Tidur Bersama Andra

3.1K 73 0
                                    

Cahaya pagi yang masuk melalui celah-celah kamar membuat bola mata Alana mengerjap. Lalu kedua mata bulatnya itu mulai terbuka secara perlahan. 

“Andra!” namun Alana memekik terkejut saat mendapati Andra juga tidur di sofa yang sama dengannya. Kedua tangan Andra melingkar di pinggang Alana yang ramping. Sedang wajah mereka begitu berdekatan hingga napas Andra yang teratur terasa menerpa wajahnya.

‘Jadi semalam Andra tidur di sofa ini denganku? Pantas saja aku bermimpi Andra memelukku. Rupanya Andra memang memelukku dalam tidur.’ Alana bergumam dalam batinnya. 

Tanpa sadar Alana melengkungkan senyumnya saat melihat wajah tampan Andra yang tampak tenang dari jarak sedekat ini.

Lelaki yang biasanya terlihat ketus dan tanpa perasaan itu, kini wajahnya terlihat begitu polos saat terlelap. Meski rahangnya tetap nampak tegas.

“Jam berapa sekarang?” Alana terkejut mendengar Andra yang tiba-tiba bersuara.

Jadi lelaki itu tidak tidur?

“Jam enam pagi.” Alana menjawab. Andra seketika itu membuka matanya dan melepaskan tangannya dari pinggang Alana. 

“Aku akan mandi di kamarku. Kamu bersiap-siaplah karena sebentar lagi kita akan pergi ke bandara. Hari ini kita akan kembali pulang ke Jakarta,” ucap Andra memberitahu sembari bangkit berdiri dari sofa.  

Mendengar ucapan Andra barusan membuat Alana tak tahan menyunggingkan senyum senangnya. 

‘Kita akan pulang hari ini? Rehan. Mama akan segera pulang, sayang. Akhirnya Mama bisa memeluk kamu lagi,’ ucap Alana dalam hatinya.

Namun senyuman di wajah Alana ternyata tertangkap oleh kedua bola mata Andra yang setajam elang. 

“Kenapa kamu terlihat senang sekali saat aku mengatakan kita akan segera pulang ke Jakarta? Apa karena kamu merasa terbebas dari malam-malam bersamaku, Alana?” tanya Andra melipat kedua tangannya dengan masih berdiri tegap di hadapan Alana.

Alana tak menjawab. Ia hanya balas menatap Andra dengan lurus dan menghembuskan napas pelan.

“Jika kamu mengajakku berdebat sekarang, maka sepertinya kita akan terlambat tiba di bandara. Bukannya tadi kamu bilang mau mandi di kamarmu, Andra?” sindir Alana yang berhasil membungkam bibir Andra. 

Mata Andra menyipit menatap Alana. Wanita itu sama saja mengusirnya dari kamar ini. 

Tapi kemudian Andra membenarkan ucapan Alana dalam hati. Jika mereka menghabiskan waktu dengan berdebat, maka mereka akan terlambat tiba di bandara. Dan Andra paling tidak mau membuang waktunya.

“Cepat mandi dan waktumu hanya tiga puluh menit untuk bersiap-siap. Jangan sampai aku siap lebih dulu darimu. Karena aku sangat tidak suka menunggu!” tekan Andra melemparkan delikan tajamnya pada Alana. Sebelum kemudian tungkai panjang lelaki itu berjalan menuju pintu. Lantas benar-benar keluar dari kamar hotel Alana.

“Tiga puluh menit katanya? Aku harus mandi dan bersiap-siap dalam waktu yang sesingkat itu? Sungguh atasan yang sangat pengertian!” Alana mendesah lelah. Kemudian bangkit dari sofa dan menuju ke kamar mandi.

Jika ia terus menggerutu, maka waktunya akan habis hanya untuk memaki Andra.

***

Sambil menunggu jam penerbangan pesawat mereka, Andra dan Alana duduk menunggu. Andra menepikan punggungnya pada sandaran kursi sambil menaikan kaki kanannya ke kaki kiri.

Sementara Alana hanya duduk diam sambil mengusap-usap pahanya di samping lelaki itu. Hingga suara ponsel Alana yang bordering membuat fokus keduanya buyar.

“Danu?” gumam Alana pelan yang tak sadar jika di sampingnya mata Andra juga ikut menyipit melihat layar ponsel Alana. Dan nama Danu tertangkap oleh bola mata Andra. 

‘Danu? Siapa lagi lelaki yang bernama Danu itu? Kenapa bibir Alana langsung tersenyum saat mendapat telpon dari lelaki itu?’ Andra bertanya-tanya dalam hatinya.

Alana bangkit berdiri dan agak menjauh dari Andra agar ia bisa mengangkat panggilan dari Danu. Sedangkan netra Andra memindai punggung ramping Alana dari belakang. 

Meskipun posisi Alana membelakanginya, tetapi Andra bisa melihat jika sesekali Alana tersenyum dan terkekeh saat mengobrol dengan orang yang bernama Danu itu.

“Hhh.. sebenarnya ada berapa lelaki dalam hidupmu, Alana? Kemarin kamu menelpon dengan lelaki yang bernama Rehan. Lalu sekarang Danu? Apa sekarang kamu sudah benar-benar berubah menjadi seorang player? Ck!” Andra bergumam pelan dengan rahang yang merapat. Tampak raut keruh di wajahnya menatap tajam punggung Alana yang hanya berjarak dua meter darinya.

Andra memilih memalingkan pandangan kearah lain. Enggan melihat keakraban Alana dengan orang yang bernama Danu itu.

“Hahah.. kamu ada-ada saja Danu. Kenapa kamu senang sekali mengejeku, eh? Nanti kalau aku cemberut padamu bagaimana?” kekeh Alana saat Danu terus saja menggodanya dan mengatakan jika saat ini pipi Alana pasti akan menggembung—karena terlalu banyak makan. Mengingat di bali, banyak sekali tempat kuliner yang enak-enak menurut Danu.

‘Oh, Ayolah Mama Rehan. Aku bukannya mengejek. Lagipula kalaupun pipimu berubah seperti bakpao pun, menurutku kamu akan tetap jadi yang tercantik.’ suara Danu di ujung sana tampak mengikik.

Membuat Alana menganggap ucapan Danu barusan hanyalah sebuah candaan.

“Tumben sekali kamu menelpon? Apa sekarang kamu sedang tidak terlalu sibuk, Danu?”

‘Ya. Sesibuk apapun diriku, kamu dan Rehan tidak pernah lepas dari ingatanku. Jadi di waktu senggang ini aku menyempatkan untuk menghubungi kalian untuk mengobati rasa rinduku. Tadi aku sudah menelpon Rehan. Dan sekarang aku menelponmu,’ jawab Danu. Dan Alana manggut-manggut.

 Baru saja Alana membuka mulutnya, hendak kembali menanggapi Danu. Namun tiba-tiba saja Andra sudah berdiri di belakangnya dan tangan lelaki itu merebut ponselnya yang sedang menempel di telinga. Gerakan Andra yang tak terbaca membuat Alana terkejut menatap lelaki itu.

“Andra..” gumam Alana tak percaya Andra mematikan ponselnya begitu saja. 

Wajah Andra tampak dingin dan tak berekspresi. 

“Pesawat akan terbang sebentar lagi. Kamu harus segera mematikan ponselmu karena pesawat tidak akan mau membuang-buang waktu dengan menunggu obrolan kalian!” kata Andra dengan nadanya yang khas. Diberikannya ponsel yang sudah mati itu kembali pada Alana.

Lalu Andra melangkah lebih dulu, menggeret kopernya meninggalkan Alana yang tertegun sendirian. 

Alana hanya menarik napasnya pelan, kemudian ia melirik kearah arloji di tangannya.  

“Ternyata sebentar lagi jam penerbangan kita. Pantas saja Andra ketus sekali dan mematikan ponselku!” 

Sadar tungkai Andra sudah melangkah lebar jauh darinya, Alana segera mengambil kopernya dengan terburu dan berlari kecil menyusul langkah Andra yang tegas di depannya. Alana tak mau tertinggal.

Mantan Istri CEO TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang