah sangat merindukan bocah laki-lakiku ini. Dan sekarang aku senang bisa bertemu dengannya,” sahut Danu yang mengusap pelan rambut Rehan yang hitam legam.

“Kamu habis lembur, Alana? Kok baru pulang jam segini?” tanya Danu dan Alana menjawab dengan anggukan pelan.

“Ya. Aku habis lembur. Pekerjaanku di kantor sangat menumpuk, makanya harus segera diselesaikan malam ini juga,” jawab Alana. “Aku pikir Rehan sudah tidur. Tapi ternyata dia masih asyik bermain denganmu. Tapi tidak baik membiarkannya tidur terlalu larut, Danu. Rehan harus sekolah besok pagi.” 

Danu segera menepuk keningnya setelah mendengar ucapan Alana.

“Oh iya, aku lupa. Maaf, Alana. Aku terlalu antusias melepas rindu dengannya. Sampai aku tidak ingat kalau Rehan harus bangun pagi-pagi,” kata Danu pada Alana yang tersenyum. 

Lalu Danu mengalihkan pandangannya pada Rehan. Bocah kecil itu saat ini sedang sibuk dengan mobil-mobilan yang baru saja dibelikan oleh Danu.

“Boss kecil! Sudah  dulu main mobil-mobilannya, ya. Sekarang sudah waktunya untuk bersembunyi di dalam selimut dan berkelana di alam mimpi,” ajak Danu yang mengambil pelan mainan dari tangan Rehan, lalu menggendong anak itu ke kamar.

Mantan Istri CEO TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang